Friday, February 5, 2016

GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) IDEAL
DALAM PERSEPSI MASYARAKAT NELAYAN
(Study di Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo)
PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:
MOH. MA`RUF ROMADHON
LOGO STAIN.jpgNIM. 18 2012 01 01 0143
















PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN 






2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Konteks Penelitian
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan kegiatan proses belajar mengajar sebagai upaya untuk tercapainya tujuan pendidikan. Penanggung jawab dalam proses belajar mengajar adalah guru. Tinggi rendahnya mutu pendidikan banyak dipengaruhi oleh kualitas proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, karena guru secara langsung memberikan bimbingan dan bantuan kepada peserta didik dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Sebagai guru yang profesional mereka harus memiliki keahlian khusus dan dapat menguasai seluruh komponen penting dalam bidang pendidikan.
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas pengajaran yang dilaksanakan. Oleh karena itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar siswa dengan memperbaiki kualitas mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa guru diharapkan mampu berperan aktif sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak sebagai fasilitator yang berusaha menciptakan organisasi kelas, penggunaan metode mengajar maupun sikap dan karakteristik guru dalam menghadapi peserta didik.
Peraturan Pemerintah (PP) no. 74 tahun 2008 tentang guru pasal 1 no.1 disebutkan bahwa:
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.[1]
Pada hakikatnya, siapa pun dapat menjadi pendidik Agama Islam, asalkan dia memiliki pengetahuan (kemampuan) dan mampu mengimplisitkan nilai-nilai yang relevan (dalam pengetahuannya itu). Akan tetapi, guru merupakan suatu profesi yang bukan sekedar pekerjaan atau vocation, melainkan suatu vokasi khusus yang mempunyai ciri-ciri diantaranya yaitu: keahlian (expertise), tanggung jawab (responsibility), dan rasa kesejawatan (corporateness), selain itu guru juga mempunyai kecakapan dan pengetahuan dasar yang harus dimiliki sebagaimana disampaikan oleh Winarno Surachmad sebagai berikut:
1.      Guru harus mengenal murid yang dipercayakan kepadanya
2.      Guru harus memiliki kecakapan memberi bimbingan
3.      Guru harus memiliki dasar pengetahuan yang jelas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan
4.      Guru harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenal ilmu yang diajarkan (Surachmad, 1982: 61)
Dalam buku pendidikan dan perubahan sosial, H.A.R Tilaar telah menyajikan tiga jenis pedagogik, yaitu pedagogik tradisional, pedagogic kritis, dan pedagogik transformatif. Pedagogik transformatif yang berakar pada pedagogik kritis, kedua-keduanya menggunakan suatu perspektif baru mengenai praksis pendidikan, yaitu pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. Berbeda dengan pedagogik tradisional yang menggunakan tinjauan mikro, yaitu bertitik tolak pada peserta didik dalam proses pendidikan yang pada umumnya terbatas dalam lingkungan sekolah (schooling), maka pedagogik kritis dan pedagogik transformatif meletakkan praksis pendidikan sebagai bagian dari kegiatan kebudayaan dalam arti luas.[2] Dari penjelasan di atas, bisa ditarik intisari bahwa proses pembelajaran di sekolah tidak bisa lepas dari benturan budaya yang berkembang di masyarakat sekitar sekolah. Karena adanya pendidikan sebenarnya untuk memperbaiki tatanan masyarakat. Dan sebaliknya, masyarakat sangat berpengaruh pada berjalannya proses pendidikan di setiap daerah.
Oleh karena itu, dari latar belakang di atas akan diadakan penelitian di Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo dengan judul “Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang Ideal dalam Persepsi Masyarakat Nelayan (Study di Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo)”.
A.    Fokus Penelitian
Uraian dalam latar belakang di atas menyebutkan bahwa seorang guru berperan sekali dalam sebuah kehidupan. Selain itu, menjadi guru adalah sebuah tugas yang luhur, karena dalam melaksanakan tugasnya seorang guru dituntut dengan adanya budi pekerti luhur dan akhlak yang tinggi.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, selanjutnya penulis dapat rumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana guru pendidikan agama Islam yang ideal secara teoritis?
2.      Bagaimana kondisi sosial masyarakat nelayan di kelurahan Mayangan kota Probolinggo?
3.      Bagaimana persepsi masyarakat nelayan mengenai guru pendidikan agama Islam yang ideal di kelurahan Mayangan kota Probolinggo?
B.     METODE PENELITIAN
Tujuan penelitian dalam bidang pendidikan secara umum adalah untuk meningkatkan daya imajinasi mengenai masalah-masalah pendidikan. Kemudian meningkatnya daya nalar untuk mencari jawaban permasalahan itu melalui penelitian. Penelitian dapat didefinisikan sebagai usaha seseorang yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan metodologi misalnya observasi secara sistematis, dikontrol, dan mendasarkan pada teori yang ada dan diperkuat dengan gejala yang ada.1
Sistematika penulisan karya ilmiah yang diambil oleh penulis memuat hal-hal sebagai berikut:
a.      Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan berparadigma Kualitatif- Deskriptif, Bogdan dan Taylor mendefinisikan “Metodologi Kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Menurut mereka, pendekatan ini, diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau oraganisasi ke dalam variabel atau hipotetis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.
Studi kasus atau penelitian kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga maupun masyarakat. Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subyek. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
b.      Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan pengumpul data utama. Dalam hal ini, sebagaimana dinyatakan oleh Lexy J. Moeleong, kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya.
c.       Lokasi Penelitian
Penelitian skripsi ini diadakan di kelurahan Mayangan Kecamatan Mayangan yang berada di Kota Probolinggo yang merupakan salah satu daerah yang paling penting di Kota Probolinggo.
d.      Sumber Data
Sumber data dalam penelitian, menurut Suharsimi Arikunto adalah subjek dimana data diperoleh. Sedangkan menurut Lofland, yang dikutip oleh Moleong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata atau tindakan, selebihnya adalah adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain.
Adapun sumber data terdiri dari dua macam:
1.      Sumber Data Primer
Sumber Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.
Dalam penelitian ini, sumber data primer yang diperoleh oleh peneliti adalah: hasil wawancara dengan Kepala Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo, Masyarakat Nelayan di Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo, beberapa tokoh agama di Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo dan sebagian pelajar di Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo.
2.      Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Sumber data sekunder yang diperoleh peneliti adalah data yang diperoleh langsung dari pihak-pihak yang berkaitan berupa data-data masyarakat dan berbagai literatur yang relevan dengan pembahasan.
e.       Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga macam teknik pengumpulan data, yaitu:
1.      Metode Observasi atau Pengamatan. Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa observasi atau disebut juga dengan pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan segala indra. Berdasarkan definisi diatas maka yang dimaksud metode observasi adalah suatu cara pengumpulan data melalui pengamatan panca indra yang kemudian diadakan pencatatan-pencatatan. Penulis menggunakan metode ini untuk mengamati secara langsung dilapangan, terutama data tentang :
a.       Letak geografis serta keadaan fisik Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo.
b.      Jumlah masyarakat nelayan Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo.
c.       Kondisi masyarakat nelayan Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo.
d.      Jumlah lembaga pendidikan Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo.
2.      Metode Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.14 Metode interview ini peneliti gunakan dengan tujuan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan persepsi Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Ideal dalam Masyarakat Nelayan. Adapun sumber informasi (Informan) adalah Kepala Kelurahan, Masyarakat, dan beberapa tokoh agama di Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo dan pelajar di Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo.
3.      Metode Dokumentasi
Tidak kalah penting dari metode-metode lain, adalah metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.15
A.    Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul dilakukan pemilahan secara selektif disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Setelah itu, dilakukan pengolahan dengan proses editing, yaitu dengan meneliti kembali data-data yang didapat, apakah data tersebut sudah cukup baik dan dapat segera dipersiapkan untuk proses berikutnya. Secara sistematis dan konsisten bahwa data yang diperoleh, dituangkan dalam suatu rancangan konsep yang kemudian dijadikan dasar utama dalam memberikan analisis. Analisis data menurut Patton yang dikutip oleh Moleong, adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor, analisa data adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan ide itu.16 Dalam penelitian ini yang digunakan dalam menganalisa data yang sudah diperoleh adalah dengan cara deskriptif (non statistik), yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggambarkan data yang diperoleh dengan kata-kata atau kalimat yang dipisahkan untuk kategori untuk memperoleh kesimpulan. Yang bermaksud mengetahui keadaan sesuatu mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana, dan sebagainya.
Pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis. Penelitian deskriptif dibedakan dalam dua jenis penelitian menurut sifat-sifat analisa datanya, yaitu riset deskriptif yang bersifat ekploratif dan riset deskriptif yang bersifat developmental.17
Dalam hal ini penulis menggunakan deskriptif yang bersifat ekploratif, yaitu dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena.18 Peneliti hanya ingin mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sesuatu. Dengan berusaha memecahkan persoalan-persoalan yang ada dalam rumusan masalah dan menganalisa data-data yang diperoleh dengan menggunakan pendekatan sosiologis.













BAB II
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A.    Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Ideal
Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Guru dan Dosen penjelasan Pasal 10 ayat (1), Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi.1 Standar pendidik dan tenaga kependidikan disebut juga dalam SISDIKNAS pasal 28 ayat (3), Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (a) Kompetensi pedagogik; (b) Kompetensi kepribadian; (c) Kompetensi Profesional; (d) Kompetensi sosial.[3]
Di ungkapkan oleh Muhaimin, dalam bukunya yang berjudul ”Paradigma Pendidikan Islam”, bahwa dalam pola pemahaman sistem tenaga kependidikan (guru) di Indonesia, terdapat tiga dimensi umum kompetensi yang saling menunjang membentuk kompetensi profesional tenaga kependidikan, yaitu (1) Kompetensi personal (kepribadian); (2) Kompetensi sosial; dan (3) Kompetensi profsional (Sahertian, 1994, hal. 56).[4]
Kompetensi disebutkan juga oleh Muhaimin dan Abdul Mujib, dalam pendidikan Islam, pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai ”kompetensipersonal-religius, sosial-religius, dan professionalreligius”.[5]
A.    Kompetensi Pedagogik
Sudah menjadi keharusan bagi seorang pengemban tugas sebagai pengajar untuk memiliki penguasaan yang cukup atas ilmunya yang akan ia ajarkan. Ia juga dapat menggunakan sarana-sarana pendukung dalam menyampaikan ilmu. Allah memerintahkan setiap orang untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan yang diinginkan- Nya.Karakter ini berlandaskan sabda Rasulullah Saw. Berikut:
Sesungguhnya Allah menyukai seorang diantara kalian yang bila bekerja ia menyelesaikan pekerjaannya (dengan baik)”. (H.R. Al Baihaqi).[6]
Lebih lanjut, dalam RPP tentang Guru dikemukakan bahwa: Kemampuan pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi hal- hal sebagai berikut.
                                            i.            Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
Landasan pendidikan dalam kontek Islam, adalah Al-Qur’an dan al-Hadits Nabi Muhammad Saw. Yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al maslahah al mursalah, istihsan, qiyas, dan sebagainya.[7]
Hal ini sebagaimana diterangkan dalam firman Allah:
“Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burungburung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Q.S. al-An’am: 38).[8]
                                          ii.            Pemahaman terhadap peserta didik
Peserta didik adalah salah satu komponen dalam pengajaran, disamping faktor guru, tujuan, dan metode pengajaran.Sebagai salah satu komponen maka dapat dikatakan bahwa peserta didik adalah komponen yang terpenting diantara komponen lainnya. Pada dasarnya ”ia” adalah unsur penentu dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya peserta didik, sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran.[9]
Pandangan tentang peserta didik, setidak-tidaknya terdapat 3 jenis pandangan tentang anak, yaitu: 1). Pandangan lama, menyebutkan bahwa anak adalah orang dewasa yang kecil. Karena itu segala sesuatunya perlu dipersamakan seperti halnya orang dewasa. 2). Anak adalah sebagai anak. Anak tidak bias dan tidak mungkin dipersamakan sebagai orang dewasa.Ia memiliki ciri-ciri sendiri. 3). Anak adalah hidup di dalam masyarakat dan dipersiapkan untuk hidup di dalam masyarakat. Sebagai calon anggota masyarakat, maka ia harus dipersiapkan sesuai dengan masyarakat setempat.[10]
Tujuan guru mengenal peserta didiknya dengan maksud agar guru dapat membantu pertumbuhan dan perkembangannya secara efektif. Adapun aspek peserta didik yang perlu dikenal, antara lain:[11]
1.      Latar belakang masyarakat
2.      Latar belakang keluarga
3.      Tingkat inteligensi
4.      Hasil belajar
5.      Kesehatan badan
6.      Hubungan-hubungan antar pribadi
7.      Kebutuhan-kebutuhan emosional
8.      Sifat-sifat Kepribadian
9.      Macam-macam minat belajar siswa.
Mengenal dan mengajarkan sifat-sifat dan kode etik peserta didik dalam proses belajar mengajar dalam pendidikan Islam. Al-Ghazali, yang dikutip fathiyah Hasan sulaiman, merumuskan sebelas pokok kode etik peserta didik, yaitu:
Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT., sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela (takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang terpuji (tahalli). Firman Allah:
”Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (Q.S. al-An’am: 162).
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. Ad-Dzariyat: 56).
1.      Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi (Q.S.ad-Dhuha: 4). Artinya belajar tak semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan, tapi juga belajar ingin berjihad melawan kebodohan, demi mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi, baik dihadapan manusia dan Allah.
2.      Bersikap tawadlu’ (rendah hati)
3.      Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
4.      Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (Mahmudah), dan meninggalkan ilmu-ilmu yang tercela (madzmumah).
5.      Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkrit) menuju pelajaran yang sukar (abstrak). Atau dari ilmu yang fardlu ’ain menuju ilmu yang fardlu kifayah.
6.      Belajar ilmu sampai tuntas kemudian beralih kepada ilmu yang lainnya, sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam. Q.S. al-Insyirah:
7.      Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
8.      Memprioritaskan ilmu diniyyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah.
9.      Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang bermanfaat yang dapat memberikan kebahagiaan, mensejahterakan, serta memberi keselamatan dunia akhirat.
10.  Peserta didik harus tunduk kepada nasehat guru, sebagaimana tunduknya orang sakit kepada dokternya.
                                        iii.            Pengembangan kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan.15 Kurikulum Pendidikan Islam bersumber dari tujuan pendidikan Islam. Arifin (1993: 237) menyatakan bahwa rumusan tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan manusia muslim yang beriman, bertaqwa, dan berilmu pengetahuan yang mampu mengabdikan dirinya kepada sang kholiq dengan sikap dan kepribadian bulat menyerahkan diri kepada-Nya dalam segala aspek kehidupan dalam rangka mencari keridlaan Allah SWT.
                                        iv.            Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis
Pembelajaran bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai setrategi, metode dan pendekatan kearah pencapaian tujuan yang telah direncanakan.
Dalam pelaksanaan pembelajaran diperlukan suatu metode untuk mencapai tujuan pendidikan yang baik dan sempurna. Mendidik dengan cara dialogis adalah suatu metode yang melahirkan sikap-sikap saling keterbukaan antara guru dan murid, akan mendorong saling memberi dan menerima (take and give) antara guru dan murid dalam proses belajar mengajar.18Dalam penerapan metode ini, pikiran, kemauan, perasaan, dan ingatan serta pengamatan terbuka terhadap ide-ide baru yang timbul dalam proses di mana anak didik tidak lagi dipandang sebagai objek pendidikan melainkan juga sebagai subjek. Dengan metode ini proses pembelajaran akan berjalan secara demokratis, dimana anak didik ditempatkan sebagai pribadi yang mandiri, tidak bergantung kepada seorang guru.[12]
                                          v.            Perancangan Pembelajaran
Perancangan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi pedagogis yang harus dimiliki guru, yang akan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran. Perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan, yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran.
1.      Identifikasi kebutuhan
Kebutuhan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan kondisi yang sebenarnya, atau sesuatu yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan. Adapun tujuan Identifikasi kebutuhan, antara lain untuk melibatkan dan memotifasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya. Hal ini dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: Peserta didik di dorong untuk menyatakan kebutuhan belajar berupa kompetensi tertentu yang ingin mereka miliki dan diperoleh melalui kegiatan pembelajaran.
a.       Peserta didik di dorong untuk mengenali dan mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk memenuhi kebutuhan belajar.
b.      Peserta didik di bantu untuk mengenal dan menyatakan kemungkinan adanya hambatan dalam upaya memenuhi kebutuhan belajar, baik yang datang dari dalam maupun dari luar.
2.      Identifikasi Kompetensi
Kompetensi merupakan sesuatu yang ingin dimiliki peserta didik, dan merupakan komponen utama yang harus dirumuskan dalam pembelajaran. Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran, serta memberi petunjuk terhadap penilaian. Oleh karena itu, setiap kompetensi harus merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak (thinking skill). Kompetensi yang harus dipelajari dan dimiliki peserta didik perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar yang mengacu pada pengalaman langsung. Peserta didik perlu mengetahui tujuan belajar, dan tingkat-tingkat penguasaan yang akan digunakan sebagai kreteria pencapaian secara eksplisit 92 dikembangkan berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
3.      Penyusunan Program pembelajaran
Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sebagai produk program pembelajaran jangka pendek, yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program. Komponen program mencakup kompetensi dasar, materi standar, metode dan tehnik, media dan sumber belajar, waktu belajar dan daya dukung lainnya.
B.     Kompetensi Profesional (profesional-religius)
Dalam undang-undang guru dan dosen disebutkan, kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.31 Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.32
Sedangkan kompetensi profesional (profesional-relegius), dapat diidentifikasi berdasarkan pendapat para ulama’ muslim berikut ini: Menurut Al-Ghazali mencakup:
a.       Menyajikan pelajaran sesuai dengan taraf kemampuan peserta didik; dan
b.      Terhadap peserta didik yang kurang mampu, sebaiknya di beri ilmu-ilmu yang global dan tidak detail.33
C.     KompetensiSosial (sosial-religius)
Adapun kompetensi sosial dalam Islam, sebagaimana konsep pendidikan sosial dalam pandangan Al-Ghazali yang dikutip oleh Hamdani Hasan dan fuad Ihsan, berkaitan erat dengan konsepnya tentang manusia yaitu: ”Akan tetapi manusia itu dijadikan Allah SWT dalam bentuk yang tidak dapat hidup sendiri.Karena tidak bisa mengusahakan sendiri seluruh keperluan hidupnya baik untuk memperoleh makanan dengan bertani dan berladang, memperoleh roti dan nasi, memperoleh pakaian dan tempat tinggal serta menyiapkan alat-alat untuk itu semuanya.Dengan demikian manusia memerlukan pergaulan dan saling membantu”.
Muhaimin, mengatakan ciri dasar yang terkait dengan kompetensi sosial, yakni prilaku guru pendidikan Islam yang berkeinginan yang bersedia memberikan layanan kepada masyarakat melalui karya profesionalnya untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam.
B.     Kondisi Sosial Masyarakat Nelayan di Mayangan Kota Probolinggo
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, dimana dua per tiga wilayahnya terdiri dari lautan. Kondisi ini menyediakan potensi sumber perikanan yang sangat besar. Sejak dulu nenek moyang telah mengenal manfaat laut, baik sebagai media perhubungan, pertahanan, pendidikan maupun sebagai sumber bahan pangan alam. Dengan keanekaragaman potensi laut Indonesia demi membangun masyarakatnya demi kesejahteraan sekarang dan di masa yang akan datang.
Wilayah laut Indonesia mencakup 12 mil ke arah garis pantai. Selain itu Indonesia memiliki wilayah yuridiksi nasional yang meliputi Zona Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil dan landas kontinen sampai sejauh 350 mil dari garis pantai. Wilayah Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati dan potensi perikanan laut merupakan aset yang sangat besar bagi petumbuhan ekonomi Indonesia. Potensi perikanan laut meliputi alat tangkap perikanan baik yang tradisional maupun modern, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan. Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di tepi-tepi pantai laut terutama di kawasan pesisir pantai barat sumatera bermata pencaharian sebagai nelayan sebagian besar menggunakan teknologi penangkapan ikan yang masih bersifat tradisional dan sebagian kecil memiliki alat penangkapan yang modern. Secara garis besar nelayan berdasarkan alat penangkapan ikan dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu :
1.      Nelayan berdasarkan pemilikan alat penangkapan, yang terbagi atas :
a.       Nelayan pemilik, yaitu nelayan yang mempunyai alat penangkapan, baik yang langsung turun ke laut maupun yang langsung menyewakan alat tangkapan kepada orang lain.
b.      Nelayan Buruh atau nelayan penggarap, yaitu nelayan yang tidak memiliki alat penangkap, tetapi mereka menyewa alat tangkap dari orang lain atau mereka yang menjadi buruh atau pekerja pada orang yang mempunyai alat penangkapan.
2.      Berdasarkan sifat kerjanya nelayan, dapat dibedakan atas :
a.       Nelayan penuh atau nelayan asli, yaitu nelayan baik yang mempunyai alat tangkap atau buruh yang berusaha semata-mata pada sektor perikanan tanpa memiliki usaha yang lain.
b.      Nelayan Sambilan, yaitu nelayan yang memiliki alat penangkapan atau juga sebagai buruh pada saat tertentu melakukan kegiatan pada sektor perikanan disamping usaha lainnya. Secara sosial budaya, dikemukakan bahwa masyarakat nelayan memiliki ciri-ciri yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Alasannya adalah
1)      terdapat interaksi sosial yang intensif antara warga masyarakat, yang ditandai dengan efektifnya komunikasi tatap muka, sehingga terjadi hubungan yang sangat erat antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian hal tersebut dapat membangun terjalinnya hubungan kekeluargaan yang didasarkan pada simpati dan bukan berdasarkan kepada pertimbangan rasional yang berorientasi kepada untung rugi .(2) bahwa dalam mencari nafkah mereka menonjolkan sifat gotong royong dan saling membantu. Hal tersebut dapat diamati pada mekanisme menangkap ikan baik dalam cara penangkapan masupun dalam penentuan daerah operasi.
Selain itu, masyarakat nelayan yang bercirikan tradisional kurang berorientasi kepada masa depan, penggunaan teknologi masih sederhana, kurang rasional, relatif tertutup terhadap orang luar, dan kurang berempati. Pada zaman nenek moyang dahulu, para nelayan hanya menggunakan alatalat yang sangat sederhana, seperti perahu yang kecil dengan pendayung yang kecil pula. Sekarang para nelayan telah menggunakan teknologi yang sudah maju, misalnya dengan memakai mesin tempel sebagai alat penggerak perahu serta alat penangkapan yang lebih baik. Keberadaan alat-alat penangkapan yang modern tersebut menjadikan masyarakat dapat menangkap ikan lebih banyak lagi dan waktu yang diperoleh dari hasil penangkapan ikan relatif kecil. Meskipun demikian, teknologi modern tersebut tidak sepenuhnya dikembangkan oleh nelayan. Masyarakat nelayan di Indonesia terutama di kawasan pesisir barat sumatera masih melaksanakan kegiatan di laut secara tradisional, seperti menangkap ikan dengan jala, pancing dan lainnya sehingga secara ekonomi mereka masih Pada umumnya masyarakat nelayan dapat dogolongkan sebagai masyarakat kelas bawah sosial. kurang beruntung, padahal kalau dilihat dari hasil penangkapan di laut secara keseluruhan sangat banyak.
Nelayan miskin umumnya memiliki pendidikan yang rendah dan tidak memilki peralatan yang memadai untuk menangkap ikan di laut. Mereka mencari ikan dengan peralatan sederhana atau menjadi buruh nelayan pada kapal-kapal pencari ikan yang cukup besar yang disebut dengan kapal bagan. Sistem bagi hasil dalam model pencarian ikan dengan kapal bagan terlihat merugikan nelayan karena keuntungan tidak pernah diperoleh buruh yang selalu beruntung hanya juragan atau pemilik kapal. Kemiskinan nelayan menimbulkan pertanyaan bagaimana sebenarnya motivasi nelayan miskin dalam mengusahakan kehidupan mereka ke arah yang lebih baik. Dalam melihat ini sebenarnya suatu hal yang sangat penting adalah bagaimana hubungan antara sumberdaya yang dimiliki dengan motivasi hidup nelayan miskin. Untuk hidup yang lebih baik mereka bekerja sepanjang hari kecuali pada masa ikan tidak ada pada bulan terang atau musim badai. Sebagian mereka juga bekerja melakukan pekerjaan sampingan ketika tidak melaut seperti mencari kayu, tukang, mengojek, atau bertani di lahan yang mereka miliki. Seperti Masyarakat yang ada di Mayangan Probolinggo, juga berada dalam kehidupan yang sederhana namun mempunyai semangat tinggi untuk berjuang dalam menyekolahkan anaknya. Walaupun dalam kondisi social 40 Menurut Martusubroto – seperti yang dikutip oleh Syahrizal (2000 : 5 ) – bahwa hampir 90% nelayan di Indonesia masih berskala kecil dan lebih dari 60% dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Ini artinya bahwa sebagian besar nelayan Indonesia masih nelayan tradisional, karena mereka masih menggunakan perahu-perahu kecil untuk mencari ikan dan hasil yangndidapat biasanya juga untuk memenuhi kebutuhan primer sehari-hari. Mereka lebih dipengaruhi oleh pengetahuan rakyat dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka sebagai nelayan karen akses kepada ilmu pengetahuan modern hampir tidak ada. yang kurang semapan di perkotaan.
Dasar dari tindakan motivasi mereka dalam memperjuangkan hidup ditandai dengan keinginan untuk maju dengan melakukan pekerjaan sebagai nelayan. Tetapi kondisi atau kenyataan yang mereka lihat tidak ada kesempatan atau peluang untuk mengeluarka mereka dari kehidupan yang sulit. Nelayan miskin menjelaskan hal yang menyebabkan mereka tidak bias meningkatkan pendapatannya adalah peralatan yang kurang, hasil laut yang tidak banyak lagi, banyaknya nelayan luar yang menangkap ikan disekitar daerah tangkapan mereka, dan pemerintah yang tidak memperhatikan nasib nelayan. Hal-hal yang mendasari motivasi nelayan miskin tersebut adalah berkaitan dengan rendahnya sumberdaya manusia, rendahnya sumberdaya pendukung ekonomi, kurangnya kemauan untuk memanfaatkan peluang, dan struktur masyarakat nelayan itu sendiri.
C.    Persepsi Masyarakat Nelayan Terhadap Guru Pendidikan Agama Islam yang Ideal
Banyak teori-teori yang mengatur tentang idealitas seorang guru pendidikan Agama Islam (PAI). Baik terkait aktivitasnya dalam lingkungan sekolah, maupun aktivitas guru di luar lingkungan sekolah. Jika kita mengacu pada undang-undang tentang guru yang dibuat oleh pemerintah, maka ada 4 (empat) kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu: memiliki Kompetensi Paedagogiek, memiliki Kompetensi Kepribadian, memiliki Kompetensi Sosial, Memiliki Kompetensi Profesional. Kompetensi Paedagogik berkaitan dengan kemampuan guru dalam menghidupkan pengajaran di kelas. Ada sepuluh kemampuan dasar guru itu (1) kemampuan menguasai bahan pelajaran yang disajikan; (2) kemampuan mengelola program belajar mengajar; (3) kemampuan mengelola kelas; (4) kemampuan menggunakan media/sumber belajar; (5) kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan; (6) kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar; (7) kemampuan menilai presentasi peserta didik untuk kependidikan pengajaran; (8) kemampuan mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan; (9) kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan (10) kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Kompetensi Kepribadian berkaitan dengan akhlakul kharimah seorang pengajar. Dilihat dari aspek psikologi, kompetensi kepribadian guru mennunjukkan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian (1) mantap dan stabil yaitu memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma hokum, norma sosial, dan etika yang berlaku; (2) dewasa yang berarti mempunyai kemandirian untuk bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru; (3) arif dan bijaksana yaitu tampilannya bermanfaat bagi peserta didik, sekolah, dan masyarakat dengan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak; (4) berwibawa yaitu guru yang disegani sehingga berpengaruh positif terhadap peserta didik; (5) memiliki akkhlak mulia dan memiliki perilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik, bertindak sesuai norma religius, jujur, ikhlas, dan suka menolong.
 Kompetensi kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Sebagai makhluk social guru berperilaku santun, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif dan menarik, mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan menarik dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua dan wali peserta didik, masyarakat sekitar sekolah dan sekitar dimana pendidik itu tinggal, dan dengan pihak-pihak berkepentingan dengan sekolah. Kondisi objektif ini menggambarkan bahwa kemampuan sosial guru tampak ketika bergaul dan melakukan interaksi sebagai profesi maupun sebagai masyarakat, dan kemampuan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi professional mengacu pada perbuatan (performance) yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan. Mengenai perangkat kompetensi professional biasanbya dibedakan profil kompetensi yaitu mengacu kepada berbagai aspek kompetensi yang dimiliki seseorang tenaga professional pendidikan dan spectrum kompetensi yaitu mengacu kepada variasi kualitatif dan kuantitatif. Perangkat kompetensi yang dimiliki oleh korps tenaga kependidikan yang dibutuhkan untuk mengperasikan dan mengembangkan sistem pendidikan.
Padahal untuk meningkatkan ke-profesionalitas-an seorang guru, pemerintah mewajibkan seorang pengajar minimal berijazah S1. Selain itu, ada faktor lain di lapangan bahwa, pendidik di Mayangan tidak harus berijazah strata 1, hanya cukup lulusan pondok yang sudah lama mempelajari agama Islam. Jadi terkait pembuatan RPP maupun Skema pembelajaran berjalan apa adanya. Faktor tersebut manjadi faktor eksternal mengenai persepsi guru PAI yang ideal di Masyarakat Pesisir. Guru PAI yang ideal di mata masyarakat Pesisir adalah guru yang mempunyai akhlak baik, dan mampu membimbing ke agama yang benar, atau secara sederhana mampu mengajari putra-putrinya belajar ngaji dan mengerti kehidupan.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan analisis temuan hasil penelitian tentang “Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang Ideal dalam Persepsi Masyarakat Nelayan (Study di Kelurahan Mayangan Kota Probolinggo)” dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1.      Profil guru pendidikan agama Islam secara teoritis beracuan pada UU No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang membahas kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Yakni: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian (personal), kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Keempat kompetensi guru itu menjadi acuan sosok guru dalam kinerjanya di sekolah dan masyarakat.
2.      Kondisi sosial masyarakat di Kelurahan Mayangan Mayoritas beragama Islam dan berpencaharian sebagai nelayan. Setiap hari mereka hidup bergantung pada hasil laut. Jika hasil laut melimpah, maka akan makmur kehidupannya. Begitu pula sebaliknya, jika kondisi laut tidak memungkinkan untuk berlayar mencari ikan, mereka banyak yang menjadi pengangguran dan sulit untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Para nelayan di KelurahanMayangan juga masih berpendidikan rendah yaitu maksimal berpendidikan SMA dan mayoritas masih dalam jenjang SMP.Karena keahlian melaut tidak membutuhkan jenjang pendidikan yangtinggi.bisa dipelajari dengan masyarakat lain atau secara turuntemurun. Namun, perhatian terhadap pendidikan tidak kalahnya dengan masyarakat kota, masyarakat nelayan juga mempunyai kepedulian yang sangat tinggi terhadap pendidikan anaknya. dibuktikan dari beberapa informan yang tetap menyekolahkan anaknya mulai dari jenjang SD, SMP, SMA hingga kuliah.
3.      Temuan di lapangan mengungkapkan bahwa dari keempat kompetensi peserta didik yang coba digagas oleh pemerintah, aspek kompetensi profesional dan Pedagogik tidak menjadi titik berat dalam criteria guru ideal perspektif masyarakat nelayan di Kelurahan Mayangan kota Probolinggo. Artinya, masyarakat nelayan tidak terlalu mementingkan kemampuan mengajar guru di kelas dan kedalaman keilmuan yang dimiliki seorang guru agama. Walaupun kedua hal tersebut tetap menjadi pertimbangan dalam memilih guru agama yang mampu mengelola suasana kelas dengan baik dan memahami materi secara mendalam.Sedangkan dua kompetensi lainnya (sosial, kepribadian) dianggap penting oleh masyarakat.Karena, kedua kompetensi itu dalam aplikasi bersentuhan langsung dengan peserta didik di sekolah dan terkait interaksinya dengan masyarakat sekitar. penulis analisis terkait dengan minimnya informan tentang referensi guru PAI yang baik menurut pemerintah. Hal ini juga disebabkan karena kesibukan para informan untuk menghidupi diri maupun keluarga, dan setiap hari berjuang di tengah laut untuk mencari uang yang banyak. Guru PAI yang ideal di mata masyarakat Pesisir adalah guru yang mempunyai akhlak baik, dan mampu membimbing ke agama yang benar, atau secara sederhana mampu mengajari putra-putrinya belajar ngaji dan mengerti kehidupan.



[1] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 74 tahun 2008 tentang guru pasal 1 no. 1
[2] H.A.R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Pedagogik Transformatif
untuk Indonesia, (Gramedia, Yogyakarta, 2002)
[3] Undang-undang Guru dan Dosen,op.cit., hlm. 7
[4] Undang-undang Republik Indonesia, SISDIKNAS (Bandung: Fokus Media, 2006 ), hlm. 77-78
[5] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah (Bandung: PT. Rosdakarya, 2008), hlm. 115
[6] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar
Operasionalisasinya (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 173
[7] Mulyasa, Standar kompetensi dan Sertifikasi Guru,Op.cit., hlm. 75
[8] Zakiah Daradjat, dkk, Op.cit., hlm. 19
[9] Depag RI, Op.cit., Departemen Agama, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan (Jakarta: Direktorat
Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), hlm. 46-47hlm. 192
[10] Departemen Agama, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan (Jakarta: Direktorat
Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), hlm. 46-47
[11] Ibid., hlm. 47

[12] Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung: Rosda karya, 2006), hlm.46

No comments:

Post a Comment