Saturday, April 13, 2019

Coblos Caleg No 1 DPR RI Partai PPP



Jangan lupa 17 April COBLOS NO 1 CALEG DPR RI XI, Bersama partai persatuan pembangunan

Friday, March 8, 2019

TANTANGAN PESANTREN DALAM ERA GLOBALISAI

TANTANGAN PESANTREN DALAM ERA GLOBALISAI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Isu-Isu Kontemporer Pendidikan Islam
Yang Dibina Oleh: Ibu Halimatus Sa`diyah, S, Pd, I. M, Pd, I



Oleh,

Muhammad Mahmudi
18201201010159





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI 




KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.Wr.Wb
     Puji syukur saya (penyusun) panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya yang berlimpah, kami dapat menyusun makalah ini dengan baik sesuai dengan kemampuan kami. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Untuk selanjutnya kami mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami sendiri dan juga mahasiswa yang sedang menempuh materi ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik agar makalah ini mendekati sempurna, kami sadar bahwa kesempurnaan hanya milik NYA. Akhir kata, semoga makalah yang kami susun ini berguna bagi kita semua. Amin-amin yarabbal ‘alamin.
Wassalamualaikum.Wr.Wb






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................i
DAFTAR  ISI .............................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .........................................................2
Rumusan Masalah ...................................................2
Tujuan ......................................................................3

BAB II PEMBAHASAN 
Pengertian Pesantren Salaf Dan Modern ..........7
keunggulan dan kelemahan dari pesantren sala................................................................................8
keunggulan dan kelemahan dari pesantren modern .......................................................................9
tantangan pesantern salaf dan modern di era globalisasi .................................................................10
sikap pesantren salaf dan modern dalam menghadapi tantangan tersebut ........................14

BAB III PENUTUP 
Kesimpula...................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

Monday, March 4, 2019

MAKALAH PERKEMBANGAN TARIKH TASYRI` DITINJAU DARI SEGI POLITIK DI INDONESIA

PERKEMBANGAN TARIKH TASYRI` DITINJAU DARI SEGI POLITIK DI INDONESIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tarikh Tasyri`
Yang Dibina Oleh: Bapak Drs.Moh. Zaini,MA.


Oleh,
Moh. Badri
18201301010183

                                                                          

STAIN-Logo-300x300.jpg






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
 2017







KATA PENGANTAR


                                                     بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Assalamualaukum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan rasa syukur yang sedalam-dalamnya kehadirat Allah SWT. Berkat kehendak dan ridho-Nya sehingga makalah mata kuliah Tarikh Tasyri’ ini dapat tersusun dan bisa diselesaikan sesuai dengan rencana.
Sholawat dan salam tidak lupa penuilis sampaikan kepada Rasulullah SAW atas keteladanan dan pengorbanan beliau dalam mendidik umatnya menjadi manusia yang berakhlak mulia.
Didalam makalah ini membicarakan tentang Sejarah Hukum Islam di Indonesia, dimulai dari Masa penjajahan Belanda, Masa Kemerdekaan, Masa orde lama dan orde baru, hingga masa reformasi.
Akhir dari pada itu penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, kepada para pembaca dan dosen pembimbing mohon saran dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan dan perbaikan makalah ini.







Oktober 2011Penulis







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................... ............................................................. i
DAFTAR  ISI............................................................................................... ii         
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ........................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ...................................................................... 3
C.     Tujuan ......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A.    Tarikh Tasyri` pada Masa Pra Pemerintahan Hindia Belanda .... 8
B.     Tarikh Tasyri` pada Masa Pendudukan Jepang ........................... 10
C.     Tarikh Tasyri` pada Masa Kemerdekaan ..................................... 11
D.    Tarikh Tasyri` pada Orde Lama dan Orde Baru .......................... 14
E.     Tarikh Tasyri pada Era Reformasi ................................................ 15

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpula ...................................................................................  17
B.     Saran ........................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................






BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Tarikh Tasyri`dewasa ini sebagian merupakan hukum yang tidak tertulis dalam kitab perundang-undangan, tetapi menjadi hukum yang hidup, berkembang dan berlaku serta dipatuhi oleh masyarakat Islam yang berdiri sendiri, disamping undang-undang tertulis. Dan ini merupakan keharusan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan serta hajat hidup masyarakat. Apalagi penduduk Indonesia sebagian besar beragama Islam. Dari sudut filsafat amat tepatlah kiranya meninjau nilai-nilai Tarikh Tasyri`dan eksistensinya dalam praktek pengadilan agama.
Sejalan dengan berlakunya Tarikh Tasyri`itu pemerintah Hindia Belanda membentuk pengadilan agama dimana berdiri pengadilan negeri dengan Staatsblad No. 152 dan 153, kemudian diiringi dengan terbentuknya Pengadilan Tinggi Agama (Mahkamah Syar’iyyah), yang berfungsi sebagai pengadilan tinggi banding dan terakhir berdasarkan pasal 7 staatsblad 1937 No. 610. Dan dalam tahun 1937 dengan staatsblad 1937 No. 638 dan 639 dibentuk pula Peradilan Agama di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur dengan nama Pengadilan Qadhi pada tingkat pertama dan Pengadilan Qadhi Besar pada tingkat banding dan terakhir.
Dengan demikian nyaris tidak ada perubahan berarti bagi posisi Tarikh Tasyri`selama masa pendudukan Jepang di tanah air. Namun bagaimanapun juga, masa pendudukan Jepang lebih baik daipada belanda dari sisi adanya pengalaman baru bagi para pemimpin Islam dalam mengatur masalah-masalah keagamaan.
Ketika Indonesia memasuki pintu kemerdekaan, muncul para nasionalis Islam (Islamic Nationalist) yang berjuang berasaskan Islam dan berpandangan bahwa negara dan masyarakatharus diaturoleh Islam, Islam sebagai agama dalam arti luas yaitu agama yang mengatur tidak hanya hubungan manusia dengan tuhan, tetapi juga mengatur hubungan antara sesama manusia serta sikap manusia terhadap lingkungannya.
Meskipun Tarikh Tasyri`adalah salah satu kenyataan umum yang selama ini hidup di Indonesia, dan atas dasar itu TAP MPRS tersebut membuka peluang untuk memposisikan Tarikh Tasyri`sebagaimana mestinya, namun lagi-lagi ketidak jelasan batasan perhatian itu membuat hal ini semakin kabur. Dan peranTarikh Tasyri`di era ini pun kembali tidak mendapatkan tempat yang semestinya.
Dengan demikian. Di era reformasi ini, terbuka peluang yang luas bagi system Tarikh Tasyri`untuk memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Kita dapat melakukan langkah-langkah pembaharuan, bahkan pembentukan hukum baru yang bersumber dan berlandaskan system hukum Islam, untuk kemudian dijadikan sebagai norma hukum positif yang berlakudalam hukum nasional kita.

  1. Rumusan Masalah
a.       Bagaimanakah Tarikh Tasyri` pada Masa Pra Pemerintahan Hindia Belanda ?
b.      Bagaimanakah Tarikh Tasyri` pada Masa Pendudukan Jepang ?
c.       Bagaimanakah Tarikh Tasyri` pada Masa Kemerdekaan ?
d.      Bagaimanakah Tarikh Tasyri` pada Orde Lama dan Orde Baru ?
e.       Bagaimanakah Tarikh Tasyri pada Era Reformasi ?

  1. Tujuan Masalah
a.       Agar supaya mengetahui Tarikh Tasyri` pada Masa Pra Pemerintahan Hindia Belanda
b.      Untuk mengetahui Tarikh Tasyri` pada Masa Pendudukan Jepang
c.       Untuk mengetahui Tarikh Tasyri` pada Masa Kemerdekaan
d.      Agar supaya mengetahui Tarikh Tasyri` pada Orde Lama dan Orde Baru
e.       Untuk mengetahui Tarikh Tasyri pada Era Reformasi




BAB II
PEMBAHASAN
  1. Tarikh Tasyri`pada Masa Pra Pemerintahan Hindia Belanda
Merupakan fakta dari sejarah bahwa jauh sebelum pemerintahan Belanda menginjakkan kaki di Indonesia telah terbentuk masyarakat Islam yang tentunya terbentuk juga hukum Islam.
Tarikh Tasyri`dewasa ini sebagian merupakan hukum yang tidak tertulis dalam kitab perundang-undangan, tetapi menjadi hukum yang hidup, berkembang dan berlaku serta dipatuhi oleh masyarakat Islam yang berdiri sendiri, disamping undang-undang tertulis. Dan ini merupakan keharusan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan serta hajat hidup masyarakat. Apalagi penduduk Indonesia sebagian besar beragama Islam. Dari sudut filsafat amat tepatlah kiranya meninjau nilai-nilai Tarikh Tasyri`dan eksistensinya dalam praktek pengadilan agama.[1]
Pada masa pra pemerintahan Hindia Belanda dijumpai beberapa macam intruksi gubernur jendral yang ditujukan kepada para bupati, khususnya di pantai utara jawa agar memberikan kesempatan kepada para ulama untuk menyelesaikan masalah perdata di kalangan penduduk menurut ajaran Islam. Bahkan konon keputusan raja Belanda 1019 pada tanggal 24 Januari 1882 yang kemudian diumumkan dalam staatsbad tahun 1882 no. 152 tentang pembentukan (peradilan agama) di dasarkan atas Teore Van Dan Barge yang menganut pahamreception in complex.Yang berarti bahwa Tarikh Tasyri`yang berlaku bagi pribumi adalah hukum agama yang dipeluknya. Tetapi Teore Van Dan Berg tersebut di tentang oleh Snouck Hurgronje dkk. Yang menganut paham teore receptie yang intinya menyatakan bahwa Tarikh Tasyri`dipandang sebagai hukum apabila telah diterima (direcipili) oleh hakim adat.[2]
Pada pra pemerintahan Hindia Belanda dikenal ada 3 Peradilan Agama, yaitu:
1.    Periode TahkimDalam masalah pribadi yang mengakibatkan perbenturan antara hak-hak dan kepentingan dalam tingkah laku mereka, mereka bertahkim kepada seorang pemuka agama yang ada di tengah-tengah kelompok masyarakat mereka itu, misalnya seorang wanita bertahkim kepada seorang penghulu sebagai wali yang berhak menikahkannya dengan pria yang diinginkannya.
2.    Periode Ahlul Hilli Wal AqdiMereka telah membaiat, mengangkat seorang ulama Islam diantaramereka yang dapat bertindak sebagai Qadhi untuk menyelesaikan setiap perkara yang terjadi di antara mereka. Jadi Qadhi bertindak sebagai hakim.
3.    Periode ThauliyahPeriode ini telah mulai tampak pengaruh ajaran Islam kepada masyarakat.
Sesuai dengan pendapat Carel van der Winter seorang ahli tertua mengenai soal-soal Jawa Javanichi yang lahir dan meninggal di Yogyakarta (1799-1859), Soloman Keyzer (1823-1868) maha guru ilmu bahasa dan ilmu kebudayaan Hindia Belanda, terakhir Prof. Mr. Lodewijke Willem Christian Van den Berg (1854-1927), yang dalam tahun 1884 menulis buku Muhammad agch recht (azas-azas hukum islam), menyatakan bahwa “Tarikh Tasyri`diperlakukan bagi orang-orang Islam bumi putera walaupun dengan sedikit penyimpangan-penyimpangan”.[3]
Pendapat ini sesuai dengan Regerings Reglement (Staatsblad 1884)  no. 129 di Negeri Belanda jo. S. 1885 No. 2 di Indonesia, terutama diatur dalam pasal 75, pasal 78 jo. Pasal 109 RR tersebut, pada waktu itu dikenal dengan Receptio in Complexu.
Pasal 75 ayat (3) RR tersebut mengatur: “Apabila terjadi sengketa perdata antara orang-orang Indonesia yang beragama Islam oleh Hakim Indonesia haruslah diperlakukan Tarikh Tasyri`Gondsdienstig Wetten dan kebiasaan mereka”.
Pasal 75 ayat (4) RR disebut: “Undang-undang agama, adat dan kebiasaan itu juga dipakai untuk mereka oleh hakim Eropa pada Pengadilan yang lebih tinggi, andaikata terjadi pemeriksaan banding”.
Pasal 78 RR: “Bahwa dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Indonesia atau mereka yang dipersamakan dengan orang Indonesia, maka mereka tunduk kepada keputusan hakim agama atau kepala masyarakat mereka menurut undang-undang agama atau ketentuan lama mereka”.
Pasal 109 RR ditentukan: “Ketentuan seperti tersebut dalam pasal 75 dan 78 itu berlaku juga bagi mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Indonesia, yaitu orang-orang Arab, Moor, orang Cina, dan semua mereka yang beragama Islam, maupun orang-orang yang tidak beragama”.
Pasal 7 Rechterlijke Organisatie ditetapkan: “Sidang-sidang pengadilan negeri (Landraad) harus dihadiri oleh seorang fungsionare yang mengetahui seluk beluk agama Islam, kalau yang dihadapkan itu tidak beragama Islam, maka penasihat itu adalah kepala dari orang itu”.
Dari ketentuan dan undang-undang tersebut di atas, tampak bahwa di masa pertama pemerintahan Hindia Belanda, Huku Islam itu diakui eksistensinya sebagai hukum positif yang berlaku bagi orang Indonesia, terutama mereka yang beragam Islam, dan perumusan-perumusan, ketentuan-ketentuan itu dalam perundang-undangan ditulis satu nafas dan sejajar dengan Hukum Adat, bahkan sejak zaman VOC pun keadaan ini telah berlangsung demikian juga seperti terkenal dengan compendium freijer.
Sejalan dengan berlakunya Tarikh Tasyri`itu pemerintah Hindia Belanda membentuk pengadilan agama dimana berdiri pengadilan negeri dengan Staatsblad No. 152 dan 153, kemudian diiringi dengan terbentuknya Pengadilan Tinggi Agama (Mahkamah Syar’iyyah), yang berfungsi sebagai pengadilan tinggi banding dan terakhir berdasarkan pasal 7 staatsblad 1937 No. 610. Dan dalam tahun 1937 dengan staatsblad 1937 No. 638 dan 639 dibentuk pula Peradilan Agama di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur dengan nama Pengadilan Qadhi pada tingkat pertama dan Pengadilan Qadhi Besar pada tingkat banding dan terakhir.[4]
  1.  Tarikh Tasyri`pada Masa Pendudukan Jepang
Setelah Jendral Ter Poorten menyatakan menyerah tanpa syarat kepada panglima militer Jepang untuk kawasan selatan pada tanggal 8 Maret 1942, segera pemerintah jepang mengeluarkan berbagai peraturan. Salah satu diantaranaya adalah UU nomor 1 Tahun 1942, yang menegasakan bahwa pemerintah Jepang Meneruskan segala kekuasaan yang sebelumnya dipegang oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda ketetapan baru ini tentu saja berimplikasi pada tetapnya posisi keberlakuan Tarikh Tasyri`sebagaimana kondisi terakhirnya dimasa pendudukan Belanda.
Meskipun demikian, pemerintah Jepang tetap melakukan berbagai kegiatanuntuk menarik simpati umat Islam di Indonesia diantaranya adalah:
1.    Janji panglima militer Jepang untuk melindungi dan memajukan Islam sebagai agama mayoritas penduduk pulau Jawa
2.    Mendirikan shumubu (kantor urusan agama Islam) yang dipimpin oleh bangsa Indonesia sendiri
3.    Mengizinkan berdirinya ormas Islam, seperti Muhammadiyah dan NU4.Menyetujui berdirinya majelis Syuro Muslimin Indonesia (masyumi) pada bulanOktober 19435.Menyetujui berdirinya Hizbullah sebagai pasukan cadangan yang mendampingi berdirinya PETA.
Berupaya memenuhi desakkan para tokoh Islam untuk mengembalikan kewenangan pengadilan agama dengan meminta seorang ahli hukum adat, Soepomo, pada bulan Januari 1944 untuk menyampaikan laporan untuk itu namun upaya ini kemudian dimentahkan oleh Soepomo dengan alasan konfleksitas dan menundanya hingga Indonesia merdeka.
Dengan demikian nyaris tidak ada perubahan berarti bagi posisi Tarikh Tasyri`selama masa pendudukan Jepang di tanah air. Namun bagaimanapun juga, masa pendudukan Jepang lebih baik daipada belanda dari sisi adanya pengalaman baru bagi para pemimpin Islam dalam mengatur masalah-masalah keagamaan.
Abikusno Tjokrosujoso menyatakan bahwa, kebijakan pemerintah Belanda telah memperlemah posisi Islam. Islam tidak memiliki para pegawai dibidang agama yang terlatih dimasjid-masjid atau pengadilan Islam. Belanda menjalankan kebijakan politik yang memperlemah posisi Islam. Ketika pasukan Jepang datang, mereka menyadari bahwa Islam adalah suatu kekuatan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan.[5]
  1. Tarikh Tasyri`pada Masa Kemerdekaan
Ketika Indonesia memasuki pintu kemerdekaan, muncul para nasionalis Islam (Islamic Nationalist) yang berjuang berasaskan Islam dan berpandangan bahwa negara dan masyarakatharus diaturoleh Islam, Islam sebagai agama dalam arti luas yaitu agama yang mengatur tidak hanya hubungan manusia dengan tuhan, tetapi juga mengatur hubungan antara sesama manusia serta sikap manusia terhadap lingkungannya.
Kelompok Nasionalis Islami ini berhadapan dengan para Nasionalis Sekuler yang merupakan pribadi-pribadi yang beranggapan bahwa agama dan Negara itu terpisah secara tegas. Kompromi antara dua kubu ini melahirkan modus Vivendi, yakni rumusan untuk preambule Undang-undang Dasar yang dikenal dengan Piagam Jakarta yang ditandatangani oleh Sembilan anggota BPUPKI pada tanggal 22 Juni 1945. Dalam proses perumusan dasar Negara lebih lanjut, yang dilakukan oleh wakil rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955, muncul tiga usul tentang dasar Negara: Pancasila, Islam, dan Sosialis Ekonomi.
Politik hukum Negara Republik Indonesia barulah memberikan Tarikh Tasyri`bagi pemeluknya oleh pemerintah orde baru sebagaimana dibuktikan denganadanya Undang-Undang 1947 tentang perkawinan, pasal 2 UU tersebut menyatakan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya. Dalam upaya mengaplikasikan Tarikh Tasyri`sesuai dengan konteks zaman dan waktu. Timbul pemikiran-pemikiran baru pada zaman orde baru, pemikiran ini berupaya melakukan penilaian ulang atas beberapa institusi Tarikh Tasyri`seperti kewarisan dan peninjauan terhadap lembaga perbankan yang semakin menguat di kehidupan modern.[6]
Berdasarkan pasal 29 ayat (1) danayat (2) UUD 1945, dan pembukuan UUD 1945 tersebut, maka kedudukan Tarikh Tasyri`telah mulai mantap dan berkembangkarena Tarikh Tasyri`pada pokoknya adalah Hukum dari Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan rumusan falsafah Negara Pancasila.
  1. Tarikh Tasyri`pada Orde Lama dan Orde Baru
Mungkin tidak terlalu keliru jika dikatakan bahwa orde lama eranya kaum nasionalis dan komunis. Sementara kaum muslim di era ini perlu sedikit merunduk dalam memperjuangkan cita-citanya. Salah satu partai yang mewakili aspirasi umat Islam pada waktu itu, Masyumi harus dibubarkan pada tanggal 15 Agustus 1960 oleh Soekarno, dengan alasan tokoh-tokohnya terlibat pemberontakan (PRRI di Sumatra Barat). Bersama dengan PKI dan PNI kemudian menyusun komposisi DPR Gotong Royong yang berjiwa Nasakom.
Berdasarkan itu, terbentuklah MPRS yang kemudian menghasilkan dua ketatapan, salah satunya tentang upaya unifikasi hukum yang harus memperhatikan kenyataan-kenyataan umum yang hidup di Indonesia.
Meskipun Tarikh Tasyri`adalah salah satu kenyataan umum yang selama ini hidup di Indonesia, dan atas dasar itu TAP MPRS tersebut membuka peluang untuk memposisikan Tarikh Tasyri`sebagaimana mestinya, namun lagi-lagi ketidak jelasan batasan perhatian itu membuat hal ini semakin kabur. Dan peranTarikh Tasyri`di era ini pun kembali tidak mendapatkan tempat yang semestinya.[7]
Menyusul gagalnya kudeta PKI pada 1965 dan berkuasanya orde baru, banyak pemimpin Islam di Indonesia yang sempat menaruh harapan besar dalam upaya politik mereka menundukkan Islam sebagaimana mestinya dalam tatanan politik maupun hukum di Indonesia.
Apalagi kemudian orde baru membebaskan bekas tokoh-tokoh Masyumi yang sebelumnya dipenjara oleh Soekarno. Namun segera saja, orde ini menegaskan perannya sebagai pembela Pancasila dan UUD 1945. Bahkan di awal 1967, Soeharto menegaskan bahwa militer tidak akan menyetujui upaya rehabilitasi kembali partai Masyumi. Lalu bagaimana dengan hukum Islam?
Meskipun kedudukan Tarikh Tasyri`sebagai salah satu sumberu hukum nasional tidak begitu tegas di masa awal orde ini, namun upaya-upaya untuk mempertegasnya tetap harus dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh K.H. Muhammad Dahlan, seorang menteri agama dari kalangan NU, yang mencoba mengajukan rancangan UU perkawinan umat Islam dengan didukung kuat fraksi-fraksi Islam di DPR-GR. Meskipun gagal, upaya ini kemudian dilanjutkan dengan mengajukan rancangan hukum formil yang mengatur lembaga peradilan di Indonesia pada tahun 1970. Upaya ini kemudian membuahkan hasil dengan lahirnya UU No. 14/1970, yang mengakui Pengadilan Agama sebagai salah satu peradilan yang berinduk pada Mahakamah Agung. Dengan UU ini, dengan sendirinya menurutHazairin, Tarikh Tasyri`telah berlaku secaralangsung sebagai hukum yang berdiri sendiri.
Penegasan terhadap berlakunya Tarikh Tasyri`semakin jelas ketika UU No. 14 tahun 1989 tentang peradilan agama ditetapkan. Hal ini kemudian disusul dengan usaha-usaha intensif untuk mengomplikasikan Tarikh Tasyri`di bidang-bidang tertentu. Dan upaya ini membuahkan hasil pada bulan Februari 1988. Soeharto sebagai Presiden menerima hasil komplikasi itu, dan mengintruksikan penyebarluasan kepada Menteri Agama.[8]
  1. Tarikh Tasyri`pada Era Reformasi
Soeharto akhirnya jatuh gemuruh demokrasi dan kebebasan bergemuruh di seluruh pelosok Indonesia. Setelah melalui perjalanan yang panjang, di era ini setidaknya Tarikh Tasyri`mulai menempati posisinya secara perlahan tapi pasti. Lahirnya ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan semakin membuka peluang lahirnya aturan undang-undang yang berlandaskan hukum Islam.
Terutama pada pasal 2 ayat 7 yang menegaskan ditampungnya peraturan daerah yang didasarkan pada kondisi khusus dari suatu daerah di Indonesia. Peraturan itu dapat mengesampingkan berlakunya suatu peraturan yang bersifat umum.
Lebih dari itu disamping peluang yang semakin jelas, upaya kongkrit merealisasikan Tarikh Tasyri`dalam wujud undang-undang dan peraturan telah membuahkan hasil yang nyata di era ini. Salah satu bukti adalah UU No. 32 Tahun 2004 dan Qanun Provinsi Nangroe Aceh Darussalam tentang pelaksanaan syariat Islam Nomor 11 Tahun 2002.
Dengan demikian. Di era reformasi ini, terbuka peluang yang luas bagi system Tarikh Tasyri`untuk memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Kita dapat melakukan langkah-langkah pembaharuan, bahkan pembentukan hukum baru yang bersumber dan berlandaskan system hukum Islam, untuk kemudian dijadikan sebagai norma hukum positif yang berlakudalam hukum nasional kita.[9]















BAB II
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
Sejarah Tarikh Tasyri`di Indonesia sudah ada sebelum penjajah Belanda masuk ke Indonesia. Sebab Islam telah lebih dahulu masuk ke Indonesia dibandingkan para penjajah. Artinya dalam periode ini Tarikh Tasyri`belum tertulis danbelum dijadikan undang-undang, tetapi dalam prakteknya Tarikh Tasyri`berlaku bagi pemeluk Islam.
Pada masa pemerintahan Belanda Tarikh Tasyri`berlaku apabila telah disepakati oleh hakim adat. Pada era Pendudukan Jepang Tarikh Tasyri`tidak jauh berbeda dari pada era Belanda, akan tetapi ada kebijakan untuk Hukum Islam, sehingga pada masa Jepang lebih baik dari pada Belanda.Setelah memasuki kemerdekaan, Tarikh Tasyri`mendapatkan tempat di pemerintahan dengan dijadikannya Islam sebagai salah satu dasar Negara.
Pada periode orde lama, Indonesia dikuasai olehkaum Nasionalis dan Komunis, sehingga Tarikh Tasyri`tidak dapat berkembang, sehingga tidak mendapatkan tempat sebagaimana mestinya. Pada masa orde baru Tarikh Tasyri`mulai kembali diperjuangkan, sehingga Tarikh Tasyri`telah berlaku secara langsung dan sebagaihukum yang berdiri sendiri. Pada masa reformasi, Tarikh Tasyri`direaliasasikan dalam undang-undang dan peraturan yang nyata.
Sehingga bukan hanya menetapkan hukum Islam, bahkan membentuk Tarikh Tasyri`yang baru dan berlandaskan Islam yang dapat dijadikan hukum Nasional.
  1. Saran
Penulisan dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna, penulis menyarankan kepada pembaca yang akan menulis dengan judul yang sama agar dapat menggunakan dan menambah referensi yang lebih banyak lagi.














DAFTAR PUSTAKA

Mohd. Idris Ramulyu, Hukum Perkawinan, Kewarisan, Hukum Acara Pengadilan Agama dan Zakat Menurut Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hlm. 119-120.
Amirullah Ahmad. dkk. Dimensi Tarikh Tasyri`dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 55-56.



[1]Mohd. Idris Ramulyu, Hukum Perkawinan, Kewarisan, Hukum Acara Pengadilan Agama dan Zakat Menurut Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hlm. 119-120.
[2]Amirullah Ahmad. dkk. Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 55-56.
[3] Op.Cit. Mohd.Idris Ramulyu, hal. 120-121.
[4] Ibid. hal. 122-123.
[6] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid.