Friday, February 5, 2016

Pendidikan kritis Radikal


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Filsafat pendidikan adalah nilai dan keyakinan filisofis yang menjiwai ,mendasari dan memberikan identitas suatu sistem pendidikan. Berbicara masalah ideologi berarti juga membicarakan masalah konsep yang tersistem secara rapi atau boleh dikatakan ideologi itu sebuah teori. Namun lebih enaknya jika ideologi dijabarkan terlebih dahulu. Ideologi oleh Arif Rahman dalam bukunya yang berjudul ”Politik Ideologi pendidikan” mempunyai dua pengertian, pengertian secara fungsional dan secara struktural.
Secara fungsional, ideologi diartikan sebagai pemikiran yang digunakan untuk kebaikan bersama (common good). Dalam hal ini ideologi bisa muncul karena kekecewaan pada saat ini dan mempunyai niatan untuk memperbaiki di zaman akan datang.

B.  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah pengertian Ideologi Pendidikan Kritis-Radikal?
2.      Bagaimanakah tingkat kesadaran pendidikan kritis?
3.      Apa sajakah paradigma yang terkandung dalam ideologi pendidikan Kritis-Radikal ?

C.  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mendiskripsikan pengertian ideology pendidikan kritis radikal.
2.      Untuk mengetahui tingkat kesadaran pendidikan kritis.
3.      Untuk mengetahui paradigma dalam ideology pendidikan kritis radikal.






BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Ideologi Pendidikan kritis Radikal
Kata ideologi sendiri berasal dari bahasa Yunani idea (ide/gagasan) dan logos (studi tentang/pengetahuan tentang). Adapun secara istilah ideologi adalah sistem gagasan yang mempelajari keyakinan-keyakinan dan hal-hal pandangan hidup.
Ideologi sebagai seperangkat nilai dan aturan tentang kebenaran yang dianggap  alamiah, universal dan menjadi rujukan bagi tingkah laku manusia. Ideologi sebagai ilmu yang mengkaji bagaimana ide-ide tentang suatu hal diperoleh manusia dari pengalaman serta tertata dalam benak untuk kemudian membentuk kesadaran yang mempengaruhi tingkah laku. [1]
Sedangkan pendidikan dalam arti mencakup umum segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya ,pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan sebaik-baiknya. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan ahli filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para siswa dan anak didik.
Selanjutnya kritis Radikal, kritis merupakan cara pandang yang tidak hanya mampu mengkritisi apa yang dipahami yang kemudian dengan kritis inilah akan lahir sebuah perubahan struktur pengetahuan yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan  kritis-radikal disini merupakan  suatu sikap yang tidak begitu saja menerima atau menolak suatu informasi atau pengetahuan dan diperoleh suatu hasil berpikir yang mendalam. Maka ideologi kritis radikal menginginkan dunia pendidikan di gunakan untuk perubahan struktural secara fundamental, baik dalam ekonomi, gender dan politik.[2]
Pembicaraan masalah ideologi pendidikan sebenarnya merupakan kelanjutan dari ideologi politik yang dominan disuatu wilayah, sehingga bisa dikatakan ideologi pendidikan lahir dari induknya yaitu ideologi politik. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa akan ada hirarkhi nilai yang terkait dari yang lebih tinggi ke herarkhi yang paling rendah. Kedudukan yang lebih tinggi akan menjadi dasar rekomendasi terhadap lahirnya nilai dibawahnya. Dan ideologi politik suatu Negara merupakan tingkatan tertinggi dan jelas akan mempengaruhi ideologi pendidikan yang ada di suatu negara tersebut. Karena pada dasarnya pendidikan berada di bawah naungan suatu negara.[3]
Selanjutnya yaitu Tokoh pendidikn kritis ialah Paulo Freire. Dimana menurutnya pendidikan Kritis itu ialah seluruh gagasan yang pernah dirintis dan di kembangkan oleh Paulo Freire.[4] Freire menciptakan model teori pendidikan yang benar-benar mengaitkan antara teori kritis-radikal dengan tuntutan perjuangan yang juga radikal. Tuntutan ini disebut dengan radikal karena komitmen ini perjuangan nya yang tinggi untuk melawan suatu dominasi. Dengan menjelaskan pengalamannya selama tinggal di Amerika Latin, dia menggulirkan sebuah wacana yang akan memperdalam pemahaman kita mengenai dinamika dan kompleksitas dominan tersebut. Melihat kasus yang dicontohkannya, pendapat Freire dapat dibenarkan bahwa dominasi tersebut tidak dapat disederhanakan hanya menjadi dominasi kelas yang eklusif. Perbedaan kelas itu alamiah dan menjadi tugas teoritikus untuk menjelaskannya.[5]
Paulo Freire adalah tokoh pendidikan yang anti terhadap segala bentuk imperialisme maupun eksploitasi. Segala bentuk penindasan baginya tidak bisa di tolerir begitu saja. Sebab penindasan itu menurutnya tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam pemikirannya Freire banyak mengadopsi pemikiran Karl Marx untuk membaca ketimpangan yang terjadi. Freire lebih mengadopsi teori konflik untuk membaca gejala sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat. Menurut Freire pendidikan memiliki tiga unsur fundamental, ketiganya meliputi pengajar, peserta didik, dan realitas dunia. Selain hal itu Freire lebih mnghendaki bahwa hubungan antara guru dan murid seperti halnya seorang teman atau partnership. Dengan model seperti itu memungkinkan proses pendidikan berjalan secara dialogis dan partisipatoris.
menurut Freire juga menempatkan hubungan antara guru dan murid sebagai partnership dalam belajar untuk menghindari antagonisme dalam pembelajaran.[6] Dan selanjutnya Paulo Freire menempatkan posisi realitas sebagai medium pembelajaran bagi manusia. Dari realitas itulah seluruh manusia belajar. Pada dasarnya manusia memiliki kebebasan dalam memilih dan berbuat bahkan dalam menentukan nasibnya sendiri. [7]
pendidikan Kritis yang diperlukan disini adalah pendidikan terhadap status quo (Benhard Adeney Risakotta 2010: 73).[8] Pendidikan semestinya membangun kesadaran anak didik untuk berani bersikap kritis dan kritis terhadap status quo ini sangat penting agar jangan sampai manusia yang satu ditindas oleh manusia yang lainnya, jangan sampai kelompok yang satu mengebiri kemerdekaan kelompok yang lainnya. Pendidikan tidak boleh membiarkan penindasan terjadi , apalagi mendukung keberadaannya. Nah... disinilah pentingnya membangun kesadaran anak didik untuk berani bersikap dan kritis karena pendidikan berkewajiban membawa kehidupan manusia untuk senantiasa sejalan dengan hakikat kemanusiaannya.[9]
Pendidikan Paulo Freire manusia ditempatkan sebagai aktor kunci dalam dinamika yang terjadi di dunia ini. Dengan daya cipta yang ia miliki. Ia menegaskan memanusiakan manusia secara sederhana berarti mengisi dunia dengan kehadiran manusia yang sengaja dan berdaya cipta menanamkannya dengan karya manusia.


B.  Tingkat Kesadaran Pendidikan Kritis
Kesadaran sebenarnya dapat dikenali dari berbagai tinjauan sehingga kesadaran ini bersifat sangat plural.[10] Seperti konsientisasi dimana konsientisasi ini merupakan proses manusia melalui kesadaran yang ia miliki. Terwujudnya manusia sebagai mahluk yang mempunyai daya cipta harus dimulai dengan proses berkesadaran. Konsientisasi harus dimulai dengan proses kesadaran dialektis dengan melibatkan kesadaran kritis, mengingat ia bukan hanya teori , melainkan sekaligus tindakan dan refleksi. Paulo menegaskan proses kemanusiaan sebagai mahluk yang sadar, manusia bukan hanya hidup didunia, namun juga bersama dengan dunia. Bukan hanya menempatkan dirinya dalam dunia dalam keadaan kosong, melainkan keberadaannya menyimpan kemampuan untuk menyinergikan kesadaran diri dalam berdialektika dengan realitas alam semesta.
Dengan kata lain langkah awal yang paling menentukan dalam upaya pendidikan pembebasan dalam Paulo Freire adalah upaya terus menerus. Maka, proses penyadaran merupakan proses yang sehati dalam keseluruhan dalam proses pendidikan itu sendiri. Proses penyadaran merupakan inti atau hakikat dari proses pendidikan.[11]
Freire menggolongkan kesadaran manusia menjadi kesadaran magis(magical consciousness), kesadaran naif(naival consciousness), kesadaran kritis(critical consciousness). Penggolongan ini tentu ditinjau dari perspektif tertentu. Tampaknya fFreire menggolongkan kesadaran melihat kondisi sosial politik sosial yang berkembang di masyarakat brazil pada khususnya. Pada tempat lain Freire menyebut adanya kesadaran lain seperti kesadaran semiintransitif, semitransitif, kesadaran penuh dan kesadaran revolusioner.[12]
Akan tetapi yang lebih dominan yang dipakai oleh Paulo freire sebagai dasar pada konsepsinya tentang kesadaran manusia yang diklasifikasikan hanya tingkat tiga kesadaran yaitu :
Ø  Kesadaran magis
Yaitu kesadaran masyarakat yang tidak mampu mengetahui kaitan antar satu faktor dengan faktor lainnya. Misalnya ketidakberdayaan seringkali faktor yang dilihat adalah faktor diluar manusia sebagai penyebab ketidakberdayaan.[13] Kesadaran magis ini ditandai dengan dua orientasi dasar, yakni menyerahkan fakta-fakta kepada penguasa unuk menjelaskan mengapa segalanya seperti ini dan pandangan yang sederhana tentang hubungan kausalitas.[14]
Ø  Kesadaran naif
Yaitu kesadaran yang melihat aspek manusia sebagai penyebab masalah. Pendidikan tidak mempertanyakan struktur dan sistem. Struktur dan sistem yang sudah dianggap sudah baik dan benar, dan merupakan faktor pemberian serta oleh sebab itu tidak perlu dipertanyakan.[15] Dalam kesadaran ini individu dianggap sebagai yang tertindas yang ingin memperbarui sistem yang telah dirusak oleh orang jahat yang melanggar norma dan aturan. Perbedaan kesadaran magis dan Kesadaran naif menjadi jelas karena adanya gerakan massa akibat transformasi struktural dalam masyarakat. [16]
Ø  Kesadaran kritis
Dalam kesadaran ini Freire menciptakan kesadaran kritis dikalangan orang-orang yang terpinggirkan, terzalimi, dan terkorbankan. Kesadaran kritis tersebut dapat ditumbuhkan melalui saluran pendidikan.[17]Kesadaran tahap ini juga melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan struktur menghindari sistem dan lebih mengalah secara kritis untuk menjadi sistem dan struktur sosial, politik,ekonomi, dan budaya serta akibatnya pada masyarakat.[18]
kesadaran kritis ini menurut Freire untuk melawan penindasan akibat sistem dan struktur sosial yang tidak adil dan mewujudkan pembebasan bagi kaum tertindas. Kesadaran kritis sebagai hasil pendidikan telah ditarik memasuki medan perjuangan hasil pendidikan politik yang memiliki nilai yang sangat mulia bagi kaum tertindas dan kalangan yang memiliki kepedulian. Kesadaran ini lebih bergerak menyalahkan orang lain dan ciri kesadarn kritis ini yang khas adalah hubungan yang diciptakan diantara kaum tertindas itu sendiri[19]
berbicara masalah kesadaran sebenarnya tingkat kesadaran dari paulo freire ini banyak sekali akan tetapi yang paling di terapkan oleh Paulo hanya tiga kesadaran. Menurut William A Smith dalam bukunya yang menjadi distorsi antara kesadaran naif dan kesadaran kritis adalah kesadaran  fanatik .walaupun kesadaran fanatik ini tidak termasuk dalam tiga tingkat kesadaran diatas akan tetapi Freire mengingatkan akan bahaya yang akan ditimbulkannya. Kesadaran fanatik ini bisa jadi merupakan salah satu dari beberapa sub kesadaran penting yang terletak diantara tiga tingkat kesadaran pokok yang didefinisikan Freire.[20]
C.  Paradigma dalam ideologi pendidikan kritis -Radikal
Sejalan dengan penjelasan Paulo Freire mengenai tiga tingkat kesadaran diatas,Faqih, sebagaimana ia mengutip pandangan Henry Giroux, melihat sebagai tanpak pengadopsian tiga paradigma pendidikan yaitu Konservatif,liberal, dan kritis. Ia melanjutkan pendidikan indonesia masih tergolong konservatif meskipun dalam main stream liberal. Penjelasan dari ketiga paradigma adalah sebagai berikut.
Menurut Henry Giroux dan Aronowitz, pradigma ideologi pendidikan dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1.      Paradigma Konservatif
Menurut para penganut paradigma ini berangkat dari asumsi bahwa ketidak sederajatan masyarakat merupakan suatu keharusan alami, mustahil bisa dihindari,hanya Tuhanlah yang dapat merencanakan keadaan masyarakat dan hanya Tuhan yang mengetahui makna dibalik itu.
 Dengan pandangan seperti itu , kaum konservatif tidak menganggap rakyat memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk mengubah kondisi mereka. Mereka yang menderita kaum miskin, buta huruf, kaum tertindas dan mereka yang di penjara akibat kesalahannya sendiri. Kaum konservatif hanya melihat pentingnya harmoni dalam masyarakat dan menghindari konflik dan kontradiksi dan bertujuan untuk mempertahankan status.[21]
Paradigma konservatif memang terisolasi dari persoalan kelas, gender, atauun persoalan ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat. Kurikulum sekolah bagi kaum konservatif secara jelas juga tidak berkaitan dengan sistem dan struksur sosial diluar sekolah.
2.      Paradigma Liberal
Pendidikan dala paradigma liberal ini memang ada masalah dalam masyarakat akan tetapi, pendidikan steril dari persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Tugas pendidikan hanya menyiapkan murid masuk kedalam sistem yang ada. Dan  menurut mereka tugas pendidikan menyesuaikan pendidikan dengan kondisi politik dan ekonomi di luar dunia pendidikan dengan jalan memecahkan berbagai politik
Pendidikan dalam perspektif liberal ini menjadi sarana sosialisasi dan reproduksi nilai tata susila keyakinan dan nilai dasar agar stabil dan berfungsi secara baik dalam masyarakat. Oleh karena itu masalah perbaikan dalam dunia pendidikan hanya sebatas usaha reformasi belaka. Seperti perlunya membangun gedung baru. Hal itu terisolasi dengan struktur kelas dan gender dalam masyarakat. Akar dari semacam itu dapat ditelusuri dari pijakan filosofinya yakni paham liberalisme suatu pandangan yang menekankan pada kemampuan, melindungi hak dan kebebsan. [22]
3.      Paradigma Kritis
Paradigma Kritis merupakan paradigma pendidikan yang dijadikan sebagai arena perjuangan politik dan ekonomi. Berbeda dengan paradigma konservatif yang bertujuan untuk mempertahankan status Quo, dan paradigma liberal untuk perubahan secara struktur. Maka paradigma kritis menghendaki perubahan struktur  secara fundamental dalam politik dan ekonomi melalui pendidikan.[23]
Perspektif ini mempunyai beberapa syarat. Baik guru maupun peserta didik, semestinya berada pada posisi yang egaliter dan tidak saling menyubordinat. Masing-masing pihak harus berangkat dari pemahaman bahwa masing-masing mempunyai pengalaman dan pengetahuan sehingga perlu dilakukan dialog-saling menawarkan apa yang dia mengerti dan bukan menghafal.
Tujuan pendidikan paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan keselamatan agar peserta didik terlibat dalam suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik.[24]
Tiga paradigma diatas masing masing membawa dampak bagi karakter kesadaran manusia. Terutama paradigma kritis dalam pendidikannya melatih murid untuk mampu mengidentifikasi dalam ketidak adilan sistem dan struktur yang ada. Kemudian mampu menganalisis bagaimana sistem dan struktur itu bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya.[25]
Bukan hanya dalam dunia ke-negaraan saja ideologi pendidikan kritis ini diterapkan, dalam dunia agama-pun ideologi seperti ini diterapkan. Seperti pembentukan wadah-wadah organisasi keturunan Nabi yang disebut Habib atau organisasi Islam puritan lainnya. Seoalah-olah apa yang di kehendakinya itu selalu benar karena sudah berlandaskan dengan teks-teks al-qur’an.
Mereka ingin memaksakan ajaranya kepada semua umat dan menyatukan ajaran yang akan berpusat pada dunia Arab, tanpa melihat faktor sosiologi dan geografi masyarakat sekitar. Coba bayangkan masyarakat Indonesia akan disamakan dengan masyarakat Arab, tentu tidak akan cocok karena sangat berbeda.
Arab menjadi dominan karena para Nabi kebetulan di lahirkan di ranah Arab, coba bayangkan, seumpama Islam diturunkan di Indonesia pasti pakaian yang digunakan kebanyakan orang adalah Kemben bagi yang putri dan yang putra pakainya seperti dipakai oleh para pejabat kerajaan dulu. [26]






BAB III
PENUTUP

1.   Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari pembahasan diatas bahwa:
Ideologi sebagai seperangkat nilai dan aturan tentang kebenaran yang dianggap  alamiah, universal dan menjadi rujukan bagi tingkah laku manusia. ideologi pendidikan sebenarnya merupakan kelanjutan dari ideologi politik yang dominan disuatu wilayah, sehingga bisa dikatakan ideologi pendidikan lahir dari induknya yaitu ideologi politik.Freire menciptakan model teori pendidikan yang benar-benar mengaitkan antara teori kritis-radikal dengan tuntutan perjuangan yang juga radikal. Tuntutan ini disebut dengan radikal karena komitmen ini perjuangannya yang tinggi untuk melawan suatu dominasi.
Setelah membahas maslah pengertian idiologi pendidikan kritis radikal kita membahas kesaran pendidikan kritis dimana pendidikan kritis disini menurut Freire menggolongkan kesadaran manusia menjadi kesadaran magis(magical consciousness), kesadaran naif(naival consciousness), kesadaran kritis(critical consciousness). Penggolongan ini tentu ditinjau dari perspektif tertentu. Kesadaran magis yaitu kesadaran masyarakat yang tidak mampu mengetahui kaitan antar satu faktor dengan faktor lainnya. Kesadaran naif yaitu kesadaran yang melihat aspek manusia sebagai penyebab masalah. Sedangkan yang terakhir adalah kesadaran kritis Kesadaran tahap ini juga melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah.
Paradigma dalam pendidikan kritis radikala ada 3 macam yaitu paradigma konservatif,paradigma liberal, dan yang terakhir paradigma kritis. Paradigma konservatif Menurut para penganut paradigma ini berangkat dari asumsi bahwa ketidak sederajatan masyarakat merupakan suatu keharusan alami, mustahil bisa dihindari,hanya Tuhanlah yang dapat merencanakan keadaan masyarakat dan hanya Tuhan yang mengetahui makna dibalik itu. Paradigma liberal Pendidikan dalam perspektif liberal ini menjadi sarana sosialisasi dan reproduksi nilaitata susila keyakinan dan nilai dasar agar stabil dan berfungsi secara baik dalam masyarakat. Dan terakhir Paradigma Kritis merupakan paradigma pendidikan yang dijadikan sebagai arena perjuangan politik dan ekonomi. paradigma kritis menghendaki perubahan struktur  secara fundamental dalam politik dan ekonomi melalui pendidikan.
2.        Saran
Dari makalah yang kita uraikan di atas, mungkin masih banyak masalah yang kita perlu kita perbaiki, dan  masih banyak kekurangan dalam tugas kami untuk membuat makalah ini dan masih perlu bimbingan kepada bapak dosen. Kami membuat makalah ini dengan penuh kerja sama dan penuh musyawarah, semoga makalah kami bisa bermanfaat bagi teman – teman dan juga kepada bapak dosen.
























DAFTAR PUSTAKA

Azzet, Akhmad Muhaimin. Pendidikan yang Membebaskan.Jogjakarta: Ar-Ruzz         Media, 2011.
Djalil,Maman Abd. Filsafat Pendidikan.Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Freire, Paulo. Politik Pendidikan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007.
Mu’Arif. Liberalisasi Pendidikan. Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2008.
Karim,Muhammad. Pendidikan Kritis Transformatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz
          Media, 2009.
Maslikhah. Quovadis, Pendidikan Multikultur. Jawa Tengah: Stain Salatiga Press Jawa Tengah, 2007.
O’neil,William F. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Qomar,Mujamil. Kesadaran Pendidikan. Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2012
Smith,William A. Conscientizacao Tujuan Pendidikan Paulo Freire.Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2001
Zamroni & Miarso. Pendidikan Pembebasan dalam Perspektif Barat dan Timur. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2011



[1] WIiliam f.o’neil, Idiologi-Idiologi Pendidikan,trj Mansoer Fakih (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2002,)hlm.31
[2] Maman Abd.Jalil,. Filsafat Pendidikan(Bandung: Pustaka Setia,2002),hlm.15
[3] WIiliam f.o’neil, Idiologi-Idiologi Pendidikan(Yogyakarta: Pustaka Belajar,2002,)hlm.178
[4] Mu’Arif,Liberalisasi Pendidikan(Yogyakarta: pinus book publiser, 2008),hlm.74
[5] Paulo Freire, Politik Pendidikan, trj.Agung prihantoro(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007),hlm.3
[6] Mu’Arif,Liberalisasi Pendidikan(Yogyakarta: pinus book publiser, 2008),hlm.77
[7] Ibid.hlm.82
[8] Akhmad Muhaimin Azzet, Pendidikan yang Membebaskan(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2011),hlm.73
[9] Ibid.hlm.77
[10] Mujamil Qomar,Kesadaran Pendidikan(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media,2012),hlm.125
[11] Umiarso & Zamroni,pendidikan pembebasan(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2011)hlm.139
[12] Mujamil Qomar, kesadaran pendidikan(Jogjakarta: Ar-Ruzz media, 2012)hlm.125
[13] Muhammad Karim, Pendidikan Kritis transformatif(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2009)hlm 148
[14] William A. Smith, Conscientizazao tujuan pendidikan Paulo Freire, , trj.Agung prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)hlm. 63
[15] Muhammad Karim, Pendidikan Kritis transformatif(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2009)hlm 148
[16] Paulo Freire, Politik Pendidikan, trj.Agung prihantoro(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007),hlm. 138
[17] Mujamil Qomar, kesadaran pendidikan(Jogjakarta: Ar-Ruzz media, 2012)hlm.132
[18] Muhammad Karim, Pendidikan Kritis transformatif(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2009)hlm 148
[19] Mujamil Qomar, kesadaran pendidikan(Jogjakarta: Ar-Ruzz media, 2012)hlm.133
[20]William A. Smith, Conscientizazao tujuan pendidikan Paulo Freire, trj.Agung prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)hlm.91
[21] Muhammad Karim, Pendidikan Kritis transformatif(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2009)hlm. 149
[22] Ibid.hlm.150
[23] Imam Suprayogo, Quo Vadis Pendidikan Islam,( Malang : UIN-Malang Press, 2006), hlm., 155
[24] Muhammad Karim, Pendidikan Kritis transformatif(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2009)hlm. 151
[25] Ibid hlm.145
[26] Umiarso & Zamroni,pendidikan pembebasan(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2011)hlm.47

No comments:

Post a Comment