MOTIVASI MASYARAKAT
DALAM MENGIKUTI PENGAJIAN DI MAJELIS
TA’LIM
PONDOK
PESANTREN METAL REJOSO PASURUAN
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD MAHMUDI
NIM. 18 2012 01 01 0159
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Fokus Penelitian
Memahami pendidikan Islam berarti harus menganalisis secara
pedagogis suatu aspek utama dari misis agama yang diturunkan kepada umat
manusia melalui Muhammad rasulullah, 14 abad yang lalu. Islam sebagai petunjuk
ilahi mengandung implikasi kependidikan (pedagogis) yang mampu membimbing dan
mengarahkan manusia menjadi seorang mukmin, muslim, muhsin dan muttaqin melalui
proses tahap demi tahap.
Sebagai ajaran (doktrin), islam mengandung system nilai
pendidikan yang berlangsung dan di keembangkan secara konsisten menuju
tujuannya. Sistem nilai-nilai itu dijadikan dasar bangunan struktur pendidikan
Islam yang memiliki daya lentur normative kbutuhan dan kemajuan masyarakat dari
waktu ke waktu.[1]
Selanjutnya, antara dunia pendidikan dan dinamika masyarakat memiliki hubungan
yang erat. Disatu sisi, karena pendidikan adalah bagian dari kehidupan, ia
dituntut mampu mengikuti perkembangan didalamnya.
Di sisi lain, pendidikan merupakan rancangan kegiatan yang
paling banyak berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang dan suatu
masyarakt. Pendidikan merupakan model rekayasa social yang paling efektif untuk
menyiapkan suatu bentuk masyarakat “masa depan”. Demikian pula halnya dengan masyarakat
islam sebagai sebuah sistem, masa depannya banyak ditentukan oleh konsep dan
pelaksana pendidikan tersebut.[2]
Di Indonesia, masuknya Islam ke kepulauan Nusantara mempunyai
arti strategis dalam mengemban tugas pendidikan dan menyampaikan nilai-nilai
agama khususnya Islam dengan titik berat kepada strategi peranan pendidikan.
Telah sejak lama diakui bahwa pesantren dilihat dari sistem pendidikan Islam
merupakan lembaga induk untuk menciptakan usaha dalam memodernisasi masyarakat.
Lembaga pendidikan pesantren ini pada awal gerakannya berkembang di kota-kota
pelabuhan seiring dengan masuknya islam ke indonesia melalui perdagangan
internasional. Oleh karena itu, dapat dipahami kalau pendidikan di pondok
pesantren selain menekankan pengkajian kitab-kitab ilmu agama, juga
persoalan-persoalan kemasyarakatan, politik dan ekonomi.[3]
Tradisi pengajian sudah ada sejak lama. Dijamin wali songo
tradisi Hindu-Budha di pertahankan dengan menambah unsur islam di dalamnya.
Pengajian-pengajian adalah salah satu bentuk pembelajaran pendidikan Islam dan
dakwah Islam. Perkembangan zaman yang semakin maju tidak menyurutkan semangat
dakwah islam. Pengajian sebagian bentuk dakwah dan pendidikan islam
tradisionali pada umumnya terdapat di daerah pedesaan dan pesantren.
Boleh jadi, sudah menjadi doktrin islam bahwa masyarakat
islam turut pula memikul tanggung jawab membina, memakmurkan, memperbaiki,
mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang pada perbuatan
keji dan mungkar.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ
الْفَاسِقُونَ
Artinya: “Kamu adalah sebaik-baik umat di kelurkan kepada
manusia, kamu memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang mungkar dan kamu
percaya kepada Allah”. (Q.S. Ali Imron:110).
Di dalam Al-qur’an diterangkan, sekalipun islam menekankan
tanggung jawab perseorangan dan pribadi bagi manusia dan menganggapnya sebagai
azas, ia tidaklah mengabaikan tenggung jawab sisial yang menjadikan masyarakat
sebagai masyarakat solidaritas, berpadu dan bekerja sama membina dan
mempertahankan kebaikan.[4]
Menurut Hasan Bin Ali hasan Al-Hijazy, masyarakat memiliki
peranan yang besar dalam pembinaan individu. Setiap individu akan terpola dalam
masyarakat dan terpengaruh oleh apa yang ada di dalamnya baik berupa pemikiran
maupun tingkah-laku.[5]
Menengok kembali peradaban pengajian sebagai bagian dari
pendidikan dan tanggung jawab masyarakat. Di kota pasuruan khususnya,
keberadaan pengajian-pengajian tradisional yang diadakan pagi hari mulai ramai
diminati orang. Hal ini terlihat di beberapa tempat pengajian yang ramai
dikunjungi oleh masyarakat yang sengaja datang untuk mendengarkan pengajian
tersebut. Pada umumnya, keramaian mulai terasa di daerah tersebutkhususnya pada
hari libur seperti minggu, mereka kadang kala bersama dengan rombongan atau
dengan keluarga ramai-ramai menuju tempat pengajian tertentu. Keberadaan
pengajian pagi tersebut merupakan fenomena yang cukup menarik. Hal ini antara
lain dikarenakan pengajian tradisional tersebut berada di wilayah kota pasuruan
yang notabeneterkenal dengan sebutan kota santri dan banyak berdiri pondok
pesantren dan madrasah-madrasah dengan menerapkan sistem salaf dan sistem
pendidikan modern, juga terdapat suatu majelis ta’lim yang rutin mengadakan
pengajian ahad pagi yang diasuh oleh seorang kyai. Kyai adalah elemen yang
paling esensial dari suatu pesantren. Ia sering kali bahkan merupakan pendirinya.[6]
Dari paparan di atas,
maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dengan mengambil
judul: “Motivasi Masyarakat Dalam Mengikuti Pengajian di Majelis Ta’lim
Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan”.
B. Fokus
Penelitian
1.
Alasan yang mendorong masyarakat bermotivasi
mengikuti pengajian Ahad pagi di Majelis Ta’lim Pondok Pesantren Metal Rejoso
Pasuruan, terkait dengan : a. Penghormatan kepada kyai; b. Penjelasan yang
mendetail dan luas; c. Kisah-kisah/hikayah salafi dalam pengajian; d. Ada sesuatu
yang lain (sirrun); dan e. Pengetahuan agama dan ketenangan batin.
2.
Kontribusi pengajian Ahad pagi di Majelis Pondok
Pesantren Metal Rejoso Pasuruan, terkait dengan : a. banyak tambahan-tambahan
atau ziyadah yang baru; b. Membentuk ikatan batin di kalangan jama'ah;
dan c. Membentuk tali persaudaraan yang kuat.
C. METODE
PENELITIAN
A.
Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di majelis Ta’lim Pondok Pesantren
Metal Rejoso Pasuruan, tepatnya pada jema’ah pengajian Ahad pagi di Majelis
Pondok Pesantren Metal yag dibina oleh kyai Bakar. Lokasi ini dipilih dengan
alasan:
1. Daerah
tersebut mayoritas penduduknya keturunan jawa, akan tetapi peminat pengajian
tersebut sebagian berasal dari luar daerah itu.
2. Pengaruh
pengajian tersebut adalah seorang kyai, yang memiliki kemulyaan dan
keistimewaan.
3. Jumlah
jama’ah pengajian tersebut lebih dari 500 orang, hal ini menunjukkan motivasi
mereka mengikuti pengajian ini.
4. Daerah
Rejoso adalah daerah yang cukup ramai, dikarenkan jalan tersebut jurusan ke
Probolinggo, Jember, dan Banyuwangi.
B.
Subyek Penelitian.
Yang
menjadi subyek di dalam penelitian ini adalah jama’ah pengajian rutin Ahad pagi
hari di majelis Ta’lim Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan, sumber datanya
adalah beberapa orang yang aktif mengikuti kegiatan tersebut dan ustadz atau
pengasuh pengajian.
C.
Metode Pengumpulan Data.
Untuk memperoleh
data yang valid dan relevan dengan permasalahan di atas, maka tekhnik yang
digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Observasi
Metode
observasi atau pengamatan merupakan suatu tekhnik atau cara mengumpulkan data
dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.
Menurut Arikunto, metode observasi merupakan suatu kegiatan pemusatan perhatian
terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera.[7]
Metode
ini bertujuan untuk mengetahui data berkenaan dengan konteks keadaan jamaah
pengajian digunakan metode observasi (seperti pelaksanaan pengajian, perilaku
keagamaan). Observasi yang dilakukan adalah observasi sistematis, artinya observasi
dengan menggunakan bantuan alat tertentu untuk mendapatkan validitas data.
2. Interview
Bebas.
Metode
interview adalah suatu percakapan, tanya jawab lisan antara dua orang atau
lebih yang sudah berhadapan secara fisik dan diarahkan pada masalah tertentu.
Ada tiga pertanyaan dalam metode ini:
a. Pertanyaan
Berstruktur
Pertanyaan
berstruktur adalah pertanyaan yang memberi struktur pada responden dalam
menjawabnya. Pertanyaan ini dibuat sedemikian rupa sehingga responden dituntut
untuk menjawabnya sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan.
b. Pertanyaan
Tak Berstruktur
Berbeda dengan
pertanyaan berstruktur, pertanyaan tak berstruktur memberikan kebebasan kepada
responden untuk menjawab semua pertanyaan, oleh karena itu jenis pertanyaan ini
disebut pula dengan pertanyaan terbuka (open question).[8]
c. Campuran
Jenis pertanyaan
ini adalah campuran antara pertanyaan berstruktur dan tidak berstruktur.[9]
Dari ketiga
model interview di atas, penulis menggunakan jenis ketiga yaitu pertanyaan
dengan teknik campuran. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudahkan
responden dalam memberikan keterangan, dalam metode ini untuk mendapatkan data
yang berkenaan dengan tema atau masalah penelitian, digunakan wawancara
mendalam.
D.
Instrument Pengumpulan Data.
Karena dalam
penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif (termasuk studi kasus yang di
lakukan dalam penelitian ini), instrument utamanya adalah penelitian itu
sendiri, maka kedudukan pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
hanyalah sebagai acuan pokok (berisi pertanyaan-pertanyaan pokok saja). Dari
pertanyaan pokok trsebut dikembangkan nantinya (di lapangan) serangkaian
pertanyaan lain yang bersifat melacak atau mendalami permasalahan secara lebih
jauh.
Selain itu juga di
lakukan observasi systematis mengenai kondisi umum daerah Rejoso, misalnya:
bagaimana keadaan atau kondisi tempat pengajian, pelaksanaan pengajian, keadaan
jamaah pengajian, dan lain-lain. Digunakan pula foto dan tape recorder serta
instrument tambahan yang mendukung penggalian data di lapangan.
E.
Penyajian dan Analisis Hasil Penelitian
Penyajian
dan analisis hasil penelitian dilakukan secara kualitatif, yang merupakan
penjelasan dan ringkasan dari permasalahan – permasalah secara rinci dan
tuntas. Adapun pemilihan metode studi kasus dalam penelitian ini di dasarkan
atas tujuan untuk memperoleh gambaran yang realities-holistik (kongkrit
menyeluruh) pada kegiatan proses pelaksanaan pengajian tersebut. Tentu saja hal
itu sesuai dengan jangkauan pelaksanaan data yang dilakukan pada saat
pengumpulan data.
Sehubungan dengan
studi kasuss yang di pergunakan itu, hasil penelitian merupakan deskripsi
tentang pelaksanaan pengajian tersebut, karakteristik jamaah pengajian dan
kontribusi atau manfaat dari pelaksanaan pengajian tersebut, serta kaitannya
dengan pendidikan islam.
Hasil analisis dan
penjelasan kasus ini, sekiranya menunjukkan kemiripan atau kecenderungan yang
relatif sama pada senua kasus akan ditarik menjadi kesimpulan umum bagi semua
kasus yang diteliti.
BAB
II
ANALISI
DATA
A. Latar
Belakang Obyek Penelitian
1.
Kiyai Bakar Di Mata Jama’ah Pengajian
Ahad Pagi Majlis Ta’lim Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan.
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan data hasil
wawancara sebagai berikut: Profil dari Kyai Abu Bakar dijelaskan oleh santri
seniornya yaitu Ustadz Sohib, sebagai berikut :
Menurut cerita dari
sebagian besar jama’ah pengajian ahad pagi di majlis ta’lim pondok pesantren
Metal Rejoso Pasuruan, Kiyai Bakar adalah salah seorang keturunan Kiyai, ahli
agama termashur. Nama lengkap Kiyai Bakar Abu Bakar Kholil, karena abahnya
bernama K.H. Kholil[10].
Salah seorang jama'ah pengajian di majelis ta'lim yang diasuh
oleh kyai Abu Bakar mengatakan :
"Ketika kecil
beliau bersekolah di SDN Rejoso, kemudian melanjutkan ke pondok pesantren
Salafiyah yang diasuh Kiyai Abdul Hamid bin Abdullah. Tidak lama lagi beliau
pindah untuk mencari ilmu di pondok pesantren Al-Hidayat Lasem, Rembang, Jawa
Tengah, yang diasuh oleh K.H. Machsoem. Ringkas cerita, beliau di dalam pondok
hanya ditugasi untuk memenuhi kebutuhan pondok dalem dan belajar Al-Qur’an.
Beliau diterima di pondok dengan syarat lima tahun beliau tidak diperkenankan bertemu
dengan orangtuanya, sehingga dengan kepatuhan dan perjuangannya beliau pulang
kembali ke daerahnya, dapat menyampaikan dan menyiarkan ajaran islam atas
berkah para guru dan pengasuh pondok tersebut semata-mata adanya karunia Allah
SWT"[11].
Ustadz Sohib menambahkan :
Kiyai Bakar dikenal sebagai sosok yang cukup bersahaja dan
sederhana. Keluasan ilmunya terutama di bidang ilmu dakwah membuatnya menjadi
masyhur dan disegani dilingkungannya. Selain mengajar di majlis ta’lim, beliau
juga mengajar di pondok pesantrennya (anak didik). Kesibukan beliau sebagai
seorang ulama’, muballigh, dan pendidik membuat beliau sulit untuk ditemui.
Ketenaran beliau bukan saja dikarenakan ilmunya, tapi juga disebabkan oleh
kedudukan beliau sebagai salah seorang Kiyai.[12]
Jama’ah pengajian di majlis ini umumnya berbeda pandangan
tentang Kiyai. Sebagian mereka paham dan yang lain tidak. Namun, satu hal yang
pasti bahwa Kiyai bagi mereka adalah sosok yang disegani karena ilmu dan
nasabnya.
2.
Majlis Ta’lim Pondok Pesantren Metal
Rejoso Pasuruan: Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya.
Rejoso merupakan bagian wilayah kabupaten Pasuruan, daerah
ini terletak sekitar 5 km ke arah barat alun-alun kota pasuruan. Rejoso
merupakan daerah yang cukup ramai dilintasi oleh kendaraan bermotor dan angkutan
umum. Hal ini dikarenakan daerah jalan raya, baik jalan ke arah Probolinggo,
Jember, dan Banyuwangi jalur ke arah timur sedangkan jalur ke arah barat
Malang, Sidoarjo, Surabaya. Daerah Rejoso dikenal akan sebutan “Pantura”.[13]
Ketika perjalanan saya ke
pondok pesantren Metal Rejoso Pasuruan, banyak di sekitar gang pondok sampai
menuju tempat pengajian sekitar 150 m banyak para penjual seperti halnya
penjual makanan, penjual sayuran, penjual buku/kitab dan banyak yang lainnya.
Hal ini yang dinamakan Pasar Gebyar Ahad Pagi.
Pagi itu tengah
berlangsung pengajian rutin Ahad pagi yang diasuh oleh Kiyai Bakar. Majlis
Ta’lim tersebut berjarak sekitar 150 m dari gapura pondok pesantren Metal,
Rejoso, Pasuruan. Suasana pondokan terlihat lengang dan berbeda dengan suasana
di jalan raya tadi. Jama’ah pengajian duduk dengan khusuk mendengarkan dan
menulis ceramah yang disampaikan oleh Kiyai.[14]
Tentang majelis ta'lim yang dibinanya, Kyai Abu Bakar
menuturkan :
Menengok sejarah
Majelis Ta’lim pondok pesantren Metal, Rejoso, Pasuruan, Pondok pesantren ini
berdiri megah di atas area seluas kurang lebih 9,5 ha. Kemudian pada
perkembangan berikutnya menjadi pondok pesantren. Pondok ini berdiri antara
tahun 1992 (pondok lama) dan tahun 1997 (pondok baru). Pondok ini berpenghuni
sekitar seribu orang santri, baik laki-laki maupun perempuan yang datang dari
seluruh pelosok di Indonesia. Bahkan ada yang datang dari Malaysia dan Brunei
untuk belajar di sini. Adapun makna “Metal” boleh diartikan: membaca tulisan
Al-Qur’an dengan logo: tiga jari bermakna: Iman, Islam dan Ihsan. Perlu
diketahui bahwasannya misi pesantren Metal adalah Amar Ma’ruf nahi mungkar
serta memperbaiki akhlaq.[15]
Majelis Ta’lim merupakan lembaga pendidikan agama islam,
mungkin pula seperti madrasah diniyah di pondok pesantren, sehingga memiliki
surat atau dokumen resmi tentang sejarah dan tahun berdirinya. Namun, hal itu
berbeda dengan Majelis Ta’lim pondok pesantren Metal. Bagi Kiyai Bakar dan
jamaah pengajaran ini yang dimaksud dengan Majelis Ta’lim adalah Majelis ilmu:
Majelis dzikir, jadi apapun bentuknya asal ada guru dan murid serta ada ilmu
yang dipelajari disebut Majelis Ta’lim.
Sejumlah santri Kyai Abu Bakar menyatakan :
Bangunan Majelis Ta’lim
pondok pesantren Metal sangat memiliki seni. Panjang 25 m, lebar 5 m, dan mampu
menampung 500 orang. Warna putih dinding depan dengan tambahan keramik berwarna
putih berdampingan pohon mangga. Sebelumnya bangunan itu tidak seluas sekarang
ini, sehingga dahulu jamaah pengajian
pun harus rela untuk mendengarkan pengajian di sepanjang jalan masuk ke pondok.
Dengan membeber tikar dan karpet, jamaah pengajian ahad pagi mendengarkan
ceramah dan kajian kitab dari Kiyai Bakar. Akan tetapi, kini bangunan tersebut
sudah diperluas dengan membeli sawah-sawah di samping kanan dan kiri bangunan.
Kata pondok pesantren Metal dipilih sebagai nama tempat pengajian tersebut
dikarenakan beberapa alasan:
1.
Kata
Metal memiliki arti membaca tulisan Al-Qur’an
2.
Metal
merupakan logo tiga jari bermakna Iman, Islam, dan Ikhsan.[16]
Dalam perkembangannya, dapat diduga bahwa majelis ini
merupakan salah satu kajian islam untuk menyiarkan agama islam khususnya di
Pasuruan.
Sebagai salah satu majelis Ta’lim di kota Pasuruan, majelis
Ta’lim pondok pesantren Metal boleh dikatakan sedikit berbeda dan cukup unik
berbeda, karena kajian-kajian yang dilakukan sangat padat, mendetail dan luas.
Dikatakan unik karena tempatnya yang berada di dalam sebuah pondok pesantren,
sedang peminatnya sebagian besar bukan santri pondok. Selain itu, jamaah
pengajian tidak hanya mereka yang awam terhadap ilmu agama, tetapi justru para
ustadz, pengasuh pondok, dan guru agama berkumpul menjadi satu mendengarkan
fatwa, ceramah, dan ilmu dari Kiyai Bakar.
Di dalam ruangan itu, para jamaah pengajian duduk dengan
khusuk mendengarkan fatwa, ceramah, ilmu, dan nasihat dari Kiyai Bakar. Ketika
pandangan saya mengarah ke depa, terlihat sebuah hiasan dinding di belakang
Kiyai Bakar dengan latar warna putih. Dari tempat yang paling belakang sendiri
pun, Kiyai Bakar akan terlihat dengan jelas karena tempat beliau dibuat lebih
tinggi dari para jamaah.
Kegiatan yang
berlangsung di pengajian Ahad pagi ini, dijelaskan lebih lanjut oleh Kyai Abu
Bakar sebagai berikut :
Pengajian ahad pagi
berlangsung dari pukul 07.00 s/d 08.30 WIB para jamaah mulai membuka kitab
Al-Qur’an atau majemuk. Adapun agenda pengajian di majelis Ta’lim pesantren
Metal Rejoso Pasuruan, yaitu:
1. Bacaan
shalawat nabi Muhammad SAW (diba’iyah).
2. Bacaan surat
suci Al-Qur’an.
a. Surat Yaasin.
b. Surat
Waqi'ah.
c. Surat Al-Mulk.
3. Bacaan do’a barokah Al-Fatihah.
4. Maidhotul Khasanah K.H. Bakar pondok pesantren Metal Rejoso
Pasuruan.
5. Bacaan Tahlil.
6. Do’a (penutup).[17]
3. Tipologi Masyarakat yang Mengikuti Pengajian
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam
terhadap jamaah yang mengikuti pengajian ahad pagi di majelis Ta’lim pondok
pesantren Metal, peneliti memiliki gambaran bahwa setidak-tidaknya ada dua tipe
atau golongan masyarakat, yaitu:
a. Jamaah dengan kategori santri.
Disebut
sebagai jamaah kategori santri dikarenakan beberapa alasan, yaitu:
·
Memiliki pengetahuan agama yang lebih
·
Taat dan ta’dzim kepada Kiyai
·
Umumnya selalu memakai sarung dalam
keseharian,berbusana dan berkopyah berwarna putih.
·
Selalu mengikuti Kiyai Bakar kemanapun dan
dimanapun beliau mengajar
b. Jamaah umum/awam.
·
Mengaji untuk mendalami pengetahuan keagamaan.
·
Umumnya membawa kitab majemuk.
·
Lebih suka mendengarkan ceramah saja daripada
mencatat.
·
Umumnya langsung pulang ketika pengajian
selesai, tanpa harus bersalaman dengan Kiyai.
B. Penyajian
dan Analisa Data
1.
Alasan-alasan yang mendorong seseorang
berantusias mengikuti pengajian ahad pagi.
Tidak semua orang yang datang ke tempat pengajian ini
mengerti tentang tokoh yang tengah mengajar ilmu agama itu. Seorang jamaah
pengajian yang berasal dari warung Dowo ini mengaku tidak begitu tahu tentang
sosok Kiyai Bakar. Ia datang ke tempat itu, lantaran ingin ketenangan bathin
dan menimba ilmu. Demikian pula dengan mas tukang parkir sepeda motor yang asik
saja menunggu sepeda motor yang sedang parkir.
Sebenarnya alasan yang mendorong masyarakat berantusias
mengikuti pengajian ahad pagi di majelis ta’lim pondok pesantren Metal? Apakah
semata-mata karena mencari ilmu agama? Atau karena alasan-alasan khusus
berkaitan dengan sosok Kiyai? Atau boleh jadi kedatangan mereka berkaitan
dengan kepentingan pribadi. Seseorang merasa penting datang ke majelis ini
karena alasan-alasan yang kadang-kadang personal sifatnya. Sehingga, jika
ditanyakan satu persatu kepada jamaah yang hadir hampir dapat dipastikan mereka
memiliki jawaban yang tidak sepenuhnya sama.
Namun beberapa hal yang dapat ditafsirkan dari gejala-gejala
ini adalah bahwa kehadiran jamaah dalam pengajian ini adalah tergantung pada
tingkatan mereka di dalam memahami agama. Sebagaimana saya sebutkan bahwa
paparan data sebelumnya bahwa setidaknya ada dua golongan masyarakat di dalam
pengajian ini, yaitu masyarakat santri dan masyarakat non-santri. Berdasarkan
observasi dan wawancara mendalam, ada beberapa alasan jamaah mengikuti
pengajian ahad pagi, yaitu:
a. Penghormatan
kepada Kiyai merupakan wujud cinta kepada Rosulullah.
Sebutan Kiyai sangat populer di kalangan masyarakat
Indonesia. Kiyai merupakan sebutan atau gelar bagi mereka yang masih merupakan
keturunan ulama’, memang ulama’ merupakan pewaris rasulullah SAW.
Maka penghormatan kepada beliau merupakan bukti kecintaan
kepada Rosulullah. Di dalam Al-Qur’an dapat diketahui bahwa Rosulullah tidak
meminta apapun kepada umatnya atas dakwah dan seruan yang beliau lakukan,
kecuali cintailah kerabat dan keturunan beliau. Pemahaman akan ayat dan
pandangan tersebut di atas kemudian memunculkan teori di kalangan jamaah bahwa
orang yang tidak menghormati Kiyai berarti tidak menghormati Rosulullah,
sehingga tidak akan mendapat syafaat dari Rosulullah nanti di hari kiamat.
Salah seorang jamaah pengajian mengatakan bahwa dalam kisah sufi ada satu
cerita tentang keturunan Rosulullah.[18]
Dikisahkan bahwa ada seorang Syarifah (sebutan untuk cucu perempuan Rosul) yang
miskin dan menjadi seorang pengemis. Suatu hari beliau mendatangi rumah seorang
kaya dan meminta belaskasihannya. Namun, orang kaya tersebut menolaknya.
Kemudian Syarifah menceritakan bahwa dirinya adalah keturunan Rosulullah, namun
si kaya itu tetap menolak untuk memberikan sedekah. Pada suatu malam si kaya
bermimpi seolah-olah hari kiamat telah tiba. Ketika seluruh umat manusia
berharap akan syafaat Rosul, datanglah si kaya tersebut ke hadapan Rosul dan
meminta syafaatnya. Kemudian Rosulullah berkata ”ketika di dunia, kau tidak
menghormati dan menyayangi keturunanku”.
Golongan santri pada umumnya mengetahui akan hal tersebut
sehingga mereka begitu taat dan patuh kepada Kiyai. Hal ini berbeda dengan
jamaah yang masih awam, bagi mereka status tidak menjadi ukuran. Mereka tidak
mempersoalkan siapa yang mengajar, yang jelas bahwa kedatangan mereka adalah
untuk menimba ilmu. Selain itu, dengan sangat sederhanamereka menyatakan bahwa
bahasa yang digunakan oleh Kiyai Bakar sangat pas dan cocok dengan diri mereka.
Ketika saya mengejar dengan pertanyaan tentang apa perbedaan
Kiyai dengan Ustadz? Tahukah Bapak bahwa Kiyai adalah sebutan bagi keturunan
ulama’ termasuk Kiyai Bakar? Dengan santai mereka menjawab bahwa mereka tidak
begitu mempersoalkan akan hal-hal tersebut.
Berdasarkan hal tersebut di atas terdapat perbedaan cara
pandang dan keantusiasan antara golongan santri dan awam di dalam menyikapi
sosok Kiyai. Golongan santri memandang sosok Kiyai bukan saja dari segi ilmu,
tetapi juga dari segi ke-Kiyai-annya atau segi keturunannya. Sedangkan bagi
golongan awam memandang sosok Kiyai bukan dari ke-Kiyai-annya, namun dari segi
kebutuhan mereka akan pengetahuan agama.
b. Penjelasan
yang mendetail dan luas
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dalam
ceramah sebagai berikut:
Proses kegiatan pengajian yang berlangsung di majelis ta’lim
Metal boleh jadi dapat dikatakan berbeda dengan proses pengajian di tempat
lain. Penjelasan yang disampaikan oleh Kiyai Bakar begitu panjang lebar. Secara
sederhana dapat dipahami bahwa dari satu ayat atau satu hadits diterangkan oleh
beliau dengan cukup menyeluruh, mendetail dan luas berdasarkan banyak
materi/kitab dan tinjauan-tunjauan lain, seperti menjangkau bidang Fiqih,
akhlaq\, dll. Menurut salah seorang jamaah beliau yang pernah mengaji di salah
satu pesantren, Kiyai Bakar melakukan strategi mengajar yang berebeda dari
pesantren. Kesan yang umum di pesantren adalah bahwa Kiyai menerangkan kitab
secara umum dan penjelasannya terbatas sekali pada penjelasan yang terdapat di
dalam kitab tersebut. Sedangkan penyajian di majelis ta’lim pondok pesantren
Metal lebih mendalam, mendetail dan luas.[19]
Berdasarkan catatan observasi proses pengajian yang berlangsung di majelis
ta’lim pondok pesantren Metal didapati data antara lain:[20]
1. Pengajian
berlangsung selama ±1 ½ jam, dimulai pukul 07.00 WIB.
2. Kiyai
Bakar membaca kitab atau membaca satu kalimat atau satu bacaan Al-Qur’an atau
satu hadits.
3. Dalam
menerangkan satu kalimat atau hadits dalam kitab rata-rata memerlukan waktu ±10
menit dengan mengambil penjelasan dari beberapa kitab-kitab lain dan juga
mengaitkannya dengan bidang-bidang tertentu, seperti mengaitkannya dengan Fiqh
dan Akhlaq.
Dari observasi tersebut di atas dan penjelasan jamaah pengajian
menunjukkan bahwa apa yang membuat mereka berantusias mengikuti pengajian ini
adalah penjelasan Kiyai yang luas dan mendetail. Kiyai Bakar tidak akan
melanjutkan satu topik ke topik selanjutnya bila beliau rasa para jamaahnya
belum begitu paham dengan penjelasannya. Di akhir pengajian, biasanya ada
semacam tanya jawab. Para jamaah yang belum begitu paham dengan penjelasan
Kiyai, atau mereka memiliki persoalan dan kebingungan dalam memahami sesuatu
dianjurkan untuk bertanya. Mereka yang bertanya itu kemudian menulis
pertanyaannya pada secarik kertas. Kemudian kertas tersebut dikumpulkan ke
depan. Kemudian di bagian akhir ceramahnya Kiyai akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu, tentu saja dengan penjelasan yang cukup memuaskan
jamaah ini.
c. Terdapat
kisah-kisah/hikayah salafi dalam setiap pengajian
Dalam setiap pengajian, Kiyai Bakar selalu menyisipkan
cerita-cerita hikmah, cerita-cerita sufi. Menurut beliau sendiri ketika
dilakukan observasi mengatakan bahwa:[21]
1.
1/3 isi Al-Qur’an adalah berisi tentang cerita-cerita,
termasuk cerita nabi dan para rasul.
2.
cerita-cerita orang sufi misalnya: ulama’ besar
seperti Imam Al- Gozali, syeikh Abdul Qodir Jailani semua itu agar mengetahui
sejarah kehidupan dan amal perbuatannya.
Cerita tentang para nabi, tabi’in dan orang-orang sholeh
merupakan tentara-tentara kebenaran. Dengan mendengarkan cerita tersebut orang
akan cenderung meneladani dan mengambil hikmah dari cerita tersebut. Jama'ah
ibu-ibu menyatakan :
Cerita-cerita tersebut digunakan untuk suri tauladan dan mengurangi
kejenuhan jamaah pengajian. Pengajian di pagi hari dan di hari libur seperti di
majelis ota’lim pondok pesantren Metal ini tidak menutup kemungkinan menjadikan
jamaah mengantuk, malas dan lain sebagainya. Di dalam proses pelaksanaan
pengajian umumnya jamaah mulai merasa capek dan mengantuk pada pukul 06.40 WIB.
Mereka yang merasa mengantuk kemudian menutup kitab dan menikmati tidur mereka.
Di saat-saat seperti ini atau lebih kurang pukul 08.00 Kiyai Bakar mengaitkan
isi ceramahnya dengan memberikan kisah-kisah keteladanan. Jamaah yang tadinya
tertidur boleh jadi bangun kembali dikarenakan gelak tawa jamaah lainnya ketika
mereka mendengarkan cerita dari kiyai.[22]
d. Ada
sesuatu yang lain (sirrun)
Berdasarkan
hasil wawancara yang peneliti lakukan sebagai berikut:
Ikatan
bathin antaraKiyai Bakar dengan para jamaah pengajian tanpa terasa mulai
terbentuk, khususnya bagi kalangan santri. Buktinya adalah menurut sebagian
dari mereka ketika peneliti bertanya bagaimana perbedaan antara mengaji di
Kiyai Bakar dengan di tempat lain. Jawaban yang mereka kemukakan pun
bervariasi, namun intinya bahwa ada perbedaan yang mereka rasakan. Beberapa
dari mereka mengatakan bahwa ketika mereka mendengarkan pengajian atau ceramah
di tempat lain seolah-olah tidak ada yang menyentuh hati mereka, namun ketika
Kiyai Bakar mulai menerangkan dalam pengajian, bathin mereka terasa mulai
tenang dan tentram. Ada satu ikatan yang tidak dapat dikatakan, namun dapat
dapat dirasakan. Sesuatu yang semacam ini oleh mereka disebut sirrun.[23]
Secara
sederhana dapat diumpamakan bila kita belajar kimia kepada anak cucu dari
penemu kimia dengan belajar kimia dari orang yang bukan keturunan ahli kimia,
tentu kita akan lebih pas bila belajar kimia kepada keturunan penemu kimia.
Menurut santri senior kiyai dhomirnya munfasil kepada Rosulullah. Kiyai Bakar
adalah keturunan dari seorang Kiyai (ulama’), maka bila ada yang dekat dengan
untuk apa cari yang lain.
Di
sini terlihat bagaimana kedudukan seorang Kiyai dapat membuat jamaah pengajian
merasakan sesuatu yang lainn. Bagi ustadz Muchsin yang datang jauh dari Madura,
di mana pada awalnya dia ingin melanjutkan sekolah. Namun lantaran banyak hal,
akhirnya dia memutuskan untuk tidak sekolah SLTA lagi dan belajar agama
mengikuti Kiyai Bakar. Dari hasil studi saya tentang beliau dapat saya katakan
bahwa walaupun usianya jauh lebih muda dari saya, pengetahuan agamanya sungguh
jauh melampaui saya. Demikian saya dengar ustadz Shohib ketika pertama kali
melihat beliau tentu orang akan bertanya, “Anda pernah mondok di mana?” atau
mungkin bertanya,”Berapa tahun anda mengaji di pesantren?”. Pertanyaan itu
bukan sengaja saya buat, nemun merupakan realitas ketika melihat sosok
ustadz-ustadz yang satu ini. melihat kemampuan membaca kitab dan pengetahuan
keagamaan lainnya orang tentu akan kaget bila tahu bahwa beliau tidak pernah
mondok dimanapun juga.
Boleh
jadi sebagai keturunan ulama’, Kiyai memiliki keistimewaan di dalam menyiarkan
dan mengajar agama, sebgaimana kelebihan Rosulullah sebagai sosok seorang da’i
dan seorang uswatun hasanah. Atau juga mungkin dikarenakan keyakinan para
jamaah tentang syafaat bagi mereka yang menghormati dan memulyakan keturunan
ulama’sehingga membuat seolah-olah ada sesuatu yang lain dari Kiyai Bakar.
e. Menambah pengetahuan agama dan ketenangan
batin
Berdasarkan
hasil wawancara yang peneliti lakukan sebagai berikut:
Menuntut
ilmu merupakan kewajiban setiap muslim, terlebih lagi ilmu agama. Para jamaah
pengajian di majelis ta’lim pondok pesantren Metal umumnya datang ke tempat pengajian
untuk mendapatkan pengetahuan agama yang lebih. Selain itu, menurut salah satu
diantara mereka dari golongan awam atau mereka yang belum cakap dalam bidang
keagamaan adalah:[24]
“Sesungguhnya dunia ini ibarat ludruk. Bila kita mengejar kebahagiaan model
apapun di dunia ini, yah.. paling hanya sebatas itu. Sekedar sandiwara atau
ludrukanlah”. Pernyataan semacam itu pada hakikatnya adalah penyerahan diri
dan kesadaran diri bahwa pada hakikatnya kebahagiaan sejati itu adalah
kebahagiaan batin atau ruhani. Kebahagiaan semacam itu tidak akan didapatkan di
tempat manapun kecuali di majelis dzikir, di majelis ilmu, di majelis ta’lim.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1.
Majelis ta’lim pondok pesantren Metal adalah
salah satu lembaga dakwah yang dikenal di kota Pasuruan. Hal ini lebih
disebabkan karena faktor pengajar atau muballighnya, yaitu sosok Kiyai Bakar
sebagai salah satu keturunan ulama’. Kyai Bakar merupakan salah satu faktor
pendorong masyarakat termotivasi mengikuti pengajian ini. sosok Kiyai Bakar
dengan keluasan dan pengetahuan ilmu agama yang mumpuni, kesahajaan,
kesederhanaan, dan kerendahan hati serta kebijaksanaan dalam pilihan kata dalam
setiap pelajaran agamanya merupakan hal yang menjadi pertimbangan masyarakat
mengikuti pengajian ini.
2.
Sebagai sebuah tempat ngaji atau majelis ta’lim,
pondok pesantren Metal telah memberikanmkontribusi. Hal ini dapat terlihat dari
masyarakat yang mengikuti pengajian ini berasal dari semua golongan dan status
sosial serta pendidikan. Pondok pesantren Metal telah melahirkan banyak da’i
dan santri-santri yang mumpuni, luas pandangan agamanya. Walaupun tidak ada
ukuran semacam raport atau sertifikat kompetensi mereka, namun setelah bergaul
dengan mereka, peneliti berkesimpulan bahwa hasil yang dicapai oleh Kiyai Bakar
di dalam mengajar santri-santri beliau sungguh luar biasa, dan majelis ta’lim
pondok pesantren Metal adalah benar-benar merupakan tempat menimba dan
memperdalam ilmu agama yang sangat diperlukan oleh kalangan umat islam, terlebih
lagi perkembangan zaman seperti sekarang yang semakin edan.
B.
Saran
1.
Majelis ta’lim semacam ini hendaknya terus
dikembangkan dan ditingkatkan
2.
Jama'ah majelis ta'lim seharusnya membawa
suatu buku catatan supaya apa yang disampaikan penceramah dapat dimengerti dan
dipahami atau supaya tidak lupa.
3.
Masih banyak dari para jamaah yang hanya
cukup mendengarkan penjelasan Kiyai, padahal dengan hanya mendengarkan saja
tentu akan mudah untuk lupa dan materi pengajian yang diterima tidaklah lebih
dari 20% saja. Untuk itu, sebaiknya jamaah pengajian ini membawa alat-alat
tulis, terlebih lagi memiliki kitab majemuk. Sehingga penjelasan yang
disampaikan Kiyai Bakar dapat mereka catat, konsentrasi tertuju pada kitab dan
ilmu yang didapatkan lebih dapat dipahami dan dimengerti. Terlebih lagi dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Dalam majelis ta'lim sebaiknya tidak hanya
menggunakan metode ceramah saja, pengelola lebih kreatif lagi dalam menciptakan
suasana majelis ta'lim yang lebih mengena pada para jama'ah.
5.
Diharapkan untuk dilakukan penelitian yang
berlanjut mengenai bagaimana cara manajemen pendidikan atau pengajaran di
lingkungan majlis ta’lim ini.
[1] M. Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam (Suatu Tujuan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Inter
Disipliner), Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm: 30
[2] Abdul Munir Mulkhan, Paradigma
Intlektual Muslim, SI Press, Jakarta, 1994, hlm: 210
[4] Di dalam Al-Qur’an diterangkan
dalam surat Ath-hur 21:”Setiap orang bertanggung jawab terhadap apa yang
diperbuatnya”. Di ayat lain di terangkan tentang kewajiban menyeru kepada
amar ma’ruf dan melarang kemungkaran (Q.S. Ali-Imran:104).
[5] Muzaidi Hasbullah (Pentej),
Hasan bin Ali Hasan al-Hijazy al-fikrut Qoyyim, pustaka Al-Kautsar, Jakarta,
2001, hlm:221.
[6] Zamakh Syari Dhofir, Tradisi
Pesantren (Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai).
[7]
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT. Rineka
Cipta, Jakarta, 2006, hlm: 204
[8]
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, PT. Mandar Maja,
Bandung, 1990, hlm:187.
[9]
Moh, Ali. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi, Bandung, Angkasa,
1987 hlm:85.
[10]
Wawancara tanggal 22 maret 2009, dengan ustadz Sohib (santri senior Kiyai
Bakar)
[11]
Wawancara tanggal 22 maret 2009, dengan ustadz Gufron (salah seorang jamaah
pengajian)
[12]
Santri senior Kiyai Bakar salah satunya adalah ustadz Sohib.
[13]
Pantura adalah sebutan khas daerah ini karena Rejoso merupakan kawasan jalan
pantai utara.
[14]
Observasi tanggal 15 maret 2009 pukul 06.00 WIB.
[15]
Wawancara dengan Kiyai Bakar tanggal 15 maret 2009.
[16] Wawancara
dengan sejumlah santri Kiyai Bakar, antara lain ustadz Sohib dan ustadz Rulli
[17]
Wawancara dengan Kiyai Bakar tanggal 8 maret 2009.
[18]
Wawancara tanggal 15 maret 2009 dengan Bapak Abdul Kadir (jamaah pengajian).
[19]
Wawancara tanggal 15 maret 2009 dengan Ibu Sa’adah dan Ibu Min.
[20] Wawancara
tanggal 22 maret 2009 dengan Kiyai Bakar bin Kholil.
[21]
Observasi proses pelaksanaan pengajian 8 maret 2009.
[22]
Wawancara tanggal 15 maret 2009 dengan Ibu Sa’adah dan Ibu Min.
[23]
Wawancara tanggal 22 maret 2009 dengan ustadz Gufron.
[24]
Wawancara tanggal 15 maret 2009 dengan Bapak Abdul Kadir (jamaah pengajian).
No comments:
Post a Comment