Tuesday, November 29, 2016

implementasi nilai-nilai keislaman dalam pembentukan krakter









Judul Penelitian
“Implementasi Nilai-Nilai Keislaman Dalam Pembentukan Kepribadian Santri Di Pondok Pesantren Al-Amien Putri I Prenduan”
Konteks Penelitian
Istilah Pesantren berasal dari kata Santri yang diimbuhi awalan Pe- dan akhiran –An yang berarti menjukkan tempat, yang memiliki arti tempat para santri. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata Sant (manusia baik) dengan suku kata Tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik. Dan pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat disimpulkan dari gambaran lahiriyahnya. Pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan disekitarnya. Dalam kompleks itu berdiri beberapa bangunan: rumah kediaman pengasuh (di daerah berbahasa jawa disebut Kiai, di daerah berbahasa sunda Ajengan, dan di daerah berbahasa Madura Non atau Bindara, disingkat Ra). Sebuah surau atau masjid, tempat pengajara diberikan (bahasa arab madrasah, dan juga lebih sering mengandung konotasi sekolah). Dan asrama tempat tinggal siswa pesantren (santri, pengambilalihan dari bahasa sanskerta dengan perubahan pengertian).
Pondok pesantren sebagai lembaga dakwah, pengkaderan ulama, pengembangan ilmu pengetahuan, dan pengembangan masyarakat, ketika menjelang era tinggal landas dan menyongsong era globalisasi, pesantren perlu meningkatkan peran sertanya dalam pembangunan, tentunya untuk menjaga agar pembangunan santri tetap lestari, bahkan berkembang lebih mantap. Pesantren mempunyai beberapa jurus yang dapat dilakukan dalam menghadapi era globalisasi sesuai dengan jati dirinya. Pertama pesantern sebagai lembaga dakwah, harus mampu menempatkan dirinya sebagai transformator, motivator dan innovator. Kedua pesantren sebagai pengkaderan ulama. karena  ulama merupakan panutan yang mempunyai kedudukan yang amat strategis untuk menggerakkan masyarakat, maka pesantren yang merupakan tempat pengkaderan ulama juga dan mempunyai tempat yang strategis pula. Ketiga pondok pesantren sebagai lembaga pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu agama. Dengan ini pesantren mempunyai peluang untuk menyalurkan kiprahnya kepada masyarakat.
Pesantren yang menjadikan santri seorang yang alim shaleh/shalehah seperti ini kemudian dalam penempatan cara hidup, nilai, dan prinsip hidup sehari-hari di pesantren. Nilai-nilai tersebut membentuk perilaku santri yang  kemudian membangunkan nilai-nilai mereka berada dalam sebuah sub-tradisi di pesantren, seperti keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, dan  keteladanan yang telah sangat lama dipraktikkan di pesantren dan menjadi  ciri khasnya. Seorang Kiai, misalnya, harus rela membuka pintu rumahnya 24 jam untuk melakukan fungsi pelayanan masyarakat. Ini contoh konkret dari prinsip keikhlasan yang diteladankan kepada santrinya. Sikap hidup tanpa pamrih  atau  dalam  bahasa sampai berabad-abad lamanya.
Kiai dan Nyai memiliki kapasitas untuk melakukan perubahan atau sebaliknya penguatan terhadap diskursus santri yang telah terkonstruksi dalam lingkungan pesantren. Mereka memberikan penyadaran kepada santri untuk memperkuat ajaran agama. Dalam konteks socialisasi nilai-nilai kesetaraan, Kiai dan Nyai telah menguatkan kometmen mereka melalui tindakan-tindakan yang ada dan perlu dilakukan untuk kepentingan pesantren. Diantaranya melalui pembuatan dan penetapan tujuan pesantren yang mengiringi prilaku social santri. Peratuan-peraturan ditetapkan untuk meregulasi dan membuat aktifitas santri terarah pada tindakan yang diinginkan oleh sang actor.
Dan agama  merupakan  dasar  utama  dalam  mendidik anak-anaknya melalui sarana-sarana pendidikan. Karena dengan menanamkan nilai-nilai agama akan sangat membantu terbentuknya  sikap  dan  kepribadian anak  kelak  pada  masa  dewasa. Dengan demikian  pendidikan  Islam  adalah usaha  yang  diarahkan  kepada  pembentukan  kepribadian  anak  yang  sesuai dengan  ajaran  Islam,  memikir,  memutuskan  dan  berbuat  berdasarkan  nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Istilah “Pembentukan” dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia adalah suatu proses, cara atau perbuatan membentuk sesuatu. Membentuk berarti menjadikan atau membuat sesuatu dengan bentuk tertentu, berarti pula  membimbing,  mengarahkan,  dan  mendidik  watak,  pikiran, kepribadian dan sebagainnya.
Kepribadian  merupakan  organisasi faktor-faktor  biologis, psikologis dan  sosiologis  yang  mendasari  perilaku  individu.  Kepribadian  mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap yang berperan aktif dalam  menentukan  tingkah laku individu  yang berhubungan dengan dirinya sendiri maupun orang lain. Kepribadian menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Kepribadian muslim adalah kepribadian yang seluruh aspeknya baik tingkah lakunya, kegiatan jiwanya maupun filsafat hidup dan  kepercayaannya menunjukan  pengabdian  kepada Tuhan, penyerahan diri  kepada-Nya. Sedangkan Muhammad Idris Jauhari mengatakan bahwa kepribadian adalah watak atau karekter, yaitu sifat dan ciri-ciri khusus yang bersifat tetap, yang dimiliki oleh seseorang dan membedakannya dengan manusia lainnya. Jadi yang dimaksud kepribadian muslim adalah  kepribadian  yang  mencerminkan citra seorang muslim yang sejatinya berakhlak mulia dan bertaqwa  kepada Allah SWT.
Pondok  Pesantren  merupakan  alternatif  dalam  membentuk kepribadian  muslim  pada  anak. Anak-anak  yang  dahulu  masih  sedikit mendapatkan  pengetahuan  tentang  agamanya  sendiri,  yaitu  agama  islam. Maka di Pondok pesantren mereka akan mendapatkannya setiap hari, dimana setiap  hari  di  pondok  pesantren  akan  diajarkan  dengan  ajaran  agama  Islam yang  lebih  matang.  Pondok  Pesantren  merupakan  lembaga pendidikan  Islam  non  formal  yang  merupakan  suatu  tempat  pendidikan  dan  pengajaran  yang menekankan  pelajaran  agama  Islam  dan  di  dukung  asrama  sebagai  tempat tinggal  santri. Dalam  pondok  pesantren  akan  terdapat  kyai  (pendidik)  yang mengajarkan  kepada  santri  (peserta  didik).  Pesantren  dipandang  sebagai lembaga pendidikan Islam yang berlangsung panjang di Indonesia.
Proses pendidikan yang berlangsung dalam pondok pesantren selama 24 jam penuh, karena hubungan kiai-ulama dan santri yang terkonsentrasi satu kompleks merupakan suatu masyarakat belajar. Adapun bidang kajian yang dikembangkan pada dasarnya terpusat pada bidang kajian keagamaan. Namun dalam proses interaksi antara berbagai komponen di pesantren mengutamakan pembinaan mental, spiritual, dan sosial kemasyarakatan.
Sedangkan tujuan pendidikan tidak semata-mata untuk memperkaya fikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral serta menyiapkan para murid diajari mengenai etika agama diatas etika-etika yang lain-lain. Sedangkan tujuan pendidikan pesantren bukan untuk memgejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi menanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada tuhan.
Pondok  Pesantren Al-Amien Putri I  merupakan  pondok  pesantren modern di Kota Sumenep  dan  terpadu  dengan  pendidikan  sekolah. Pondok Pesantren Al-Amien Putri I terletak di desa peragaan. Pondok Pesantren Al-Amien Putri I Prenduan merupakan salah satu lembaga  pendidikan  yang  menanamkan  nilai-nilai  religius,  karakter  keagamaan, konteks  mendidik  dan  mencegah  hal-hal  negatif  yang  terjadi  seiring berkembangnya  zaman.  Oleh  sebab  itu, Pondok Pesantren Al-Amien Putri I menjadi salah satu solusi untuk mengembangkan kepribadian satri diusia remaja tersebut. Pondok Pesantren Al-Amien Putri I merupakan lembaga pendidikan yang di  dalamnya  mengutamakan  pembentukan  kepribadian  dan  sikap  mental.  Dalam  pembelajaran  akademik  santri  diajarkan  untuk  disiplin  dan  patuh  pada  aturan, sedangkan  dalam  kegiatan  non-akademik  santri  dibentuk  kepribadiannya  dalam berbagai kegiatan seperti kegiatan ekstrakurikuler. Setiap kegiatan  santri  dengan  bimbingan  dewan  guru  dijadikan  sebagai  sarana menumbuhkan  jiwa  mandiri,  disiplin,  toleransi,  bertanggung jawab,  dan sebagainya.  Dengan  demikian,  setiap  kegiatan  santri  menjadi  sarana  strategis kondusif untuk menanamkan nilai filsafat dan hidup yang terpancang dalam jiwa meliputi  keikhlasan,  kesederhanaan,  berdikari  ukhuwah  islamiyah  dan  jiwa kebebasan  yang  mengacu  pada  nilai  kehidupan  islami  dengan  disiplin  dan tanggungjawab sebagai alatnya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merasa tertarik ingin meneliti  dan  mengkaji  lebih   jauh  lagi  persoalan  tersebut  melalui  sebuah penelitian dengan judul “Implementasi Nilai-Nilai Keislaman Dalam Pembentukan Kepribadian Santri Di Pondok Pesantren Al-Amien Putri I Prenduan”.
Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian-penelitian di atas, selanjutnya penulis dapat memfokuskan penelitian sebagai berikut:
Bagaimana Proses Pendidikan Di Pondok Pesantren Al-Amien Putri I Prenduan Dalam Melaksanakan Nilai-nilai Keislaman Untuk Membentuk Kepribadian Santri ?
Bagaimana hasil penerapan Nilai-nilai Keislaman Di Pondok Pesantren Al-Amien Putri I Prenduan dalam pembentukan kepribadian santri?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan salah satu factor penting karena dapat menjadi acuan dalam kegiatan penelitian, oleh karena itu, yang menjadi tujuan dalam penelitian itu sebagai berikut:
Untuk Mengetahui Proses Pendidikan Di Pondok Pesantren Al-Amien Putri I Prenduan Dalam Melaksanakan Nilai-nilai Keislaman Untuk Membentuk Kepribadian Santri.
Untuk Mengetahui hasil penerapan Nilai-nilai Keislaman Di Pondok Pesantren Al-Amien Putri I Prenduan dalam pembentukan kepribadian santri.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan Memiliki dua Makna (Nilai guna) yaitu meliputi:
kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan, khususnya dalam rangka penerapan nila-nilai keislaman dalam membentuk kepribadian siswa/santri.
Kegunaan Praktis
Adapun secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi beberapa kalangan antara lain:
Bagi STAIN Pamekasan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu kajian oleh Mahasiswa/i STAIN Pamekasan yang kajian pembahasannya berkenaan dengan nili-nilai islam.
Bagi Orang Tua
Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pedoman dan penambahan wawasan bagi para orang tua untuk memondokkan putra/I nya disebuah pesantren dengan harapan untuk dapat bimbingan 24 jam tentang nilai-nilai islam.
Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini akan memberikan sebuah pengalaman baru yang dapat menambah pengetahuan dan cakrawala berfikir untuk kemajuan pendidikan dan menambah keyakinan bahwa dalam sebuah pesantren adalah tempat yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai keislaman dalam membentuk kepribadian anak untuk masa depan..
Defenisi istilah
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam penulisan penelitian ini, berikut dijelaskan  terlebih dahulu kata kunci yang terdapat dalam pembahasan, kata kuncitersebut antara lain:
Implementasi adalah penerapan, aktivitas, aksi, dan tindakan dalam suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.
Nilai-nilai islam adalah usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikan dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan agama islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan masyarakat.
Pembentukan adalah suatu proses, cara atau perbuatan membentuk sesuatu. Membentuk berarti menjadikan atau membuat sesuatu dengan bentuk tertentu, berarti pula  membimbing,  mengarahkan,  dan  mendidik  watak,  pikiran, kepribadian dan sebagainnya
Kepribadian adalah  mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap yang berperan aktif dalam  menentukan  tingkah laku individu  yang berhubungan dengan dirinya sendiri maupun orang lain. Kepribadian menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Kepribadian muslim adalah kepribadian yang seluruh aspeknya baik tingkah lakunya, kegiatan jiwanya maupun filsafat hidup dan  kepercayaannya menunjukan  pengabdian  kepada Tuhan, penyerahan diri  kepada-Nya
santri adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan ilmu agama Islam di suatu tempat yang dinamakan pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Sedangkan menurut istilah kata santri  berasal dari bahasa Sanskerta, shastri yang memikli akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan.  Ada juga yang mengatakan santri itu berasal dari kata cantrik yang berarti para pembantu begawan atau resi, seorang santri diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pondok pesantren, sebagai konsekuensinya ketua pondok pesantren memberikan tunjangan kepada santri tersebut.
Dari pengertian istilah diatas penulis dapat menjabarkan maksud judul “Implementasi Nilai-Nilai Keislaman Dalam Pembentukan Kepribadian Santri Di Pondok Pesantren Al-Amien Putri I Prenduan”. yaitu “penerapan nila-nilai keislaman.
Kajian Pustaka
Kajian Teoritik
Tinjauan Tentang Nilai-Nilai Islam
Pengertian Nilai-Nilai Islam
Sebelum peneliti menjelaskan tentang nilai-nilai keislaman maka terlebih dahulu akan membahas tentang definsi apa itu nilai, karna nilai memiliki arti hal-hal yang penting dan berguna bagi manusia.
Nilai dalam pandangan Brubacher tak terbatas ruang lingkupnya, nilai tersebut sangat erat dengan pengertian dan aktivitas manusia yang kompleks, sehingga sulit ditentukan batasnya.
Sedangkan dalam arti lain nilai adalah konsepsi abstrak di dalam diri manusia atau masyarakat mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar dan hal-hal yang dianggap buruk atau salah.
Secara filosofis, nilai mengacu pada permasalahan etika. Yang berhubungan dengan masalah baik dan buruk. Tolak ukur kebenaran sebuah nilai dalam persepektif filsafat islam adalah aksiologi.
Dalam pandangan aksiologi nilai dapat dibagi menjadi dua, yakni nilai intrinsik dan nilai instrumental.
Nilai intrinsic bersifat mutlak, abadi, dan tidak tergantung dengan kondisi atau situasi tertentu, nilai ini berhubungan dengan baik buruknya sesuatu yang terkandung di dalam sesuatu itu sendri. Misalnya, pisau itu baik karna ketajamannya.
Nilai instrumental bersifat relative. Sedangkan dalam dimensi nilai instrumental yaitu pisau bisa menjadi sesuatu yang baik dan buruk tergantung penggunaannya. jika pisau ketika digunakan untuk menyembelih hewan kurban, maka pisau itu akan berfungi baik dan apabila digunakan untuk membuhuh orang yang tidak berdosa, maka pisau itu aka berfungsi buruk.
Nilai-nilai yang dikembangkan oleh aksiologi materialisme dan anak cabangnya mengakui adanya nilai intrinsic tetapi tidak mengakui adanya nilai mutlak karna semua nilai sifatnya relative tergantung subjek, objek, situasi dan kondsi.
Islam memandang adanya nilai mutlak dan nilai intrinsic yang berfungsi sebagai pusat dan muara semua nilai. Nilai tersebut adalah nilai tauhid (uluhiyah dan rububiyah) yang merupakan tujuan (ghaya) semua aktifitas hidup muslim. Semua nilai-nilai sholeh yang termasuk dalam islam merupakan nilai instrumental yang berfungsi sebagai alat dan prasyarat untuk meraih nilai tauhid. Dalam praktek kehidupan justru niali-nilai instrumental itulah yang banyak dihadapi oleh manusia seperti perlunya nilai-amanah, kejujuran, kesabaran, keadilan, kemanusian, etos kerja dan disiplin. Oleh karnananya islam menekankan perlunya nilai-nilai tersebut terus dibangun pada diri seseorang sebagai jalan menuju terbentuknya pribadi yang tauhidi.
Demikian pula nilai-nilai islam yang menjadi kumpulan prinsip hidup, ajaran-ajaran tentang bagaimana seharusnya manusia menjalankan kehidupannya didunia ini, yang satu prinsip dengan lainnya terkait membentuk satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Landasan nilai pendidikan islam
Pendidikan islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian islam dan ajaran-ajaranya kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber dan landasan pendidikan islam harus sama dengan sumber islam sendiri, yaitu Al-quraan dan As-sunah. Demikian pula nilai-nilai islam yang menjadi kumpulan prinsip hidup, ajaran-ajaran tentang bagaimana seharusnya manusia menjalankan hidupnya di dunia ini, yang satu prinsip dengan lainnya terkait membetuk satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Landasan pendidikan islam adalah identik dengan ajaran islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu Al-quraan dan Hadist. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sumber adalah asal sesuatu. Sumber ajaran islam adalah asal ajaran islam (termasuk sumber agama islam didalamnya). Kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam bentuk:
Al-qur`an
Al-qur`an adalah sumber agama (juga ajaran) islam pertama dan utama. Menurut keyakinan umat islam yang dia akui kebenaranyan oleh penelitian ilmiah, al-qur`an adalah kitab suci yang memuat firman (wahyu Allah), sama benar yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada rusl Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di mekah kemudian di madinah. Tujuannya, Sebagai pedoman hidup manusia, bagi yang membacanya merupakan suatu ibadah dan mendapat pahala.
Pengertian Al-qur`an dalam kamus besar bahasa indonesia adalah kitab suci umat islam yang berisi firman Allah yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW, dengan pelantara malaikat jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup pada umat manusia.
Sunnah (Hadist)
Sunnah adalah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rusullah. Dengan pengakuan itu adalah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahuai Rosullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah al-qur`an. Sunnah juga berisi akidah dan syariah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Muhammad Daut mengmukakan bahawa, ada tiga peranan Hadist disamping Al-qur`an sebagai sumber agama dan ajaran agama islam. Pertama, menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam Al-qur`an. Kedua, sebagai penjelasan isi Al-qur`an. Ketiga, menambahkan atau menambahkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuanya didalam Al-qur`an.
Selain itu, antara al-quran dan sunnah (hadist) terdapat perbedaan miskipun keduanya adalah sama-sama sebagai sumber hukum islam. Perbeaan-perbedaan yang cukup prisipil, yaitu:
Al-qur`an nilai kebenarnya adalah mutlak (qath`i), sedangkan hadist adalah relatif, nisbi (zhanni) kecuali hadist-hadist murawatir. Al-qur`an adalah wahyu yang datang dari Allah, sedangkan sunnah adlah sabda nabi muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh perawi melalui mata rantai (sanat) tertentu. Kebenar al-qur`an bersifat mutlak karena terjamin oleh allah sendiri.
Seluruh ayat al-qur`an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup, tetapi tidak semua hadist mesti dijadikan pedoman hidup. Sebab, disamping ada hadist yang soheh ada pula hadist yang dhoif (lemah) dan seterusnya.
Al-qur`an sudah pasti autentik lafal dan maknanya, sedangkan hadist adalah tidak demikian.
Apabila al-qur`an berbicara tentang masalah-masalah akidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya. Tetapi tidak harus demikian apabila-apabiala masalah tersebut diungkapkan oleh hadist.
Perkataan, perbuatan, dan Sikap Para Sahabat
Pada masa Khulafaur Rasyidin  sumber pendidikaan dalam islam sudah mengalami pekembangan. Selain Al-Qur`an dan sunnah, juga perkataan, sikap, dan perbuatan para sahabat. Selain itu, para sahabat Nabi memiliki karakteristik yang berbeda dari kebanyakan orang. Karakteristik yang berbeda itu diantaranya:
Sunnah yang dilakukan para sahabat tidak terpisah dari sunnah Nabi
Kandungan yang khusus dari sunnah sahabat sebagian besar prodik sendiri.
Unsur kreatif dari kandungan merupakan ijtihad persoalan yang mengalami kristalisasi menjadi ijma` berdasarkan petunjuk nabi terhadap suatu yang bersifat spesifik.
Praktek amaliah sahabat identik dengan ijma`.
Dalam memahami Al-Qur`an dan Sunnah tidak bisa sembarangan, kita harus pemahaman yang benar, yaitu pemahaman yang dimilki oleh para sahabat. Merekalah (sahabat) orang-orang yang paling paham tentang keduanya. Sebab, mereka telah mendapat pengajaran langsung dari pendidikan terbaik yang ada di atas permukaan bumi ini, yaitu Rosullah Saw. Melalui perantara merekalah, generasi setelahnya sehingga generasi kita sekarang ini dan mengerti Al-Qur`an dan Sunnah.
Ijtihad
Salah satu sumber hukum islam yang valid (muktamad) adalah ijtihad. Ijtihad ini untuk menetapkan hukum atau tuntunan suatu perkara yang adakalanya tidak terdapat di dalam al-qur`an maupun sunnah. Ijtihad ini dilakukan untuk menjelaskan sesuatu perkara dan ditetapkan hukumnya bila tidak terdapat keterangan dari al-qur`an maupun sunnah. Menurut ajaran islam manusia dibekali Allah dengan berbagai perlengkapan yang sangat berharga antara lain akal, kehendak dan kemampuan untuk berbicara. Dengan akalnya manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dengan yang buruk, antara kenyataan dengan yang khayalan. Dengan memepergunakan akalnya manusia akan selalu sadar.
Zakiah Daradjat mendifiniskan jitihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syariat islam untuk menetapkan atau menetapkan suatu hukum syariat islam dalam hal-hal yang ternyat belum ditegaskan hukumnya oleh al-qur`an dan sunnah.
  Ijtihad terbagi menjadi beberapa hal, yaitu:
Ijma` yaitu konsensu atau kesepakatan para alim ulama untuk menetapkan suatu hukm, pada waktu tertentu, setelah Rosullah Saw wafat. Seperti usaha pembukuan al-qur`an pada masa khalifah abu bakar atas inisiatif usulan umar bin khattab.
Qiyas yaitu menetapkan hukum suatu perkara dengan jalan menyerupakan atau menganalogikan suatu kejadi yang tidak disebutkan secara jelas dalam nash dengan suatu kejadian yang telah ada dan disebutkan dalam nash al-qur`an atau sunnah secara tegas, karena adanya kesamaan Illat hukumnya.
Maslahah mursalah iyalah mempertahankan sesuatu yang telah diputuskan atas kehendak syarak dengan maksud untuk menolak dan menghidarkan dari timbulnya kerusakn.
Adapun nilai-nilai pendidikan islam pada dasarnya berlandaskan pada nilai-nilai islam yang meliputi semua aspek kehidupan. Baik itu menagatur tentang hubungan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungannya, dan pendidikan disini mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan kelangsunagan berfungsinya nilai-nilai tersebut.
sumber nilai yang berlaku dalam pranata kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu:
Nilai llahiyah
Nilai ilahiyah merupakan nilai yang dititahkan tuhan melalui para Rasul-Nya, yang berbentuk takwa, iman dan adil yang diabadikan dalam wahyu ilahi. Nilai-nilai yang fundamental mengandung kemutlakan bagi kehidupan manusia selaku pribadi dan selaku anggota masyarakat serta tidak kecendrungan untuk merubah mengikuti selera hawa nafsu manusia dan perubahan sesuai dengan tuntutan perubahan social dan tuntutan individual.
Nilai insaniyah
Nilai insaniyah tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai ini bersifat dinamis. Sedangkan keberlakuann dan kebenarannya relatif (nisbi) yang dibatasi oleh runga dan waktu
Sedangkan Achmadi mengatakan bahwa landasan dalam islam berpusat pada Tauhid. Karena, dengan dasar tauhid tampak kental sekali pendidikan islam belandaskan pandangan teosentris (berpusat pada tuhan). Bahkan, pendidikan agama islam juga berlandaskan humanisme, maka nilai-nilai fundamentalis yang secara universal dan obyektif merupakan kebutuhan manusia perlu dikemukakan sebagai dasar pendidikan agama islam, walaupun posisinya dalam konteks sebagai nilai instrumental. Nilai-nilai tersebut adalah kemanusiaan, kesatuan umat manusia, keseimbangan, dan rahmat bagi seluruh alam.
Tujuan nilai pendidikan islam
Pendidikan islam adalah rangkaian proses yang sistematis, terencana dan komprensif dalam upaya mentrasfer nilai-nilai kepada anak didik, mengembangkan potensi yang ada pada diri anak didik, sehingga mampu melaksanakan tugas kekhalifaan di muka bumi dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah yang didasarkan pada  ajaran agam pada semua demensi kehidupan.
Menurut Arif dikutip Siswanto mengatakan bahwa, Nilai-nilai ideal mempengaruhi dan mewarnai pola kepribadian manusai, sehingga menggejala dalam prilaku lahiriyahnya. Dangan kata lain, prilaku lahiriyah adalah cermin yang memproyeksikan nilai-nilai ideal yang telah mengacu di dalam jiwa manusia sebagai produk dari proses pendidikan. Aat Syafaat mengatakan pendidikan islam bertujuan menumbuhkan pola kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan, indera. Pendidi ini harus melayani pertumbuhan manusia dalam semua aspek spritual, intelektual, imajinasi, jasmani, ilmiah, maupun bahasanya (secara perorongan secara berkelompok.
Sedangkan Sikun Pribadi mengatakan bahwa, tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan, dan saripati dari seluruh renungan pedagogik. Selanjutnya Omar Muhammad Atoumy As-Syaebani mengatakan bahwa tujuan pendidikan islam memiliki empat ciri pokok:
Sifat yang bercorak agama dan akhlaq.
Sifat menyeluruh yang mencakup segala aspek pribadi pelajar (subjek didik), dan semua aspek perkembangan dalam masyarakat.
Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan antar unsur-unsur dan cara pelaksanaanya.
Sifat realistik dan dapat dilakasnakan pada perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku dan pada kehidupan, memperhitungkan perbedaan-perbedaan perseorangan diantara individu, masyarakat dan kebudayaan dimana-mana dan kesanggupanya untuk berubah dan berkembang bila diperlukan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan islam mempunyai tujuan yang luas dan dalam, seluas dan sedalam kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial yang menghamba kepada khaliknya yang dijiawai nilai-nilai ajaran agama. Bahkan pendidikan agama islam bertujuan agar disetiap manusia memiliki kepribadian seperti Nabi Muhammad SAW, yaitu melalui Usawatun Hasanah yang diajarkannya.
Aspek-aspek ajaran keislaman
Mengikuti sistematika iman, islam, dan ihsan yang berasal dari nabi Muhammad dapat dikemukakan bahwa kerangka dasar agama islam terdiri menjadi tiga aspek
Akidah
Yang dimaksud dengan aqidah dalam bahasa arab (dalam bahasa Indonesia ditulis akidah), menurut etimologi, adalah ikatan, sangkutan. Disebut demikian, karna ia mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan segala sesuatu. Dalam pengertian teknis artinya adalah iman atau keyakinan. Akidah islam ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh ajaran islam. Akidah islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang maha esa. Kemahaesaan Allah, sifat, perbuatan dan wujud-nya itu disebut tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman dan merupakan seluruh keyakinan islam. Dan akidah dalam syariat islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah, Tuhan yang wajib disembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat sahadat, yaitu menyatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya, dan perbuatan dengan amal saleh.
Syari’ah/syari’at
Makna syari’at (syari’ah) dalam bahasa arab itu berasal dari kata syari’, secara harfiah berarti jalan yang lurus dilalui oleh setiap muslim. Menurut ajaran islam, syari’at ditetapkan Allah menjadi patokan hidup setiap muslim.
Kata akhlak berasal dari bahasa arab akhlaq bentuk jamak dari kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis (bersangkutan dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal usul kata serta serta perubahan-perubahan dalam bentuk dan makna) antara lain berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at.
Pengertian ahlak menurut istilah yang dikemukakan oleh sebagian para ulama yakni:
Menurut Ibunu Maskawih, akhlah adalah sikap seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan terlebih dahulu
Menurut Imam Ghazali, akhalak adalah ungkapan suatu daya yang telah bersemi dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan penuh dan tidak memerlukan pertimbangn/pemikiran terlebih dahulu.
Baik buruknya akhlak seseorng menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan orang tersebut. Karena, seseorang dikatakan sempurna imannya kalau akhlaknya sudah baik, antara ucapan dan perbuatan telah sesuai dengan tuntunan yang diajarkan agama.
Tinjauan Tentang Pengertian Kepribadian
Pengertian kepribadian
Kepribadian atau asy-syakhshiyah, merupakan terjemahan dari bahasa Inggris personality . kata personality sendiri ini berasal dari bahasa yunani persona yang berarti topeng. Topeng biasanya digunakan oleh para pemain sandiwara atau actor dalam menggambarkan hakikat dirinya melalui ucapan-ucapan dan gerak-gerik atau tingkah laku diatas panggung sesuai dengan peran yang dimainkanny dan scenario.
Allport mengemukakan tentang kepribadian, yaitu ” personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjustment to his environment”. (kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang system psikofisik yang menentukn penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya).
Salah satu pengertian kepribadian yang biasa dipakai oleh orang, adalah watak atau karakter, karakter merupakan kulminasi dari kebiasaan yang dihasilkan dari pihak etika, prilaku, dan sikap yang dimiliki individu yang merupakan moral yang prima walaupun ketika tidak seorang pun yang melihatnya. Karakter mencakup keinginan sesorang untuk melakukan yang terbaik, kepedulian terhadap kesejahtraan orang lain, kognisi dari pemikiran kritis dan alasan moral, dan pengembangan keterampilan intrepersonal dan emosional yang menyebabkan kemampuan individu untuk bekerja secara efektif dengan orang lain dalam situasi setiap saat.
kalau para ahli karakterologi membagi tipe-tipe manusia berdasarkan wataknya, baik secara fisiologis maupun psikologis, maka para ahli psikologi kontemporer berpendapat bahwa selain unsur-unsur kejiwaan yang bersifat tetap (watak), di dalam diri manusia juga terdapat unsure-unsur lain yang bersifat dinamis dan berubah-ubah, sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungannya. Unsure-unsur yang dinamis ini sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadian seseorang.
Menurut Sigmund freud kepribadian manusia terdiri dari tiga unsure yaitu, id, ego, dan superego. Perilaku seseorang merupakan hasil interaksi antara ketiga komponen tersebut.
Id (das es) aspek biologis kepribadian
Id merupakan lapisan paling dalam atau paling bawah dan merupakan bagian yang tidak sadar dari jiwa manusia, walaupun begitu, ia memegang peranan yng sangat penting dalam menentukan watak dan tingkah laku manusia. Ia merupakan sumber nafsu yang selalu patuh dan tunduk pada ‘prinsip-prinsip kelezatan” dan semata-mata mengarah pada pemuasan hasrat-hasrat seks atau biologis. Semua perbuatan dan tingkah laku manusia berawal dan berangkat dari Id ini. Ia begitu kuat berpengaruh pada jiwa manusia, sehingga apabila tidak terpenuhi, akan timbul konflik atau ketegangan-ketegangan kejiwaan yang berbahaya
Superego (das uber ich) aspek sosialogis kepribadian
Superego merupakan lapisan paling tinggi dari jiwa. Bagian jiwa inilah yang mampu melakukan kontak social yang memahami realitas yang ada disekitarnya. Ia merupakan bagian jiwa yang ethis serta selalu mendukung nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku. Superego ini bisa disebut dengan hati nurani karena superego merupakan bagian paling luhur dari jiwa manusia.
Ego (das ich)aspek psikologis kepribadian
Ego merupakan lapisan yang berada dibagian tengah dari jiwa manusia. Ia berfungsi sebagai penengah atau hakim yang memutuskan antara kehendak id dan superego. Apabila ego bisa melaksanakan fungsinya sebagai hakim pengambil keputusan yang adil, antara kemauan super ego yang ethis, maka pribadi manusia akan seimbang, sehat dan harmonis, serta tidak akan mengalami kegoncangan atau konflik-konflik kejiwaan.
Tahap-tahap perkembangan kepribadian
Proses individulisasi ini ditandai oleh bermacam-macam perjuangan batin melalui bermacam-macam tahap perkembangan.
Tahap pertama.
Membuat sadar fungsi pokok serta sikap jiwa yang ada dalam ketidak sadaran. Dengan cara ini, tegangan dalam batin berkurang dan kemampuan untuk mengadakan orientasi serta penyesuaian diri meningkat.
Tahap kedua.
Membuat sadar imago dengan menyadari imago ini, orang akan mampu melihat kelemahan-kelemahannya sendiri yang diproyeksikan.
Tahap ketiga
Menyadari bahwa manusia hidup dalam berbagai tegangan pasangan yang berlawanan, baik jasmaiah maupun rohaniah. Manusia harus tabah dalam menghadapi masalah ni serta dapat mengatasinya.
Tahap keempat
Adanya hubngan yang selaras antara kesadaran dan ketidaksadaran, adanya hubungan yang selaras antara segalaspek dari kepribadian yang ditimbulkan oleh titik puasat kepribadian yaitu: Diri, selain menjadi titik pusat diri juga sebagai , menerangi, menghubungkan, serta mengkordinasikan seluruh aspek kepribadian .   
Kepribadian manusia menurut islam
Dalam al-qur’an banyak dijelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan kepribadian, antara lain mengenai pola-pola umum kepribadian, mengenai sifat-sifat atau cirri-ciri khusus yang membedakannya dengan makhluk-makhluk lain dan yang membedakan antara satu pribadi dengan pribadi yang lain, mengenai ciri-ciri kepribadian yang baik dan buruk, serta mengenai hal-hal yang berpengaruh pada pembentukan kepribadian
Tipe-tipe kepribadian manusia
Dalam membagi dan mengelompokkan kepribdian manusia, Al-Qur’an memandangnya dari sudut aqidah atau keimanan yang ada didalam hati mereka dan yang tercermin dalam tingkah laku sehari-hari. Nabi Muhammad saw. Menegaskan bahwa Allah swt. Tidak melihat bentuk tubuh atau ciri khusus jasmaniah manusia, tetapi melihat hati mereka. Manusia dihargai bukan berdasar suku, kelompok, bangsa, warna kulit, ata aspek-aspek lahiriyahnya, tetapi berdasar tingkat dan derajat ketaqwaannya “Inna akromakum ‘indallahi atqokum”. Demikian al-Qur’an menegaskan.
Al-qur’an menegaskan manusia dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu: orang yang berimanan, orang kafir, orang yang munafiq.
Unsur-unsur kepribadian manusia
Menurut al-qur’an, kepribadian manusia itu terdiri dari dua unsure yang Nampak bertentangan tapi sebenarnya aling melengkapi, bahkan justru menjadikannya sebagai makhluk yang unik dan paling istimewa kedu unsure tersebut adalah:
Unsur-unsur hewani( kebinatangan)
tercermin dalam berbagai kebutuhan fisik material yang harus dipenuhinya demi kelangsuna hidupnya. Unsur-unsur ini bisa dikenl dengan al-hawa.
Unsure-unsur maliki (kemalaikatan)
tercermin dalam bentuk kerinduan dan kebutuhan spiritual untuk mengenal Allah. Menyembah-Nya. Unsur-unsur ini bisa dikenal dengan istilah al-‘aql yang meliputi berbagai perangkatnya, seperti pikiran, perasaan, hati, nurani dll.
Tinjauan Tentang Santri
Pengertian santri
Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di pesantren, sedangkan istilah santri tersebut, para ahli lain pendapat. Menurut C.C Berg berasal dari bahasa India, Shastri, yaitu orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. pendapat ini senada dengan pendapat Zamakhsyari Dhofier bahwa kata santri bersal dari bahasa india yang berarti orang yang tahu buku-buku suci agama, atau secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang pengetahuan. Nurcholish majid juga memiliki pendapat berbeda. Dalam pandangannya asal-usul kata “santri” dapat dilihat dari dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” bersal dari kata “Sastri”, sebuah kata dari bahasa sansakerta yang artinya Melek Huruf. Kedua pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya bersal dari bahasa jawa, dari kata “Cantrik” berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru ini pergi menetap.
Sama beragamnya dengan asal usul kata santri, definisi pesantren yang dikemukakan oleh para ahli juga bermacam-macam. Abdurrahman Wahid berpendapat, Secara teknis, pesantren adalah tempat dimana para santri tinggal. Wahid Zaini mendifinisikan santri dalam tiga ciri, pertama peduli terhadap kewajiban-kewajiban ainiyah, kedua menjaga hubungan baik dengan Al-Khalik, ketiga menjaga hubungan baik dengan sesama makhluk. Jamali juga berpendapat bahwa istialah Santri adalah orang yang sedang dan pernah mengenyam pendidikan agama di pondok pesantren, menggali informasi ilmu-ilmu agama dari kiai-ulama (guru, teladan, uswah) selama berada di asrama atau pondok pesantren.
Dari urain panjang lebar di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pesantren adalah suatu lembaga pendidikan dan keagamaan yang berusaha melestarikan, mengajarkan dan menyebarkan ajaran islam serta melatih para santri untuk siap dan mampu mandiri. Atau dappat juga dapat diambil pengertian dasarnya sebagai suatu tempat dimana para santri belajar pada seorang Kiai untuk memperdalam/memperoleh ilmu, utamanya ilmu-ilmu agama yang diharapkan nantinya menjadi bekal bagi santri dalam menghadapi kehidupan didunia maupun akhirat.
Macam-macam santri
Menurut para ahli santri dapat dikelompokkan beberapa bagian yaitu:
Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukim yang paling lama tinggal di pesantren biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang memang bertanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari: mereka juga memikul tanggung jawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah.
Santri kalong, yaitu murud-murid yang berasal dari desa-desa di sekitar pesantren, biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren mereka bolak-balik dari rumahnya sendiri. Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan pesantren kecil dapat dilihat dari komposisi santri kalong, semakin besar sebuah pesantren, semakin besar jumlah santri mukimnya. Dengan kata lain, pesantren kecil memiliki lebih banyak santri kalong dari pada santri mukim.
Hubungan antara kyai dan santri
Kyai dan guru-guru di pesantren menyediakan hampir seluruh waktu, tenaga, pikiran, bahkan harta dan jiwanya demi kepentingan para santrinya. Hubungan yang terjalin antara kiyai dan santri-santrinya , bukan lagi sekedar hubungan antara guru dan murid, tetapi seperti hubungan antara seorang ayah dan anak-anaknya bahkan kadang-kadang lebih dari itu.
Hubungan yang akrab antara kiyai dan santri-santrinya dalam jalinan ukhuwah islamiyah ini melahirkan tradisi kekeluargaan dan kekerabatan yang sangat positif dan konstruktif bagi dunia pendidikan dan kehidupan bermasyarakat. Segala masalah dibicarakan dan dimusyawarahkan bersama secara kekeluargaan dengan selalu berprinsip pada ajaran-ajaran islam sendiri, yaitu: Yang Tua Hormati Dan Patuhi, Yang Muda Disayang Dan Dihargai.
Santri adalah siswa yang tinggal di pondik pesantren dengan tujuan utama untuk mengabdi. Hal ini merupakan syarat mutlak bagi seorang santri untuk menjadi anak didik  kiai dalam arti penuh. Ia harus berusaha untuk mendapatkan kerelaan sang kiai, dengan cara mengikuti setiap kehendakanya dan melayani kepentingan-kepentingannya. Tugas pelayan ini harus dianggap sebagai kehormatan. Sebab, kerelaan kiai yang di dunia pesantren biasanya disebut Barokah merupakan alasan mengapa seorang santri datang untuk menuntut ilmu di pesantren. Penekanan utama pada upaya untuk mendapatkan kerelaan kiai ini menuntut diciptakannya suatu mikanisme yang kemudian, menghasilkan konsensus tentang bagaimana tata nilai di pesantren akan dibentuk dan diperlakukan. Dengan demikian, status santri da pesantren tak ubahnya suatu medium yang berguna untuk merealisasikan ketundukan pada tali itu sendiri.
Hubungan antar santri
Dalam pergaulan antar santri sehari-hari ciptakan tradisi tenggang rasa, tolong menolong, saling menghargai dan saling menyayangi. Para santri tidak kenal istilah hidup sendiri, maju sendiri, untung sendiri, menang sendiri dan segala macam sifat yang mengarah kepada diri individualisme yang sempit. Suka dan duka dirasakan bersama, yang berat sama-sama dipikul, dan yang ringan sama-sama dijinjing.
Kajian Terdahulu
Kajian tentang Nilai-Nilai Keislaman Dalam Pesantren ini juga pernah di angkat dalam penelitian-penelitian sebelum-belumnya yaitu oleh Saudara Fahruddin Pada tahun 2014 dengan judul “Penanaman Nilai-Nilai Agama Islam Di Pesantren An-Nawawi Desa Lengser Kecamatan Camplong”, yang dalam penelitian ini peneliti menggunakan Pendekatan Kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam penelitian Saudara Fahruddin memfokuskan penelitian yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
Bagaimana cara Penanaman Nilai-Nilai Agama Islam Di Pesantren An-Nawawi Desa Lengser Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang, dan faktor yang mempengaruhi Penanaman Nilai-Nilai Agama Islam Di Pesantren An-Nawawi Desa Lengser Kecamatan Camplong Kabupaten Samapang. Sedangkan penelitian kali ini, memfokuskan penelitiannya terhadap Proses Pendidikan Di Pondok Pesantren Al-Amien Putri I Prenduan Dalam Melaksanakan Nilai-nilai Keislaman Untuk Membentuk Kepribadian Santri, dan Bagaimana hasil penerapan Nilai-nilai Keislaman Di Pondok Pesantren Al-Amien Putri I Prenduan dalam pembentukan kepribadian santri
Dari Penelitian yang akan saya lakukan dengan penelitian sebelumnya terdapat perbedaan dan persamaan, diantaran yaitu :
Untuk persamaannya, yaitu saudara Fahruddin sama-sama melakukan penelitian tentang Nilai-Nilai Keislam Dalam Pesantren, metode penelitiannya sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif, dan metode dalam pengumpulan datanya sama-sama menggunakan  metode wawancara, observasi dan dokumentasi.
Sedangkan perbedaannya,  penelitian yang akan saya lakukan lebih umum yaitu tentang proses atau penerapan Nilai-nilai Keislaman Di Pondok Pesantren Al-Amien Putri I Prenduan dalam pembentukan kepribadian santri. Sedangkan penelitian yang terdahulu lebih khusus yaitu pada cara Penanaman Nilai-Nilai Agama Islam.
Jadi antara hasil penelitian yang dilakukan oleh Fahruddin dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti kali ini  terdapat perbedaan.
Selain penelitian diatas Nilai-Nilai Keislaman Dalam Pesantren ini juga pernah di dikaji oleh Saudara Abd Aziz pada tahun 2013 dengan judul “Penerapan Nilai-Nilai Pesantren Di Madrasah Aliyah Tarbiyatus Shibyan Sumber Papan Palengaan Pamekasan”. yang dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam temuan penelitian terdahulu  dapat disimpulkan sebagai berikut:
Peniliti mengemukakan dari hasil temuanya bahwa Penerapan Nilai-Nilai Pesantren Di Madrasah Aliyah Tarbiyatus Shibyan Sumber Papan Palengan tedapat tiga poin; keikhlasan, kemandirian, dan kesederhanaan. Sedangkan kendala-kendala dalam Penerapan Nilai-Nilai Pesantren Di Madrasah Aliyah Tarbiyatus Shibyan kurangnya minat belajar, kurangnya motivasi, kurangnya dukungan keluarga, lingkungan yang tidak mendukung.
Dari Penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat perbedaan dan kesamaan, diantaranya yaitu :
Untuk persamaannya, yaitu saudara Abd Aziz sama-sama melakukan penelitian tentang nilai-nilai keislama, metode penelitiannya sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif, dan metode dalam pengumpulan datanya sama-sama menggunakan  metode wawancara, observasi. dan dokumentasi.
Sedangkan perbedaannya,  peneliti kali ini lebih khusus yaitu tentang proses atau penerapan Nilai-nilai Keislaman Di Pondok Pesantren Al-Amien Putri I Prenduan dalam pembentukan kepribadian santri. sedangkan penelitian yang terdahulu lebih memfokuskan pada penerapan dan kendala yang dihadapi dalam penerapan nilai-nilai dalam pesantren.
Jadi antara hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan Oleh peneliti kali ini  terdapat perbedaan.
Metode Penelitian
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan Deskriptif- Kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan “Metodologi Kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini, diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Metode dalam rancangan penelitian penelitian kualitatif  lebih  pada penegasan dan penjelasan yang menunjuk pada prosedur-prosedur umum kemetodean yang akan digunakan. Seperti, pendekatan berikut alasan mengapa pendekatan itu digunakan, unit analisis, metode pengumpulan dan analisis data, dan keabsahan data.
Sejalan dengan hal tersebut Denzin dan Lincoln menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode.
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif kerena peneliti ingin mengetahui sejauh mana penerapan nilai-niali islam dalam membentuk kepribadian santri di pondok pesantren al-amin I putri di prenduan Selain itu, pendekatan kualitatif dapat memudahkan peneliti untuk mengetahui feneomena yang terjadi secara langsung karena pendekatan kualitatif ini mengahruskan peneliti ikut terlibat.
Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti dalam penelitian ini sangat dibutuhkan karena peneliti sebagai human Instrumen, artinya ia sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis data, Penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil dari penelitiannya dengan cara melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi dari lapangan, sehingga peneliti lebih mudah untuk mengetahui dan memahami gambaran yang lebih jelas tentang objek dari penelitiannya sehingga dalam hal ini peneliti bertindak sebagai partisipan penuh, dalam artian kehadiran peneliti dilapangan merupakan suatu hal yang wajib bagi peneliti. karna, kehadiran peneliti di lapangan dirasa penting dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh peneliti untuk mencapai tujuan penelitian.
Selain itu peran terpenting peneliti adalah untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh peneliti sesuai tujuan yang diharapkan Pada tahap awal, peneliti hadir di lapangan (ponpes Al-amin) hanya untuk menjalin  tali silaturahim sebagai metode pendekatan dalam penelitian yang hendak dilakukan. Dan peneliti menyempatkan diri untuk melihat dokumentsi yang ada sebagai seperangkat sembur data yang akan dijadikan sebgai acuan nanti dalam pelaksanaan penelitian.
Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di pondok pesantren Al-amien Prenduan, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep dalam penerapkan nilai-nilai islam untuk membentuk kepribadian santri. Dikarenakan peneliti adalah sebagai alumni di pondok pesantren Al-amien dan dirasa sangat menarik dengan mengangkat judul tersebut.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dimana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sember data disebut responden. Apabila peneliti menggunakan tehknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, diam atau gerak atau proses sesuatu. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data. Kemudian sumber datanya bersumber dari manusia dan non manusia.
Adapun data yang diperoleh dirumuskan dalam bentuk wawancara dan pengamatan lapangan (observasi). Sedangkan data yang bersumber dari non manusia adalah dokumentasi-dokumentasi yang berisi tentang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.
Jadi sumber data dalam penelitian ini  adalah pengasuh pondok, ustadzah  pengurus pondok dan santri atau siswa (manusia), sedangkan yang di maksud sumber data (non manusia) adalah dokumen-dokumen  atau catatan yang berisi tentang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, jika peneliti menggunakan dokumentasi.
Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga macam teknik pengumpulan data, yaitu:
Metode Observasi atau Pengamatan.
Menurut Margono Observasi adalah “pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian”. Pengamatan merupakan sebuah tekhnik pengumpulan data yang mana mengharuskan peneliti turun langsung kelapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan. Tetapi tidak semua harus diamati oleh peneliti, hanya hal-hal yang terkait atau sangat relevan dengan data yang dibutuhkan.
Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa observasi adalah instrumen penelitian dengan jalan mengamati secara langsung terhadap gejala atau kejadian yang sedang berlangsung melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap.
Dari segi keterlibatan observer (orang yang melakukan observasi), dapat dipilah menjadi: dua
observasi partisipan (observasi peranserta, observasi terlibat).
adalah suatu proses pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan ikut mengambil bagian dalam domain objek yang diamati.
observasi non partisipan (dalam pustaka lain disebut observasi tanpa peranserta, atau observasi tak terlibat)
adalah kegiatan pengamatan dimana observer tidak ikut dalam kehidupan objek yang diobservasi dan secara terpisah berkedudukan sebagai pengamat. Sedangkan
Dengan demikian, peran yang dilakukan oleh observer non partisipan hanya satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan. Sedangkan dalam observasi partisipan penelitian melakukan dua peran sekaligus, yaitu sebagai pengamat dan sekaligus juga menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamati.
Dengan demikian dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi non partisipan, dikarenakan observer tidak ikut dalam kehidupan objek yang diobservasi dan secara terpisah berkedudukan sebagai pengamat.
Metode Wawancara
Wawancara atau metode interview dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistemik dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan. Wawancara dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu wawancara tersetruktur dan wawancara tidak tersetruktur.
Wawancara Tidak tersetuktur
Wawancara tidak tersetuktur yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Tentu saja dalam wawancara tidak tersetuktur ini kreatifitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawacara dengan jenis pedoman ini lebih banyak tergantung dari pewawacara. Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban responden. Jenis intervieu ini cocok untuk penelitian kasus.
Wawancara Tersetuktur
Wawancara Tersetuktur adalah pedoman Wawancara yang pertanyaan-pertanyaannya telah disiapkan. 
Dalam penelitian ini, wawancara yang digunakan adalah wawancara berencana, yaitu sebuah bentuk wawancara dimana peneliti menyusun daftar pertanyaan yang dipergunakan sebagai pedoman untuk mewawancarai informan. Wawancara ini sama halnya dengan wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan untuk mencari jawaban.
Metode Dokumentasi
Dokumentasi ialah teknik pengumpulan data dan informasi melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti dalam arti metode pengumpulan data yang berasal dari sumber non manusia. Metode dokumentasi diantara kegiatannya mencari data mengenai hal-hal atau bukti-bukti tertulis yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda dan sebagainya.
Dokumen-dokumen yang dikumpulkan akan membantu peneliti dalam memahami fenomena yang terjadi di lokasi penelitian dan membantu dalam membuat interpretasi data, serta dalam menyusun teori dan melakukan validitas data. Maka setelah instrument dokumentasi dibuat, maka peneliti mendatangi lokasi penelitian guna melakukan pencatatan data dokumentasi yang diperlukan untuk menunjang validitas informasi atau data yang diperoleh peneliti.
Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Secara sederhana analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.
Adapun teknik analisis data dalam penelitian kualitatif yaitu reduksi data (pengecekan,pengelompokan,dan pemberian kode), display data (penyajian data) dan kesimpulan dan Verifikasi data.
Reduksi Data
Reduksi data ini sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lokasi penelitian. Reduksi data berlangsung secara terus-menerus selama penelitian berlangsung bahkan sampai data benar-benar terkumpul.
Adapun tahap-tahap dalam melakukan reduksi data kualitatif ini adalah:
Pengecekan (Checking)
Pada langkah ini, peneliti harus mengecek kembali lengkap tidaknya data penelitian. Pengecekan data dilakukan dengan memeriksa kembali lembar transkrip data wawancara observasi, dan dokumen yang ada. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kelengkapan data atau informasi yang diperlukan.
Hasil cheking ini berupa pembetulan kesalahan, kembali lagi kelapangan, atau mengedrop item yang tidak dapat dibetulkan.
Pengelompokan (Organizing)
Dalam tahapan ini peneliti akan mengelompokan jawaban-jawaban dan data-data yang telah dikumpulkan atau mengklasifikasikan data sesuai dengan arah fokus penelitian dalam lembar klasifikasi peneliti dalam pengurutkan analisis data sesuai dengan fokus penelitian.
Pemberian kode (Codding)
Pemberian kode ini dimaksudkan untuk menentukan data atau informasi berdasarkan teknik pengumpulan data. Pemberian kode pada jawaban-jawaban sangat penting sebab memudahkan peneliti dalam melakukan analisis data. Adapun kode yang akan  digunakan Oleh peneliti yaitu:
Kode Wawancara
W/I.1/F1/T1/Jam/Tanggal
Keterangan :    W : Wawancara
      I : Informan
      F : Fokus Penelitian
      T : Tempat Penelitian
Kode Observasi
O/F1/T1/Jam/Tanggal
Keterangan :    O : Observasi
      F : Fokus Penelitian
      T : Tempat Penelitian
Kode Dokumentasi
D/F1/T1/Jam/Tanggal
Keterangan :    D : Dokumentasi
      F : Fokus Penelitian
      T : Tempat Penelitian
Display Data (Penyajian Data)
Penyajian data ini merupakan sekumpulan informasi tersusun dalam bentuk uraian naratif, bagan, tabel, dan lain sejenisnya. Penyajian data dalam bentuk-bentuk tersebut akan memudahkan peneliti dalam menggabungkan informasi, memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja penelitian selanjutnya.
Kesimpulan dan Verifikasi data
Penarikan kesimpulan dilakukan manakala peneliti sudah yakin dengan temuan-temuannya. Akan tetapi jika peneliti masih ragu terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitiannya, maka dilakukan verifikasi data (pengecekan ulang). Penarikan kesimpulan data dan verifikasi data ini bertujuan untuk validitas data yang  telah terkumpul dan untuk menyimpulkan hasil penelitian.
Pengecekan Keabsahan Data
Untuk mengetahui valid tidaknya data yang telah diperoleh dalam proses penelitian dilapangan dan bisa dipertanggung jawabkan, maka peneliti akan berusaha mengecek kembali terhadap data-data yang telah diperoleh dilapangan. Adapun teknik – teknik yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data, dan tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan waktu perpanjangan keikutsertaan di tempat penelitian. Hal ini merupakan hal yang harus dilakukan demi lengkap dan terkumpulnya data dari data–data yang ada. Dengan demikian peneliti mendapat manfaat yakni mengetahui kondisi riil dan situasi yang sesunggunhnya terjadi serta untuk mengetahui validitas dari data yang di dapat.
Ketekunan Peneliti
Ketekunan peneliti berarti mencari data secara terus-menerus, rinci, seksama  dan berusaha menemukan ciri-ciri atau unsur-unsur dalam situasi yang sesuai dengan permasalahan yang sedang diamati terkait dengan topik dan persoalan–persoalan di sekitar permasalahan yang menjadi objek penelitian.
Triangulasi
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data data itu untuk keperluan pengecekan atau perbandingan terhadap data tersebut. Adapun teknik Trianggulasi ada 3 yaitu sumber, metode, dan teori.
sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh peneliti dari informan. Seperti membandingkan informasi yang diperoleh dari informan yang disampaikan secara umum dengan informasi yang disampaikan informan secara pribadi.
metode, yaitu suatu teknik pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian melalui teknik pengumpulan data. Seperti mengecek informasi melalui metode wawancara, observasi dan dokumentasi.
teori, yaitu suatu teknik pengecekan derajat kepercayaan melalui teori yang ada.
Analisis Kasus Negatif
Teknik analisis Kasus negatif ini dilakukan dengan cara mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan fokus penelitian serta kecenderungan informasi yang telah dikumplkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.
Tahap-tahap Penelitian
Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini ada 3 yaitu: Tahap Pra Lapangan, Tahap Pekerjaan lapangan, dan Tahap Analisis Data.
Tahap Pra Lapangan
Tahapan pra lapangan merupakan tahapan awal dalam suatu penelitian atau hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum peneliti  melaksanakan penelitian kelokasi penelitian. Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan diantaranya:
Menyusun Rancangan Penelitian
Memilih lapangan atau Lokasi penelitian
Mengurus Perizinan
Menjajaki dan menilai keadaan Lapangan.
Memilih dan memanfaatkan Informasi
Menyiapkan perlengkapan Penelitian.
Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahapan Pekerjaan lapangan merupakan suatu hal yang harus dilaksanakan dilokasi penelitian. Tahapan Pekerjaan lapangan  meliputi memahami latar belakang Penelitian, Persiapan diri, memasuki lapangan serta mengumpulkan data.
Tahap Analisis Data
Tahapan analisis data merupakan suatu tahapan menganalisis atau penguraian data yang diperoleh dari pekerjaan lapangan. Dalam tahap ini peneliti melakukan pengecekan, pengorganisasian, serta memaparkan atau mendiskripsikan hasil temuannya.

















Daftar Rujukan
Muhibuddin, Pasang Surut Pesantren Di Panggung Sejarah, Mozaik Pesantren, Media Informasi Dan Pemikiran Pesantren, (Jakarta: PT Ababil Citra Media, 2005)
Wahid Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta: PT LKIS Printing Cemerlang, 2001)
Marhumah Ema, Konstruksi Social Gender Di Peantren  (Studi Kuasa Kiayi Atas Wacana Perempuan), (Yogyakarta: PT LKIS Printing Cemerlang, 2011)
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka)
Sujanto Agus,  dkk,  Psikologi  Kepribadian  (Jakarta:  Bumi Aksara, 1984)
Idris Jauhari Muhammad, Pengantar Ilmu Jiwa Umum Dengan Konfirmasi Islam, (Sumenep: Multimedia Press, 2010)
Dhofier Zamakhsyari, tradisi pesantren, (Jakarta: LP3ES, 2011)
Siswanto, Filsafat Dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2015 )
Acmadi, Ideologi Pendidikan Islam Paradigm Humanism Teosentrisi, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010)
Daud Ali Muhammad, Pendidikan Agama Islam,(Jakarta :Rajawali Pers, 2013)
Muslih, Syafaat Aat, Sahrani Sohari, Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008)
Yusuf Syamsu, dkk, Teori Kepribadian, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011).
Yaumi Muhammad, Pendidikan Karakter Landasan Pilar Dan Implementasi (Jakarta : Prenadamedia Group, 2014)
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah Uin Maulana Malik Ibrahim Malang, Pendidikan Islam Dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, (Malang: UIN Malang Press, 2009)
Zaini Wahid, Dunia Pemikir Kaum Santri, (yogyakarta: LKPSM NU DIY, 1994)
Jamali, Kaum Santri Dan Tantangn Kontemporer (Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan Dan Transformasi Pesantren), (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999)
Soebahar Halim, Modernisasi Pesantren Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai Dan Sistem Pendidikan Pesantren, (Yogyakarta: PT. Lkis Printing Cemerlang, 2013)
J Moeloeng Lexy, Metode Penelitian Kualitatf, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008)
Bungin Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012)
Suharsimi, Arikunto, Prosedur Peneitian: Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2006)
S. Margono, MetodologiPenelitianPendidikan, (Jakarta: RinekaCipta, 2007)
Patilima Hamid, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2007)
Arif Saiful, Pembentukan Keterampilan Mengajar, (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2010)
Buna’i, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Pamekasan; STAIN Pamekasan Press, 2006)
Pedoman penulisan karya ilmiah  (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2012)
Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2014)
Kasiram Moh, Metodologi Penelitian Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010)
Prastowo Andi, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2014)

Saturday, February 6, 2016

DIKLAT GURU




 DIKLAT GURU
DALAM RANGKA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

MATA DIKLAT: 2. ANALISIS MATERI AJAR
JENJANG: SD/SMP/SMA
MATA PELAJARAN:  KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC







KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TAHUN 2013







PENDEKATAN PENDEKATAN ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN
A.        Esensi Pendekatan Ilmiah
Pembelajaran merupakan proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.

Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.  Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemjdian memformulasi dan menguji hipotesis.

B.        Pendekatan Ilmiah dan Nonilmiah dalam Pembelajaran
Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradidional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persensetelah lima belas menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen.
Proses pembelajaran harus dipandu dengan kaida-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.
1.         Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2.         Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3.         Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4.         Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.
5.         Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
6.         Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7.         Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai nonilmiah.Pendekatan nonilmiah dimaksud meliputisemata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat,prangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis.
1.         Intuisi. Intuisi sering dimaknai sebagai kecakapan praktis yang kemunculannya bersifat irasional dan individual. Intuisi juga bermakna kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki oleh seseorang atas dasar pengalaman dan kecakapannya. Istilah ini sering juga dipahami sebagai penilaian terhadap sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara cepat dan berjalan dengan sendirinya. Kemampuan intuitif itu biasanya didapat secara cepat tanpa melalui proses panjang dan tanpa disadari. Namun demikian, intuisi sama sekali menafikan dimensi alur pikir yang sistemik dan sistematik.
2.         Akal sehat. Guru dan peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran, karena memang hal itu dapat menunjukan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang benar. Namun demikian, jika guru dan peserta didik hanya semata-mata menggunakan akal sehat dapat pula menyesatkanmereka dalam proses dan pencapaian tujuan pembelajaran.
3.         Prasangka. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata-mata atas dasar akal sehat (comon sense) umumnya sangat kuat dipandu kepentingan orang (guru, peserta didik, dan sejenisnya) yang menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu kuat didompleng kepentingan pelakunya, seringkali mereka menjeneralisasi hal-hal khusus menjadi terlalu luas. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan akal sehat berubah menjadi prasangka atau pemikiran skeptis. Berpikir skeptis atau prasangka itu memang penting, jika diolah secara baik. Sebaliknya akan berubah menjadi prasangka buruk atau sikap tidak percaya, jika diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan peserta didik.
4.         Penemuan coba-coba. Tindakan atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang bermakna. Namun demikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan dengan caracoba-coba selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki kepastian, dan tidak bersistematika baku. Tentu saja, tindakan coba-coba itu ada manfaatnya dan bernilai kreatifitas. Karena itu, kalau memang tindakan coba-coba ini akan dilakukan, harus diserta dengan pencatatan atas setiap tindakan, sampai dengan menemukan kepastian jawaban. Misalnya, seorang peserta didik mencoba meraba-raba tombol-tombol sebuah komputer laptop, tiba-tiba dia kaget komputer laptop itu menyala. Peserta didik pun melihat lambang tombol yang menyebabkan komputer laptop itu menyala dan mengulangi lagi tindakannya, hingga dia sampai pada kepastian jawaban atas tombol dengan lambang  seperti apa yang bisa memastikan bahwa komputer laptop itu bisa menyala.
5.         Berpikir kritis.Kamampuan berpikir kritis itu ada pada semua orang, khususnya mereka yang normal hingga jenius. Secara akademik diyakini bahwa pemikiran kritis itu umumnya dimiliki oleh orang yang bependidikan tinggi. Orang seperti ini biasanya pemikirannya dipercaya benar oleh banyak orang. Tentu saja hasil pemikirannya itu tidak semuanya benar, karena bukan berdasarkan hasil esperimen yang valid dan reliabel, karena pendapatnya itu hanya didasari atas pikiran yang logis semata.
C.        Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA atau yang sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan  menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalahpeningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik(soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.  Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi  tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini.
1.         Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan  tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.
a.              Menentukan objek apa yang akan diobservasi
b.             Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
c.              Menentukan  secara jelas  data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
d.             Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
e.             Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
f.               Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
Kegiatan observasi  dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut.
a.         Observasi biasa (common observation). Pada observasi biasa untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan observasi (complete observer). Di sini peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.
b.        Observasi terkendali (controlled observation).  Seperti halnya observasi biasa, padaobservasi terkendali untuk kepentingan pembelajaran, peserta didiksama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.Merepa juga tidak memiliki hubungan apa pun dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Namun demikian, berbeda dengan observasi biasa, pada observasi terkendalipelaku atau objek  yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan observasi terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau eksperimen  atas diri pelaku atau objek yang diobservasi.
c.         Observasi partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Sejatinya, observasi semacam ini paling lazim dilakukan dalam penelitian antropologi khususnya etnografi. Observasi semacam ini mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati. Di bidang pengajaran bahasa, misalnya, dengan menggunakan pendekatan ini berarti peserta didik hadir dan “bermukim” langsung di tempat subjek atau komunitas tertentu dan pada waktu tertentu pula untuk  mempelajari bahasa atau dialek setempat, termasuk melibakan diri secara langsung dalam situasi kehidupan mereka.
Selama proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan dua cara pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud  yaitu observasi berstruktur dan observasi tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini.
a.         Observasi berstruktur.  Pada observasi berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena subjek, objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan oleh secara sistematis di bawah bimbingan guru.
b.        Observasi tidak berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, tidak ditentukan secara baku atau rijid mengenai apa yang harus diobservasi oleh peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat dalam memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang diobservasi.
Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dam guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (1) kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual; (2) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara audio-visual; dan (3) alat-alat lain sesuai dengan keperluan.
Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotalberupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi.  Alat mekanikalberupa alat mekanik yang dapat dipakai untuk memotret atau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini.
a.         Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran.
b.        Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi. Makin banyak dan hiterogensubjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu  dilakukan. Sebelum obsevasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan.
c.         Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya,  serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.
2.         Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!
a.         Fungsi bertanya
§   Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian  peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
§   Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
§   Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.
§   Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
§   Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
§   Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir,  dan menarik  simpulan.
§   Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
§   Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
§   Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
b.        Kriteria pertanyaan yang baik
§   Singkat dan jelas.Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai faktor-faktor yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang? (2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang? Pertanyaan kedua lebih singkat dan lebih jelas dibandingkan dengan pertanyaan pertama.
§   Menginspirasi jawaban. Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama itu sangat penting pada bangsa yang multiagama. Jika suatu bangsa gagal membangun semangat kerukukan beragama, akan muncul aneka persoalan sosial kemasyarakatan. Coba jelaskan dampak sosial apa saja yang muncul, jika suatu bangsa gagal membangun kerukunan umat beragama?Dua kalimat yang mengawali pertanyaan di muka merupakan contoh yang diberikan guru untuk menginspirasi jawaban peserta menjawab pertanyaan.
§   Memiliki fokus. Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan? Untuk pertanyaan seperti ini sebaiknya masing-masing peserta didik diminta memunculkan satu jawaban. Peserta didik pertama hingga kelima misalnya menjawab: kebodohan, kemalasan, tidak memiliki modal usaha, kelangkaan sumber daya alam, dan keterisolasian geografis. Jika masih tersedia alternatif jawaban lain, peserta didik yang keenam dan seterusnya, bisa dimintai jawaban. Pertanyaan  yang luas seperti di atas dapat dipersempit, misalnya: Mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan? Pertanyaan seperti ini dimintakan jawabannya kepada peserta didik secara perorangan.
§   Bersifat probing atau divergen.Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, apakah peserta didik harus rajin belajar?(2) Mengapa peserta didik yang sangat malas belajar cenderung menjadi putus sekolah? Pertanyaan pertama cukup dijawab oleh  peserta didik dengan Ya atau Tidak. Sebaliknya, pertanyaan kedua menuntut jawaban yang bervariasi urutan jawaban dan penjelasannya, yang kemungkinan memiliki bobot kebenaran yang sama.
§   Bersifat validatif atau penguatan. Pertanyaan dapat diajukan dengan cara meminta kepada peserta didik  yang berbeda untuk menjawab pertanyaan yang sama. Jawaban atas pertanyaan itu  dimaksudkan untuk memvalidsi atau melakukan penguatan atas jawaban peserta didik sebelumnya. Ketika beberapa orang peserta didik telah memberikan jawaban yang sama, sebaiknya guru menghentikan pertanyaan itu atau meminta mereka memunculkan jawaban yang lain yang berbeda, namun sifatnya menguatkan. Contoh:

o    Guru: “mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan”?
o    Peserta didik I: “karena orang yang malas lebih banyak diam ketimbang bekerja.”
o    Guru: “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
o    Peserta didik II: “karena lebih banyak diam ketimbang bekerja, orang yang malas tidak produktif”
o    Guru  : “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
o    Peserta didik III: “orang malas tidak bertindak aktif, sehingga kehilangan waktu terlalu banyak untuk bekerja, karena itu dia tidak produktif.”
o    Dan seterusnya

§   Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang.Untuk menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik memerlukan waktu yang cukup untuk memikirkan jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata. Karena itu, setelah mengajukan pertanyaan, guru hendaknya menunggu beberapa saat sebelum meminta atau menunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan itu.

Jika dengan pertanyaan tertentu tidak ada peserta didik yang bisa menjawah dengan baik, sangat dianjurkan guru mengubah pertanyaannya. Misalnya: (1) Apa faktor picu utama Belanda menjajah Indonesia?; (2) Apa motif utama Belanda menjajah Indonesia? Jika dengan pertanyaan pertama guru belum memperoleh jawaban yang memuaskan, ada baiknya dia mengubah pertanyaan seperti pertanyaan kedua.

§   Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif. Pertanyaan guru yang baik membuka peluang peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir yang makin meningkat, sesuai dengan tuntunan tingkat kognitifnya. Guru mengemas atau mengubah pertanyaan yang menuntut jawaban dengan tingkat kognitif rendah ke makin tinggi, seperti dari sekadar mengingat fakta ke pertanyaan yang menggugah kemampuan kognitif  yang lebih tinggi, seperti pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-kata kunci pertanyaan ini, seperti: apa, mengapa, bagaimana, dan seterusnya.

§   Merangsang proses interaksi. Pertanyaan guru yang baik mendorong munculnya interaksi dan suasana menyenangkan pada diri peserta didik.Dalam kaitan ini, setelah menyampaikan pertanyaan, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik mendiskusikan jawabannya. Setelah itu, guru memberi kesempatan kepada seorang atau beberapa orang peserta didik diminta menyampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pola bertanya seperti ini memposisikan guru sebagai wahana pemantul.
c.         Tingkatan Pertanyaan
Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk memberikan jawaban yang baik dan benar pula. Guru harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan disentuh, mulai dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang menggambarkan tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan berikut ini.







Tingkatan
Subtingkatan
Kata-kata kunci pertanyaan
Kognitif yang lebih rendah
§  Pengetahuan (knowledge)
§  Apa...
§  Siapa...
§  Kapan...
§  Di mana...
§  Sebutkan...
§  Jodohkan atau pasangkan...
§  Persamaan kata...
§  Golongkan...
§  Berilah nama...
§  Dll.
§  Pemahaman (comprehension)
§  Terangkahlah...
§  Bedakanlah...
§  Terjemahkanlah...
§  Simpulkan...
§  Bandingkan...
§  Ubahlah...
§  Berikanlah interpretasi...
§  Penerapan (application
§  Gunakanlah...
§  Tunjukkanlah...
§  Buatlah...
§  Demonstrasikanlah...
§  Carilah hubungan...
§  Tulislah contoh...
§  Siapkanlah...
§  Klasifikasikanlah...
Kognitif yang lebih tinggi
§  Analisis (analysis)

§  Analisislah...
§  Kemukakan bukti-bukti…
§  Mengapa…
§  Identifikasikan…
§  Tunjukkanlah sebabnya…
§  Berilah alasan-alasan…
§  Sintesis (synthesis)
§  Ramalkanlah…
§  Bentuk…
§  Ciptakanlah…
§  Susunlah…
§  Rancanglah...
§  Tulislah…
§  Bagaimanakita dapat memecahkan…
§  Apa yang terjadi seaindainya…
§  Bagaimana kita dapat memperbaiki…
§  Kembangkan…
§  Evaluasi (evaluation)
§  Berilah pendapat…
§  Alternatif mana yang lebih baik…
§  Setujukah anda…
§  Kritiklah…
§  Berilah alasan…
§  Nilailah…
§  Bandingkan…
§  Bedakanlah…


3.         Menalar
a.       Esensi Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.  Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan  antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.
Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola ineraksi itu dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R).  Teori ini dikembangan kerdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut Thorndike, proses pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara perlahan atau inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba. Thorndike mengemukakan berapa hukum dalam proses pembelajaran.
§    Hukum efek (The Law of Effect), di mana intensitas hubungan antara stimulus (S) dan respon (R) selama proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh konsekuensi dari hubungan yang terjadi. Jika akibat dari hubungan S-R itu dirasa menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan mengalami penguatan. Sebaliknya, jika akibat hubungan S-R dirasa tidak menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan melemah. Menurut Thorndike, efek dari reward (akibat yang menyenangkan) jauh lebih besar dalam memperkuat perilaku peserta didik dibandingkan efek punishment (akibat yang tidak menyenangkan) dalam memperlemah perilakunya. Ini bermakna bahwa reward akan meningkatkan perilaku peserta didik, tetapi punishment belum tentu akan mengurangi atau menghilangkan perilakunya.
§    Hukum latihan (The Law of Exercise). Awalnya, hukum ini terdiri dari duajenis, yang setelah tahun 1930 dinyatakan dicabut oleh Thorndike. Karena dia menyadari bahwa latihan saja tidak dapat memperkuat atau membentuk perilaku. Pertama, Law of Use yaitu hubungan antara S-R akan semakin kuat jika sering digunakan atau berulang-ulang. Kedua, Law of Disuse, yaitu hubungan antara S-R akan semakin melemah jika tidak dilatih atau dilakukan berulang-ulang.Menurut Thorndike, perilaku dapat dibentuk dengan menggunakan penguatan (reinforcement). Memang, latihan berulang tetap dapat diberikan, tetapi yang terpenting adalah individu menyadari konsekuensi perilakunya.

§    Hukum kesiapan (The Law of Readiness). Menurut Thorndike, pada prinsipnya apakah sesuatu itu akan menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk dipelajari tergantung pada kesiapan belajar individunya. Dalam proses pembelajaran, hal ini bermakna bahwa jika peserta dalam keadaan siap dan belajar dilakukan, maka merekaakan merasa puas. Sebaliknya, jika pesert didik dalam keadaan tidak siap dan belajar terpaksa dilakukan, maka mereka akan merasa tidak puas bahkan mengalami frustrasi. Prinsip-prinsip dasar dari Thorndike kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning atau pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman operan adalah bentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi.
Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta didik makin giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya dalam menghubungkan S dengan R. Kaidah dasar yang digunakan dalam teori S-R adalah:
§    Kesiapan (readiness). Kesiapan  diidentifikasi berkaitan langsung dengan motivasi peserta didik. Kesiapan itu harus ada pada diri guru dan peserta didik. Guru harus benar-benar siap mengajar dan peserta didik benar-benar siap menerima pelajaran dari gurunya. Sejalan dengan itu, segala sumber daya pembelajaran pun perlu disiapkan secara baik dan saksama.
§    Latihan (exercise). Latihan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berulang oleh peserta didik. Pengulangan ini memungkinkan hubungan antara S dengan R makin intensif dan ekstensif.
§    Pengaruh (effect). Hubungan yang intensif dan berulang-ulang antara S dengan R akan meningkatkan kualitas ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik sebagai hasil belajarnya. Manfaat hasil belajar yang diperoleh oleh peserta didik dirasakan langsung oleh mereka dalam dalam dunia kehidupannya.
Kaidah atau prinsip “pengaruh” dalam pembelajaran berkaitan dengan kemamouan guru menciptakan suasana, memberi penghargaan, celaan, hukuman, dan ganjaran. Teori S – S ini memang terkesan robotik. Karenanya, teori ini terkesan mengenyampingkan peranan minat, kreativitas, dan apirasi peserta didik.
Oleh karena tidak semua perilaku belajar atau pembelajaran dapat dijelaskan dengan pelaziman sebagaimana dikembangkan oleh  Ivan Pavlov, teori asosiasi biasanya menambahkan teori belajar sosial (social learning) yang dikembangkan oleh Bandura. Menurut Bandura, belajar terjadi karena proses peniruan (imitation). Kemampuan peserta didik dalam meniru respons menjadi pengungkit utama aktivitas belajarnya. Ada empat konsep dasar teori belajar sosial (social learning theory) dari Bandura.

§   Pertama, pemodelan (modelling), dimana peserta didik belajar dengan cara meniru perilaku orang lain (guru, teman, anggota masyarakat, dan lain-lain) dan pengalaman vicarious yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain itu.
§   Kedua, fase belajar, meliputi fase memberi perhatian terhadap model (attentional), mengendapkan hasil memperhatikan model dalam pikiran pebelajar (retention), menampilkan ulang perilaku model oleh pebelajar (reproduction), dan motivasi (motivation) ketika peserta didik berkeinginan mengulang-ulang perilaku model yang mendatangkan konsekuensi-konsekuensi positif dari lingkungan.
§   Ketiga, belajar vicarious, dimana peserta didik belajar dengan melihat apakah orang lain diberi ganjaran atau hukuman selama terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu.
§   Keempat, pengaturan-diri (self-regulation), dimana peserta didik mengamati, mempertimbangkan, memberi ganjaran atau hukuman terhadap perilakunya sendiri.
Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temannya di kelas.
Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
§   Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
§   Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
§   Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
§   Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
§   Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
§   Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
§   Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
§   Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.
d.             Cara menalar
Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalardengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum.Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik.
Contoh:
v   Singa binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan
v   Harimau binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan
v   Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan
v   Simpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternatif. Pada penalaran deduktif tedapat premis, sebagai proposisi menarik simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu  langsung dan tidak langsung. Simpulan secara langsung ditarik dari satu premis,sedangkan simpulan tidak langsung ditarik dari dua premis.
Contoh :
v   Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
v   Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperas.
v   Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
e.        Analogi dalam Pembelajaran
Selama proses pembelajaran, guru dan pesert didik sering kali menemukan fenomena yang bersifat analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian, guru dan peserta didik adakalamua menalar secara analogis. Analogi adalah suatu proses penalaran dalam pembelajaran dengan cara membandingkan sifat esensial yang mempunyai kesamaan atau persamaan.
Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Seperti halnya penalaran, analogi terdiri dari dua jenis, yaitu analogi induktif dan analogi deduktif. Kedua analogi itu dijelaskan berikut ini.
Analogi induktif disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena atau gejala. Atas dasar persamaan dua gejala atau fenomena itu ditarik simpulan bahwa apa yang ada pada fenomena atau gejala pertama terjadi juga pada fenomena atau gejala kedua. Analogi induktif merupakan suatu “metode menalar” yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu simpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua fenomena atau gejala khusus yang diperbandingkan.
Contoh:
Peserta didik Pulan merupakan pebelajar yang tekun. Dia lulus seleksi Olimpiade Sains Tingkat Nasional tahun ini. Dengan demikian, tahun ini juga,Peserta didik Pulan akan mengikuti kompetisi pada Olimpiade Sains Tingkat Internasional. Untuk itu dia harus belajar lebih tekun lagi.
Analogi deklaratif merupakan suatu“metode menalar” untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu fenomena atau gejala yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal.Analogi deklaratif ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru, fenomena, atau gejala menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dketahui secara nyata dan dipercayai.


Contoh:
Kegiatan kepeserta didikan akan berjalan baik jika terjadi sinergitas kerja antara kepala sekolah, guru, staf tatalaksana, pengurus organisasi peserta didik intra sekolah, dan peserta didik. Seperti halnya kegiatan belajar, untuk mewujudkan hasil yang baik diperlukan sinergitas antara ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
f.          Hubungan Antarfenomena
Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan antarfenomena atau gejala sangat penting dalam proses pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Di sinilah esensi bahwa guru dan peserta didik dituntut mampu memaknai hubungan antarfenonena atau gejala, khususnya hubungan sebab-akibat.
Hubungan sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa fakta yang satu dengan datu atau beberapa fakta yang lain.Suatu simpulan yang menjadi sebab dari satu atau beberapa fakta itu atau dapat juga menjadi akibat dari satuatau beberapa fakta tersebut.
Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yang disebut dengan penalaran induktif sebab-akibat. Penalaran induksi sebab akibat terdiri dri tiga jenis.
§    Hubungan sebab–akibat. Pada penalaran hubungan sebab-akibat, hal-hal yang menjadi sebab dikemukakan terlebih dahulu, kemudian ditarik simpulan yang berupa akibat.
Contoh:
Bekerja keras, belajar tekun, berdoa, dan tidak putus asa adalah faktor pengungkit yang  bisa membuat kita mencapai puncak kesuksesan.
§    Hubungan akibat–sebab. Pada penalaran hubungan akibat-sebab, hal-hal yang menjadi akibat dikemukakan terlebih dahulu, selanjutnya ditarik simpulan yang merupakan penyebabnya.
Contoh :
Akhir-ahir ini sangat marak kenakalan remaja, angka putus sekolah, penyalahgunaan Nakoba di kalangan generasi muda, perkelahian antarpeserta didik, yang disebabkan oleh pengabaian orang tua dan ketidaan keteladanan tokoh masyarakat, sehingga mengalami dekandensi moral secara massal.
§    Hubungan sebab–akibat 1 – akibat 2. Pada penalaran hubungan sbab-akibat 1 –akibat 2, suatu  penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat yang pertama menjadi penyebab, sehingga menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua menjadi penyebab sehingga menimbulkan akibat ketiga, dan seterusnya.
Contoh:
Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, hidupnya terisolasi. Keterisolasian itu menyebabkan mereka kehilangan akses untuk melakukan aktivitas ekonomi, sehingga muncullah kemiskinan keluarga yang akut. Kemiskinan keluarga yang akut menyebabkan anak-anak mereka tidak berkesempatan menempuh pendidikan yang baik. Dampak lanjutannya, bukan tidak mungkin terjadi kemiskinan yang terus berlangsung secara siklikal.
§    Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7)membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini.
a.         Persiapan
§   Menentapkan tujuan eksperimen
§   Mempersiapkan alat atau bahan
§   Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didikserta alat atau bahan yang tersedia. Di sini guru perlu menimbang apakah peserta didik akan melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran
§   Memertimbangkanmasalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin timbul
§   Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapa-tahapan yang harus dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau membahayakan.

b.        Pelaksanaan
§   Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil dengan baik.
§   Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran.
c.         Tindak lanjut
a.         Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru
b.         Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik
c.          Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen.
d.         Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen.
e.         Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat yang digunakan

Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kolaboratif? Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknaikerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika  pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama. 
http://yherlanti.files.wordpress.com/2011/09/zpd.gif?w=500Hasil penelitian Vygotsky membuktikan bahwa ketika peserta didik diberi tugas untuk dirinya sediri, mereka akan bekerja sebaik-baiknya ketika bekerjasama atau berkolaborasi dengan temannya. Vigotsky merupakan salah satu pengagas teori konstruktivisme sosial. Pakar ini sangat terkenal dengan teori “Zone of Proximal Development” atau ZPD. Istilah ”Proximal” yang digunakan di sini bisa bermakna “next“. Menurut Vygotsky,  setiap manusia (dalam konteks ini disebut peserta didik) mempunyai potensi tertentu. Potensi tersebut dapat teraktualisasi dengan cara menerapkan ketuntasan belajar (mastery learning). Akan  tetapi di antara potensi dan aktualisasi peserta didik itu terdapat terdapat wilayah abu-abu.  Guru memiliki berkewajiban menjadikan wilayah “abu-abu”yang ada pada peserta didik itu dapat teraktualisasi dengan cara belajar kelompok.  
Seperti termuat dalam gambar, Vygostsky mengemukakan tiga wilayah  yang tergamit dalam ZPD yang disebut dengan “cannot yet do”,can do with help“, dan “can do alone“.  ZPD merupakan wilayah  “can do with help”yang sifatnya tidak permanen, jika proses pembelajaran mampu menarik pebelajar dari zona tersebut dengan cara kolaborasi atau pembelajaran kolaboratif.
Ada empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif. Dua sifat berkenaan dengan perubahan hubungan antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan dengan pendekatan baru dari penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat keempat menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.
§   Guru dan peserta didik saling berbagi informasi. Dengan pembelajaran kolaboratif,  peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai  dan membina ilmu pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai dengan teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan situasi pembelajaran. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara rijid.
Contoh:
Jika guru mengajarkan topik “hidup bersama secara damai.” Peserta didik yang mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan topik tersebut berpeluang menyatakan sesuatu pada sesi pembelajaran, berbagi idea, dan memberi garis-garis besar  arus komunikasi antar peserta didik. Jika peserta didikmemahami dan melihat fenomena nyata kehidupan bersama yang damai itu, pengalaman dan pengetahuannya dihargai dan dapat dibagikan dalam jaringan pembelajaran mereka. Mereka pun akan termotivasi untuk melihat dan mendengar. Di sini peserta didik juga dapat merumuskan kaitan antara proses pembelajaran yang sedang dilakukan dengan dunia sebenarnya.
a.         Berbagi tugas dan kewenangan. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri,  berbagi strategi dan informasi, menghormati antarsesa, mendoorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka mengambil peran secara terbuka dan bermakna.
b.        Guru sebagai mediator.Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai mediator atau perantara. Guru berperan membantu menghubungkan informasi  baru dengan pengalaman yang ada serta membantu peserta didik jika mereka mengalami kebutuan dan bersedia menunjukkan cara bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk belajar.
c.         Kelompok peserta didik yang heterogen. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didk yang tumbuh dan berkembang sangat penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas.  Pada kelas kolaboratif peserta didikdapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi informasi,serta mendengar atau membahas sumbangan informasi dari peserta didik lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul “keseragaman” di dalam heterogenitas peserta didik.
2.         Contoh Pembelajaran Kolaboratif
Guru ingin mengajarkan tentang konsep, penggolongan sifat, fakta, atau mengulangi informasi tentang objek. Untuk keperluan pembelajaran ini dia menggunakan media sortir kartu (card sort).  Prosedurnya dapat dilakukan seperti berikut ini.
§    Kepada peserta didik diberikan kartu indeks yang memuat informasi atau contoh yang cocok dengan satu atau lebih katagori.
§    Peserta didik diminta untuk mencari temannya dan menemukan orang yang memiliki kartu dengan katagori yang sama.
§    Berikan kepada peserta didik yang kartu katagorinya sama menyajikan sendiri kepada rekanhya.
§    Selama masing-masing katagori dipresentasikan oleh peserta didik, buatlah catatan dengan kata kunci (point) dari pembelajaran tersebut yang dirasakan penting.

a.         Macam-macam Pembelajaran Kolaboratif

Banyak merode yang dipakai dalam pembelajaran atau kelas kolaboratif. Beberapa di antaranya dijelaskan berikut ini.
§    JP = Jigsaw Proscedure. Pembelajaran dilakukan dengan cara peserta didik sebagai anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda mengenai suatu pokok bahasan. Agar masing-masing peserta didik anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasari   pada rata-rata skor tes kelompok.
§    STAD = Student Team Achievement Divisions.Peserta didik dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap kelompok bertindak saling membelajarkan. Fokusnya adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu peserta didik lainnya. Penilaian didasar­i pada pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok peserta didik.
§    CI = Complex Instruction.Titik tekan metode ini  adalam pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua peserta didiksebagai anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para peserta didik yang sangat heterogen. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok.
§    TAI = Team Accelerated Instruction. Metodeini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap peserta didik sebagai anggota kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap peserta didik mengerjakan soal-soal berikutnya. Namun jika seorang peserta didik belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasari pada hasil belajar individual maupun kelompok.
§    CLS = Cooperative Learning Stuctures. Pada penerapan metode pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua peserta didik (berpasangan). Seorang peserta didik bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua peserta didik yang saling berpasangan itu berganti peran.
§    LT = Learning Together. Pada metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan peserta didik yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.
§    TGT = Teams-Games-Tournament. Pada metode ini, setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasari pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok peserta didik.
§    GI = Group Investigation. Pada metode ini semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok.
§    AC = Academic-Constructive Controversy. Pada metode ini setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya.
§    CIRC = Cooperative Integrated Reading and Composition. Pada metode pembelajaran ini mirip dengan TAI. Metode pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para peserta didik saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.

b.           Pemanfaatan Internet

Pemanfaatan internet sangat dianjurkan dalam pembelajaran atau kelas kolaboratif.  Karena memang, internet merupakan salah satu jejaring pembelajaran dengan akses dan ketersediaan informasi yang luas dan mudah.  Saat ini internet telah menyediakan diri sebagai referensi yang murah dan mudah bagi peserta didik atau siapa saja yang hendak mengubah wajah dunia.
Penggunaan internet disarakan makin mendesak sejalan denan perkembangan pengetahuan terjadi secara eksponensial. Masa depan adalah milik peserta didik yang memiliki akses hampir ke seluruh informasi tanpa batas dan mereka yang mampu memanfaatkan informasi diterima secepat mungkin.