Saturday, February 6, 2016

MOTIVASI MASYARAKAT DALAM MENGIKUTI PENGAJIAN DI MAJELIS TA’LIM


MOTIVASI MASYARAKAT
DALAM MENGIKUTI PENGAJIAN DI MAJELIS TA’LIM
PONDOK PESANTREN METAL REJOSO PASURUAN

PROPOSAL SKRIPSI


Oleh:
MUHAMMAD MAHMUDI
NIM. 18 2012 01 01 0159


















PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2015
BAB I 






PENDAHULUAN
A.    Fokus Penelitian
Memahami pendidikan Islam berarti harus menganalisis secara pedagogis suatu aspek utama dari misis agama yang diturunkan kepada umat manusia melalui Muhammad rasulullah, 14 abad yang lalu. Islam sebagai petunjuk ilahi mengandung implikasi kependidikan (pedagogis) yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi seorang mukmin, muslim, muhsin dan muttaqin melalui proses tahap demi tahap.
Sebagai ajaran (doktrin), islam mengandung system nilai pendidikan yang berlangsung dan di keembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sistem nilai-nilai itu dijadikan dasar bangunan struktur pendidikan Islam yang memiliki daya lentur normative kbutuhan dan kemajuan masyarakat dari waktu ke waktu.[1] Selanjutnya, antara dunia pendidikan dan dinamika masyarakat memiliki hubungan yang erat. Disatu sisi, karena pendidikan adalah bagian dari kehidupan, ia dituntut mampu mengikuti perkembangan didalamnya.
Di sisi lain, pendidikan merupakan rancangan kegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang dan suatu masyarakt. Pendidikan merupakan model rekayasa social yang paling efektif untuk menyiapkan suatu bentuk masyarakat “masa depan”. Demikian pula halnya dengan masyarakat islam sebagai sebuah sistem, masa depannya banyak ditentukan oleh konsep dan pelaksana pendidikan tersebut.[2]
Di Indonesia, masuknya Islam ke kepulauan Nusantara mempunyai arti strategis dalam mengemban tugas pendidikan dan menyampaikan nilai-nilai agama khususnya Islam dengan titik berat kepada strategi peranan pendidikan. Telah sejak lama diakui bahwa pesantren dilihat dari sistem pendidikan Islam merupakan lembaga induk untuk menciptakan usaha dalam memodernisasi masyarakat. Lembaga pendidikan pesantren ini pada awal gerakannya berkembang di kota-kota pelabuhan seiring dengan masuknya islam ke indonesia melalui perdagangan internasional. Oleh karena itu, dapat dipahami kalau pendidikan di pondok pesantren selain menekankan pengkajian kitab-kitab ilmu agama, juga persoalan-persoalan kemasyarakatan, politik dan ekonomi.[3]
Tradisi pengajian sudah ada sejak lama. Dijamin wali songo tradisi Hindu-Budha di pertahankan dengan menambah unsur islam di dalamnya. Pengajian-pengajian adalah salah satu bentuk pembelajaran pendidikan Islam dan dakwah Islam. Perkembangan zaman yang semakin maju tidak menyurutkan semangat dakwah islam. Pengajian sebagian bentuk dakwah dan pendidikan islam tradisionali pada umumnya terdapat di daerah pedesaan dan pesantren.
Boleh jadi, sudah menjadi doktrin islam bahwa masyarakat islam turut pula memikul tanggung jawab membina, memakmurkan, memperbaiki, mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang pada perbuatan keji dan mungkar.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya: “Kamu adalah sebaik-baik umat di kelurkan kepada manusia, kamu memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang mungkar dan kamu percaya kepada Allah”. (Q.S. Ali Imron:110).
Di dalam Al-qur’an diterangkan, sekalipun islam menekankan tanggung jawab perseorangan dan pribadi bagi manusia dan menganggapnya sebagai azas, ia tidaklah mengabaikan tenggung jawab sisial yang menjadikan masyarakat sebagai masyarakat solidaritas, berpadu dan bekerja sama membina dan mempertahankan kebaikan.[4]
Menurut Hasan Bin Ali hasan Al-Hijazy, masyarakat memiliki peranan yang besar dalam pembinaan individu. Setiap individu akan terpola dalam masyarakat dan terpengaruh oleh apa yang ada di dalamnya baik berupa pemikiran maupun tingkah-laku.[5]
Menengok kembali peradaban pengajian sebagai bagian dari pendidikan dan tanggung jawab masyarakat. Di kota pasuruan khususnya, keberadaan pengajian-pengajian tradisional yang diadakan pagi hari mulai ramai diminati orang. Hal ini terlihat di beberapa tempat pengajian yang ramai dikunjungi oleh masyarakat yang sengaja datang untuk mendengarkan pengajian tersebut. Pada umumnya, keramaian mulai terasa di daerah tersebutkhususnya pada hari libur seperti minggu, mereka kadang kala bersama dengan rombongan atau dengan keluarga ramai-ramai menuju tempat pengajian tertentu. Keberadaan pengajian pagi tersebut merupakan fenomena yang cukup menarik. Hal ini antara lain dikarenakan pengajian tradisional tersebut berada di wilayah kota pasuruan yang notabeneterkenal dengan sebutan kota santri dan banyak berdiri pondok pesantren dan madrasah-madrasah dengan menerapkan sistem salaf dan sistem pendidikan modern, juga terdapat suatu majelis ta’lim yang rutin mengadakan pengajian ahad pagi yang diasuh oleh seorang kyai. Kyai adalah elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Ia sering kali bahkan merupakan pendirinya.[6]
 Dari paparan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dengan mengambil judul: “Motivasi Masyarakat Dalam Mengikuti Pengajian di Majelis Ta’lim Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan”.
B.     Fokus Penelitian
1.    Alasan yang mendorong masyarakat bermotivasi mengikuti pengajian Ahad pagi di Majelis Ta’lim Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan, terkait dengan : a. Penghormatan kepada kyai; b. Penjelasan yang mendetail dan luas; c. Kisah-kisah/hikayah salafi dalam pengajian; d. Ada sesuatu yang lain (sirrun); dan e. Pengetahuan agama dan ketenangan batin.
2.    Kontribusi pengajian Ahad pagi di Majelis Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan, terkait dengan : a. banyak tambahan-tambahan atau ziyadah yang baru; b. Membentuk ikatan batin di kalangan jama'ah; dan c. Membentuk tali persaudaraan yang kuat.
C.    METODE PENELITIAN
A.     Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di majelis Ta’lim Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan, tepatnya pada jema’ah pengajian Ahad pagi di Majelis Pondok Pesantren Metal yag dibina oleh kyai Bakar. Lokasi ini dipilih dengan alasan:
1.    Daerah tersebut mayoritas penduduknya keturunan jawa, akan tetapi peminat pengajian tersebut sebagian berasal dari luar daerah itu.
2.    Pengaruh pengajian tersebut adalah seorang kyai, yang memiliki kemulyaan dan keistimewaan.
3.    Jumlah jama’ah pengajian tersebut lebih dari 500 orang, hal ini menunjukkan motivasi mereka mengikuti pengajian ini.
4.    Daerah Rejoso adalah daerah yang cukup ramai, dikarenkan jalan tersebut jurusan ke Probolinggo, Jember, dan Banyuwangi.
B.     Subyek Penelitian.
      Yang menjadi subyek di dalam penelitian ini adalah jama’ah pengajian rutin Ahad pagi hari di majelis Ta’lim Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan, sumber datanya adalah beberapa orang yang aktif mengikuti kegiatan tersebut dan ustadz atau pengasuh pengajian.
C.     Metode Pengumpulan Data.
      Untuk memperoleh data yang valid dan relevan dengan permasalahan di atas, maka tekhnik yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1.      Observasi
               Metode observasi atau pengamatan merupakan suatu tekhnik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Menurut Arikunto, metode observasi merupakan suatu kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera.[7]
               Metode ini bertujuan untuk mengetahui data berkenaan dengan konteks keadaan jamaah pengajian digunakan metode observasi (seperti pelaksanaan pengajian, perilaku keagamaan). Observasi yang dilakukan adalah observasi sistematis, artinya observasi dengan menggunakan bantuan alat tertentu untuk mendapatkan validitas data.
2.      Interview Bebas.
               Metode interview adalah suatu percakapan, tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang sudah berhadapan secara fisik dan diarahkan pada masalah tertentu. Ada tiga pertanyaan dalam metode ini:
a.       Pertanyaan Berstruktur
   Pertanyaan berstruktur adalah pertanyaan yang memberi struktur pada responden dalam menjawabnya. Pertanyaan ini dibuat sedemikian rupa sehingga responden dituntut untuk menjawabnya sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan.
b.      Pertanyaan Tak Berstruktur
   Berbeda dengan pertanyaan berstruktur, pertanyaan tak berstruktur memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab semua pertanyaan, oleh karena itu jenis pertanyaan ini disebut pula dengan pertanyaan terbuka (open question).[8]
c.       Campuran
   Jenis pertanyaan ini adalah campuran antara pertanyaan berstruktur dan tidak berstruktur.[9]
   Dari ketiga model interview di atas, penulis menggunakan jenis ketiga yaitu pertanyaan dengan teknik campuran. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudahkan responden dalam memberikan keterangan, dalam metode ini untuk mendapatkan data yang berkenaan dengan tema atau masalah penelitian, digunakan wawancara mendalam.
D.     Instrument Pengumpulan Data.
      Karena dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif (termasuk studi kasus yang di lakukan dalam penelitian ini), instrument utamanya adalah penelitian itu sendiri, maka kedudukan pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini hanyalah sebagai acuan pokok (berisi pertanyaan-pertanyaan pokok saja). Dari pertanyaan pokok trsebut dikembangkan nantinya (di lapangan) serangkaian pertanyaan lain yang bersifat melacak atau mendalami permasalahan secara lebih jauh.
      Selain itu juga di lakukan observasi systematis mengenai kondisi umum daerah Rejoso, misalnya: bagaimana keadaan atau kondisi tempat pengajian, pelaksanaan pengajian, keadaan jamaah pengajian, dan lain-lain. Digunakan pula foto dan tape recorder serta instrument tambahan yang mendukung penggalian data di lapangan.
E.     Penyajian dan Analisis Hasil Penelitian
      Penyajian dan analisis hasil penelitian dilakukan secara kualitatif, yang merupakan penjelasan dan ringkasan dari permasalahan – permasalah secara rinci dan tuntas. Adapun pemilihan metode studi kasus dalam penelitian ini di dasarkan atas tujuan untuk memperoleh gambaran yang realities-holistik (kongkrit menyeluruh) pada kegiatan proses pelaksanaan pengajian tersebut. Tentu saja hal itu sesuai dengan jangkauan pelaksanaan data yang dilakukan pada saat pengumpulan data.
      Sehubungan dengan studi kasuss yang di pergunakan itu, hasil penelitian merupakan deskripsi tentang pelaksanaan pengajian tersebut, karakteristik jamaah pengajian dan kontribusi atau manfaat dari pelaksanaan pengajian tersebut, serta kaitannya dengan pendidikan islam.
      Hasil analisis dan penjelasan kasus ini, sekiranya menunjukkan kemiripan atau kecenderungan yang relatif sama pada senua kasus akan ditarik menjadi kesimpulan umum bagi semua kasus yang diteliti.




















BAB II
ANALISI DATA
A.    Latar Belakang Obyek Penelitian
1.      Kiyai Bakar Di Mata Jama’ah Pengajian Ahad Pagi Majlis Ta’lim Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan.
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan data hasil wawancara sebagai berikut: Profil dari Kyai Abu Bakar dijelaskan oleh santri seniornya yaitu Ustadz Sohib, sebagai berikut :
Menurut cerita dari sebagian besar jama’ah pengajian ahad pagi di majlis ta’lim pondok pesantren Metal Rejoso Pasuruan, Kiyai Bakar adalah salah seorang keturunan Kiyai, ahli agama termashur. Nama lengkap Kiyai Bakar Abu Bakar Kholil, karena abahnya bernama K.H. Kholil[10].
Salah seorang jama'ah pengajian di majelis ta'lim yang diasuh oleh kyai Abu Bakar mengatakan :
"Ketika kecil beliau bersekolah di SDN Rejoso, kemudian melanjutkan ke pondok pesantren Salafiyah yang diasuh Kiyai Abdul Hamid bin Abdullah. Tidak lama lagi beliau pindah untuk mencari ilmu di pondok pesantren Al-Hidayat Lasem, Rembang, Jawa Tengah, yang diasuh oleh K.H. Machsoem. Ringkas cerita, beliau di dalam pondok hanya ditugasi untuk memenuhi kebutuhan pondok dalem dan belajar Al-Qur’an. Beliau diterima di pondok dengan syarat lima tahun beliau tidak diperkenankan bertemu dengan orangtuanya, sehingga dengan kepatuhan dan perjuangannya beliau pulang kembali ke daerahnya, dapat menyampaikan dan menyiarkan ajaran islam atas berkah para guru dan pengasuh pondok tersebut semata-mata adanya karunia Allah SWT"[11].
Ustadz Sohib menambahkan :
Kiyai Bakar dikenal sebagai sosok yang cukup bersahaja dan sederhana. Keluasan ilmunya terutama di bidang ilmu dakwah membuatnya menjadi masyhur dan disegani dilingkungannya. Selain mengajar di majlis ta’lim, beliau juga mengajar di pondok pesantrennya (anak didik). Kesibukan beliau sebagai seorang ulama’, muballigh, dan pendidik membuat beliau sulit untuk ditemui. Ketenaran beliau bukan saja dikarenakan ilmunya, tapi juga disebabkan oleh kedudukan beliau sebagai salah seorang Kiyai.[12]
Jama’ah pengajian di majlis ini umumnya berbeda pandangan tentang Kiyai. Sebagian mereka paham dan yang lain tidak. Namun, satu hal yang pasti bahwa Kiyai bagi mereka adalah sosok yang disegani karena ilmu dan nasabnya.
2.      Majlis Ta’lim Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan: Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya.
Rejoso merupakan bagian wilayah kabupaten Pasuruan, daerah ini terletak sekitar 5 km ke arah barat alun-alun kota pasuruan. Rejoso merupakan daerah yang cukup ramai dilintasi oleh kendaraan bermotor dan angkutan umum. Hal ini dikarenakan daerah jalan raya, baik jalan ke arah Probolinggo, Jember, dan Banyuwangi jalur ke arah timur sedangkan jalur ke arah barat Malang, Sidoarjo, Surabaya. Daerah Rejoso dikenal akan sebutan “Pantura”.[13]
Ketika perjalanan saya ke pondok pesantren Metal Rejoso Pasuruan, banyak di sekitar gang pondok sampai menuju tempat pengajian sekitar 150 m banyak para penjual seperti halnya penjual makanan, penjual sayuran, penjual buku/kitab dan banyak yang lainnya. Hal ini yang dinamakan Pasar Gebyar Ahad Pagi.
Pagi itu tengah berlangsung pengajian rutin Ahad pagi yang diasuh oleh Kiyai Bakar. Majlis Ta’lim tersebut berjarak sekitar 150 m dari gapura pondok pesantren Metal, Rejoso, Pasuruan. Suasana pondokan terlihat lengang dan berbeda dengan suasana di jalan raya tadi. Jama’ah pengajian duduk dengan khusuk mendengarkan dan menulis ceramah yang disampaikan oleh Kiyai.[14]
Tentang majelis ta'lim yang dibinanya, Kyai Abu Bakar menuturkan :
Menengok sejarah Majelis Ta’lim pondok pesantren Metal, Rejoso, Pasuruan, Pondok pesantren ini berdiri megah di atas area seluas kurang lebih 9,5 ha. Kemudian pada perkembangan berikutnya menjadi pondok pesantren. Pondok ini berdiri antara tahun 1992 (pondok lama) dan tahun 1997 (pondok baru). Pondok ini berpenghuni sekitar seribu orang santri, baik laki-laki maupun perempuan yang datang dari seluruh pelosok di Indonesia. Bahkan ada yang datang dari Malaysia dan Brunei untuk belajar di sini. Adapun makna “Metal” boleh diartikan: membaca tulisan Al-Qur’an dengan logo: tiga jari bermakna: Iman, Islam dan Ihsan. Perlu diketahui bahwasannya misi pesantren Metal adalah Amar Ma’ruf nahi mungkar serta memperbaiki akhlaq.[15]
Majelis Ta’lim merupakan lembaga pendidikan agama islam, mungkin pula seperti madrasah diniyah di pondok pesantren, sehingga memiliki surat atau dokumen resmi tentang sejarah dan tahun berdirinya. Namun, hal itu berbeda dengan Majelis Ta’lim pondok pesantren Metal. Bagi Kiyai Bakar dan jamaah pengajaran ini yang dimaksud dengan Majelis Ta’lim adalah Majelis ilmu: Majelis dzikir, jadi apapun bentuknya asal ada guru dan murid serta ada ilmu yang dipelajari disebut Majelis Ta’lim.
Sejumlah santri Kyai Abu Bakar menyatakan :
Bangunan Majelis Ta’lim pondok pesantren Metal sangat memiliki seni. Panjang 25 m, lebar 5 m, dan mampu menampung 500 orang. Warna putih dinding depan dengan tambahan keramik berwarna putih berdampingan pohon mangga. Sebelumnya bangunan itu tidak seluas sekarang ini, sehingga dahulu jamaah pengajian pun harus rela untuk mendengarkan pengajian di sepanjang jalan masuk ke pondok. Dengan membeber tikar dan karpet, jamaah pengajian ahad pagi mendengarkan ceramah dan kajian kitab dari Kiyai Bakar. Akan tetapi, kini bangunan tersebut sudah diperluas dengan membeli sawah-sawah di samping kanan dan kiri bangunan. Kata pondok pesantren Metal dipilih sebagai nama tempat pengajian tersebut dikarenakan beberapa alasan:
1.      Kata Metal memiliki arti membaca tulisan Al-Qur’an
2.      Metal merupakan logo tiga jari bermakna Iman, Islam, dan Ikhsan.[16]
Dalam perkembangannya, dapat diduga bahwa majelis ini merupakan salah satu kajian islam untuk menyiarkan agama islam khususnya di Pasuruan.
Sebagai salah satu majelis Ta’lim di kota Pasuruan, majelis Ta’lim pondok pesantren Metal boleh dikatakan sedikit berbeda dan cukup unik berbeda, karena kajian-kajian yang dilakukan sangat padat, mendetail dan luas. Dikatakan unik karena tempatnya yang berada di dalam sebuah pondok pesantren, sedang peminatnya sebagian besar bukan santri pondok. Selain itu, jamaah pengajian tidak hanya mereka yang awam terhadap ilmu agama, tetapi justru para ustadz, pengasuh pondok, dan guru agama berkumpul menjadi satu mendengarkan fatwa, ceramah, dan ilmu dari Kiyai Bakar.
Di dalam ruangan itu, para jamaah pengajian duduk dengan khusuk mendengarkan fatwa, ceramah, ilmu, dan nasihat dari Kiyai Bakar. Ketika pandangan saya mengarah ke depa, terlihat sebuah hiasan dinding di belakang Kiyai Bakar dengan latar warna putih. Dari tempat yang paling belakang sendiri pun, Kiyai Bakar akan terlihat dengan jelas karena tempat beliau dibuat lebih tinggi dari para jamaah.
Kegiatan yang berlangsung di pengajian Ahad pagi ini, dijelaskan lebih lanjut oleh Kyai Abu Bakar sebagai berikut :
Pengajian ahad pagi berlangsung dari pukul 07.00 s/d 08.30 WIB para jamaah mulai membuka kitab Al-Qur’an atau majemuk. Adapun agenda pengajian di majelis Ta’lim pesantren Metal Rejoso Pasuruan, yaitu:
1. Bacaan shalawat nabi Muhammad SAW (diba’iyah).
2. Bacaan surat suci Al-Qur’an.
a. Surat Yaasin.
b. Surat Waqi'ah.
c. Surat Al-Mulk.
3. Bacaan do’a barokah Al-Fatihah.
4. Maidhotul Khasanah K.H. Bakar pondok pesantren Metal Rejoso Pasuruan.
5. Bacaan Tahlil.
6. Do’a (penutup).[17]
3. Tipologi Masyarakat yang Mengikuti Pengajian
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam terhadap jamaah yang mengikuti pengajian ahad pagi di majelis Ta’lim pondok pesantren Metal, peneliti memiliki gambaran bahwa setidak-tidaknya ada dua tipe atau golongan masyarakat, yaitu:
a. Jamaah dengan kategori santri.

Disebut sebagai jamaah kategori santri dikarenakan beberapa alasan, yaitu:
·         Memiliki pengetahuan agama yang lebih
·         Taat dan ta’dzim kepada Kiyai
·         Umumnya selalu memakai sarung dalam keseharian,berbusana dan berkopyah berwarna putih.
·         Selalu mengikuti Kiyai Bakar kemanapun dan dimanapun beliau mengajar
b. Jamaah umum/awam.
·      Mengaji untuk mendalami pengetahuan keagamaan.
·      Umumnya membawa kitab majemuk.
·      Lebih suka mendengarkan ceramah saja daripada mencatat.
·      Umumnya langsung pulang ketika pengajian selesai, tanpa harus bersalaman dengan Kiyai.
B.     Penyajian dan Analisa Data
1.      Alasan-alasan yang mendorong seseorang berantusias mengikuti pengajian ahad pagi.
Tidak semua orang yang datang ke tempat pengajian ini mengerti tentang tokoh yang tengah mengajar ilmu agama itu. Seorang jamaah pengajian yang berasal dari warung Dowo ini mengaku tidak begitu tahu tentang sosok Kiyai Bakar. Ia datang ke tempat itu, lantaran ingin ketenangan bathin dan menimba ilmu. Demikian pula dengan mas tukang parkir sepeda motor yang asik saja menunggu sepeda motor yang sedang parkir.
Sebenarnya alasan yang mendorong masyarakat berantusias mengikuti pengajian ahad pagi di majelis ta’lim pondok pesantren Metal? Apakah semata-mata karena mencari ilmu agama? Atau karena alasan-alasan khusus berkaitan dengan sosok Kiyai? Atau boleh jadi kedatangan mereka berkaitan dengan kepentingan pribadi. Seseorang merasa penting datang ke majelis ini karena alasan-alasan yang kadang-kadang personal sifatnya. Sehingga, jika ditanyakan satu persatu kepada jamaah yang hadir hampir dapat dipastikan mereka memiliki jawaban yang tidak sepenuhnya sama.
Namun beberapa hal yang dapat ditafsirkan dari gejala-gejala ini adalah bahwa kehadiran jamaah dalam pengajian ini adalah tergantung pada tingkatan mereka di dalam memahami agama. Sebagaimana saya sebutkan bahwa paparan data sebelumnya bahwa setidaknya ada dua golongan masyarakat di dalam pengajian ini, yaitu masyarakat santri dan masyarakat non-santri. Berdasarkan observasi dan wawancara mendalam, ada beberapa alasan jamaah mengikuti pengajian ahad pagi, yaitu:
a.     Penghormatan kepada Kiyai merupakan wujud cinta kepada Rosulullah.
Sebutan Kiyai sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Kiyai merupakan sebutan atau gelar bagi mereka yang masih merupakan keturunan ulama’, memang ulama’ merupakan pewaris rasulullah SAW.
Maka penghormatan kepada beliau merupakan bukti kecintaan kepada Rosulullah. Di dalam Al-Qur’an dapat diketahui bahwa Rosulullah tidak meminta apapun kepada umatnya atas dakwah dan seruan yang beliau lakukan, kecuali cintailah kerabat dan keturunan beliau. Pemahaman akan ayat dan pandangan tersebut di atas kemudian memunculkan teori di kalangan jamaah bahwa orang yang tidak menghormati Kiyai berarti tidak menghormati Rosulullah, sehingga tidak akan mendapat syafaat dari Rosulullah nanti di hari kiamat. Salah seorang jamaah pengajian mengatakan bahwa dalam kisah sufi ada satu cerita tentang keturunan Rosulullah.[18] Dikisahkan bahwa ada seorang Syarifah (sebutan untuk cucu perempuan Rosul) yang miskin dan menjadi seorang pengemis. Suatu hari beliau mendatangi rumah seorang kaya dan meminta belaskasihannya. Namun, orang kaya tersebut menolaknya. Kemudian Syarifah menceritakan bahwa dirinya adalah keturunan Rosulullah, namun si kaya itu tetap menolak untuk memberikan sedekah. Pada suatu malam si kaya bermimpi seolah-olah hari kiamat telah tiba. Ketika seluruh umat manusia berharap akan syafaat Rosul, datanglah si kaya tersebut ke hadapan Rosul dan meminta syafaatnya. Kemudian Rosulullah berkata ”ketika di dunia, kau tidak menghormati dan menyayangi keturunanku”.
Golongan santri pada umumnya mengetahui akan hal tersebut sehingga mereka begitu taat dan patuh kepada Kiyai. Hal ini berbeda dengan jamaah yang masih awam, bagi mereka status tidak menjadi ukuran. Mereka tidak mempersoalkan siapa yang mengajar, yang jelas bahwa kedatangan mereka adalah untuk menimba ilmu. Selain itu, dengan sangat sederhanamereka menyatakan bahwa bahasa yang digunakan oleh Kiyai Bakar sangat pas dan cocok dengan diri mereka.
Ketika saya mengejar dengan pertanyaan tentang apa perbedaan Kiyai dengan Ustadz? Tahukah Bapak bahwa Kiyai adalah sebutan bagi keturunan ulama’ termasuk Kiyai Bakar? Dengan santai mereka menjawab bahwa mereka tidak begitu mempersoalkan akan hal-hal tersebut.
Berdasarkan hal tersebut di atas terdapat perbedaan cara pandang dan keantusiasan antara golongan santri dan awam di dalam menyikapi sosok Kiyai. Golongan santri memandang sosok Kiyai bukan saja dari segi ilmu, tetapi juga dari segi ke-Kiyai-annya atau segi keturunannya. Sedangkan bagi golongan awam memandang sosok Kiyai bukan dari ke-Kiyai-annya, namun dari segi kebutuhan mereka akan pengetahuan agama.
b.    Penjelasan yang mendetail dan luas
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dalam ceramah sebagai berikut:
Proses kegiatan pengajian yang berlangsung di majelis ta’lim Metal boleh jadi dapat dikatakan berbeda dengan proses pengajian di tempat lain. Penjelasan yang disampaikan oleh Kiyai Bakar begitu panjang lebar. Secara sederhana dapat dipahami bahwa dari satu ayat atau satu hadits diterangkan oleh beliau dengan cukup menyeluruh, mendetail dan luas berdasarkan banyak materi/kitab dan tinjauan-tunjauan lain, seperti menjangkau bidang Fiqih, akhlaq\, dll. Menurut salah seorang jamaah beliau yang pernah mengaji di salah satu pesantren, Kiyai Bakar melakukan strategi mengajar yang berebeda dari pesantren. Kesan yang umum di pesantren adalah bahwa Kiyai menerangkan kitab secara umum dan penjelasannya terbatas sekali pada penjelasan yang terdapat di dalam kitab tersebut. Sedangkan penyajian di majelis ta’lim pondok pesantren Metal lebih mendalam, mendetail dan luas.[19] Berdasarkan catatan observasi proses pengajian yang berlangsung di majelis ta’lim pondok pesantren Metal didapati data antara lain:[20]
1.      Pengajian berlangsung selama ±1 ½ jam, dimulai pukul 07.00 WIB.
2.      Kiyai Bakar membaca kitab atau membaca satu kalimat atau satu bacaan Al-Qur’an atau satu hadits.
3.      Dalam menerangkan satu kalimat atau hadits dalam kitab rata-rata memerlukan waktu ±10 menit dengan mengambil penjelasan dari beberapa kitab-kitab lain dan juga mengaitkannya dengan bidang-bidang tertentu, seperti mengaitkannya dengan Fiqh dan Akhlaq.
Dari observasi tersebut di atas dan penjelasan jamaah pengajian menunjukkan bahwa apa yang membuat mereka berantusias mengikuti pengajian ini adalah penjelasan Kiyai yang luas dan mendetail. Kiyai Bakar tidak akan melanjutkan satu topik ke topik selanjutnya bila beliau rasa para jamaahnya belum begitu paham dengan penjelasannya. Di akhir pengajian, biasanya ada semacam tanya jawab. Para jamaah yang belum begitu paham dengan penjelasan Kiyai, atau mereka memiliki persoalan dan kebingungan dalam memahami sesuatu dianjurkan untuk bertanya. Mereka yang bertanya itu kemudian menulis pertanyaannya pada secarik kertas. Kemudian kertas tersebut dikumpulkan ke depan. Kemudian di bagian akhir ceramahnya Kiyai akan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, tentu saja dengan penjelasan yang cukup memuaskan jamaah ini.
c.    Terdapat kisah-kisah/hikayah salafi dalam setiap pengajian
Dalam setiap pengajian, Kiyai Bakar selalu menyisipkan cerita-cerita hikmah, cerita-cerita sufi. Menurut beliau sendiri ketika dilakukan observasi mengatakan bahwa:[21]
1.        1/3 isi Al-Qur’an adalah berisi tentang cerita-cerita, termasuk cerita nabi dan para rasul.
2.        cerita-cerita orang sufi misalnya: ulama’ besar seperti Imam Al- Gozali, syeikh Abdul Qodir Jailani semua itu agar mengetahui sejarah kehidupan dan amal perbuatannya.
Cerita tentang para nabi, tabi’in dan orang-orang sholeh merupakan tentara-tentara kebenaran. Dengan mendengarkan cerita tersebut orang akan cenderung meneladani dan mengambil hikmah dari cerita tersebut. Jama'ah ibu-ibu menyatakan :
Cerita-cerita tersebut digunakan untuk suri tauladan dan mengurangi kejenuhan jamaah pengajian. Pengajian di pagi hari dan di hari libur seperti di majelis ota’lim pondok pesantren Metal ini tidak menutup kemungkinan menjadikan jamaah mengantuk, malas dan lain sebagainya. Di dalam proses pelaksanaan pengajian umumnya jamaah mulai merasa capek dan mengantuk pada pukul 06.40 WIB. Mereka yang merasa mengantuk kemudian menutup kitab dan menikmati tidur mereka. Di saat-saat seperti ini atau lebih kurang pukul 08.00 Kiyai Bakar mengaitkan isi ceramahnya dengan memberikan kisah-kisah keteladanan. Jamaah yang tadinya tertidur boleh jadi bangun kembali dikarenakan gelak tawa jamaah lainnya ketika mereka mendengarkan cerita dari kiyai.[22]
d.   Ada sesuatu yang lain (sirrun)
            Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan sebagai berikut:
            Ikatan bathin antaraKiyai Bakar dengan para jamaah pengajian tanpa terasa mulai terbentuk, khususnya bagi kalangan santri. Buktinya adalah menurut sebagian dari mereka ketika peneliti bertanya bagaimana perbedaan antara mengaji di Kiyai Bakar dengan di tempat lain. Jawaban yang mereka kemukakan pun bervariasi, namun intinya bahwa ada perbedaan yang mereka rasakan. Beberapa dari mereka mengatakan bahwa ketika mereka mendengarkan pengajian atau ceramah di tempat lain seolah-olah tidak ada yang menyentuh hati mereka, namun ketika Kiyai Bakar mulai menerangkan dalam pengajian, bathin mereka terasa mulai tenang dan tentram. Ada satu ikatan yang tidak dapat dikatakan, namun dapat dapat dirasakan. Sesuatu yang semacam ini oleh mereka disebut sirrun.[23]
            Secara sederhana dapat diumpamakan bila kita belajar kimia kepada anak cucu dari penemu kimia dengan belajar kimia dari orang yang bukan keturunan ahli kimia, tentu kita akan lebih pas bila belajar kimia kepada keturunan penemu kimia. Menurut santri senior kiyai dhomirnya munfasil kepada Rosulullah. Kiyai Bakar adalah keturunan dari seorang Kiyai (ulama’), maka bila ada yang dekat dengan untuk apa cari yang lain.
            Di sini terlihat bagaimana kedudukan seorang Kiyai dapat membuat jamaah pengajian merasakan sesuatu yang lainn. Bagi ustadz Muchsin yang datang jauh dari Madura, di mana pada awalnya dia ingin melanjutkan sekolah. Namun lantaran banyak hal, akhirnya dia memutuskan untuk tidak sekolah SLTA lagi dan belajar agama mengikuti Kiyai Bakar. Dari hasil studi saya tentang beliau dapat saya katakan bahwa walaupun usianya jauh lebih muda dari saya, pengetahuan agamanya sungguh jauh melampaui saya. Demikian saya dengar ustadz Shohib ketika pertama kali melihat beliau tentu orang akan bertanya, “Anda pernah mondok di mana?” atau mungkin bertanya,”Berapa tahun anda mengaji di pesantren?”. Pertanyaan itu bukan sengaja saya buat, nemun merupakan realitas ketika melihat sosok ustadz-ustadz yang satu ini. melihat kemampuan membaca kitab dan pengetahuan keagamaan lainnya orang tentu akan kaget bila tahu bahwa beliau tidak pernah mondok dimanapun juga.
            Boleh jadi sebagai keturunan ulama’, Kiyai memiliki keistimewaan di dalam menyiarkan dan mengajar agama, sebgaimana kelebihan Rosulullah sebagai sosok seorang da’i dan seorang uswatun hasanah. Atau juga mungkin dikarenakan keyakinan para jamaah tentang syafaat bagi mereka yang menghormati dan memulyakan keturunan ulama’sehingga membuat seolah-olah ada sesuatu yang lain dari Kiyai Bakar.
e.     Menambah pengetahuan agama dan ketenangan batin
                             Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan sebagai berikut:
                        Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim, terlebih lagi ilmu agama. Para jamaah pengajian di majelis ta’lim pondok pesantren Metal umumnya datang ke tempat pengajian untuk mendapatkan pengetahuan agama yang lebih. Selain itu, menurut salah satu diantara mereka dari golongan awam atau mereka yang belum cakap dalam bidang keagamaan adalah:[24]Sesungguhnya dunia ini ibarat ludruk. Bila kita mengejar kebahagiaan model apapun di dunia ini, yah.. paling hanya sebatas itu. Sekedar sandiwara atau ludrukanlah”. Pernyataan semacam itu pada hakikatnya adalah penyerahan diri dan kesadaran diri bahwa pada hakikatnya kebahagiaan sejati itu adalah kebahagiaan batin atau ruhani. Kebahagiaan semacam itu tidak akan didapatkan di tempat manapun kecuali di majelis dzikir, di majelis ilmu, di majelis ta’lim.
























BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
1.      Majelis ta’lim pondok pesantren Metal adalah salah satu lembaga dakwah yang dikenal di kota Pasuruan. Hal ini lebih disebabkan karena faktor pengajar atau muballighnya, yaitu sosok Kiyai Bakar sebagai salah satu keturunan ulama’. Kyai Bakar merupakan salah satu faktor pendorong masyarakat termotivasi mengikuti pengajian ini. sosok Kiyai Bakar dengan keluasan dan pengetahuan ilmu agama yang mumpuni, kesahajaan, kesederhanaan, dan kerendahan hati serta kebijaksanaan dalam pilihan kata dalam setiap pelajaran agamanya merupakan hal yang menjadi pertimbangan masyarakat mengikuti pengajian ini.
2.      Sebagai sebuah tempat ngaji atau majelis ta’lim, pondok pesantren Metal telah memberikanmkontribusi. Hal ini dapat terlihat dari masyarakat yang mengikuti pengajian ini berasal dari semua golongan dan status sosial serta pendidikan. Pondok pesantren Metal telah melahirkan banyak da’i dan santri-santri yang mumpuni, luas pandangan agamanya. Walaupun tidak ada ukuran semacam raport atau sertifikat kompetensi mereka, namun setelah bergaul dengan mereka, peneliti berkesimpulan bahwa hasil yang dicapai oleh Kiyai Bakar di dalam mengajar santri-santri beliau sungguh luar biasa, dan majelis ta’lim pondok pesantren Metal adalah benar-benar merupakan tempat menimba dan memperdalam ilmu agama yang sangat diperlukan oleh kalangan umat islam, terlebih lagi perkembangan zaman seperti sekarang yang semakin edan.
B.     Saran
1.      Majelis ta’lim semacam ini hendaknya terus dikembangkan dan ditingkatkan
2.      Jama'ah majelis ta'lim seharusnya membawa suatu buku catatan supaya apa yang disampaikan penceramah dapat dimengerti dan dipahami atau supaya tidak lupa.
3.      Masih banyak dari para jamaah yang hanya cukup mendengarkan penjelasan Kiyai, padahal dengan hanya mendengarkan saja tentu akan mudah untuk lupa dan materi pengajian yang diterima tidaklah lebih dari 20% saja. Untuk itu, sebaiknya jamaah pengajian ini membawa alat-alat tulis, terlebih lagi memiliki kitab majemuk. Sehingga penjelasan yang disampaikan Kiyai Bakar dapat mereka catat, konsentrasi tertuju pada kitab dan ilmu yang didapatkan lebih dapat dipahami dan dimengerti. Terlebih lagi dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Dalam majelis ta'lim sebaiknya tidak hanya menggunakan metode ceramah saja, pengelola lebih kreatif lagi dalam menciptakan suasana majelis ta'lim yang lebih mengena pada para jama'ah.
5.      Diharapkan untuk dilakukan penelitian yang berlanjut mengenai bagaimana cara manajemen pendidikan atau pengajaran di lingkungan majlis ta’lim ini.










[1] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tujuan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Inter Disipliner), Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm: 30
[2] Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intlektual Muslim, SI Press, Jakarta, 1994, hlm: 210
[3] 210 3 Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
[4] Di dalam Al-Qur’an diterangkan dalam surat Ath-hur 21:”Setiap orang bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuatnya”. Di ayat lain di terangkan tentang kewajiban menyeru kepada amar ma’ruf dan melarang kemungkaran (Q.S. Ali-Imran:104).
[5] Muzaidi Hasbullah (Pentej), Hasan bin Ali Hasan al-Hijazy al-fikrut Qoyyim, pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2001, hlm:221.
[6] Zamakh Syari Dhofir, Tradisi Pesantren (Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai).
[7] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2006, hlm: 204
[8] Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, PT. Mandar Maja, Bandung, 1990, hlm:187.
[9] Moh, Ali. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi, Bandung, Angkasa, 1987 hlm:85.
[10] Wawancara tanggal 22 maret 2009, dengan ustadz Sohib (santri senior Kiyai Bakar)
[11] Wawancara tanggal 22 maret 2009, dengan ustadz Gufron (salah seorang jamaah pengajian)
[12] Santri senior Kiyai Bakar salah satunya adalah ustadz Sohib.
[13] Pantura adalah sebutan khas daerah ini karena Rejoso merupakan kawasan jalan pantai utara.
[14] Observasi tanggal 15 maret 2009 pukul 06.00 WIB.
[15] Wawancara dengan Kiyai Bakar tanggal 15 maret 2009.
[16] Wawancara dengan sejumlah santri Kiyai Bakar, antara lain ustadz Sohib dan ustadz Rulli
[17] Wawancara dengan Kiyai Bakar tanggal 8 maret 2009.
[18] Wawancara tanggal 15 maret 2009 dengan Bapak Abdul Kadir (jamaah pengajian).
[19] Wawancara tanggal 15 maret 2009 dengan Ibu Sa’adah dan Ibu Min.
[20] Wawancara tanggal 22 maret 2009 dengan Kiyai Bakar bin Kholil.
[21] Observasi proses pelaksanaan pengajian 8 maret 2009.
[22] Wawancara tanggal 15 maret 2009 dengan Ibu Sa’adah dan Ibu Min.
[23] Wawancara tanggal 22 maret 2009 dengan ustadz Gufron.
[24] Wawancara tanggal 15 maret 2009 dengan Bapak Abdul Kadir (jamaah pengajian).

No comments:

Post a Comment