BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Filsafat
pendidikan adalah nilai dan keyakinan filisofis yang menjiwai ,mendasari dan
memberikan identitas suatu sistem pendidikan. Berbicara masalah ideologi
berarti juga membicarakan masalah konsep yang tersistem secara rapi atau boleh
dikatakan ideologi itu sebuah teori. Namun lebih enaknya jika ideologi
dijabarkan terlebih dahulu. Ideologi oleh Arif Rahman dalam bukunya yang
berjudul ”Politik Ideologi pendidikan” mempunyai dua pengertian, pengertian
secara fungsional dan secara struktural.
Secara
fungsional, ideologi diartikan sebagai pemikiran yang digunakan untuk kebaikan
bersama (common good). Dalam hal ini ideologi bisa muncul karena kekecewaan
pada saat ini dan mempunyai niatan untuk memperbaiki di zaman akan datang.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah pengertian Ideologi Pendidikan Kritis-Radikal?
2.
Bagaimanakah
tingkat kesadaran pendidikan kritis?
3.
Apa sajakah paradigma yang terkandung dalam ideologi pendidikan Kritis-Radikal ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mendiskripsikan pengertian
ideology pendidikan kritis radikal.
2.
Untuk
mengetahui tingkat kesadaran pendidikan kritis.
3.
Untuk mengetahui paradigma dalam ideology pendidikan kritis
radikal.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ideologi Pendidikan kritis Radikal
Kata
ideologi sendiri berasal dari bahasa Yunani idea (ide/gagasan) dan logos (studi
tentang/pengetahuan tentang). Adapun secara istilah ideologi adalah sistem
gagasan yang mempelajari keyakinan-keyakinan dan hal-hal pandangan hidup.
Ideologi
sebagai seperangkat nilai dan aturan tentang kebenaran yang dianggap alamiah, universal dan menjadi rujukan bagi
tingkah laku manusia. Ideologi sebagai ilmu yang mengkaji bagaimana ide-ide
tentang suatu hal diperoleh manusia dari pengalaman serta tertata dalam benak
untuk kemudian membentuk kesadaran yang mempengaruhi tingkah laku. [1]
Sedangkan pendidikan dalam arti mencakup umum segala
usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya
,pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk
memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan
sebaik-baiknya. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari
para ahli pendidik dan ahli filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan
cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan
pengajaran kepada para siswa dan anak didik.
Selanjutnya kritis Radikal, kritis merupakan cara pandang
yang tidak hanya mampu mengkritisi apa yang dipahami yang kemudian dengan
kritis inilah akan lahir sebuah perubahan struktur pengetahuan yang lebih baik
dari sebelumnya. Sedangkan kritis-radikal disini merupakan suatu sikap yang tidak begitu saja menerima
atau menolak suatu informasi atau pengetahuan dan diperoleh suatu hasil
berpikir yang mendalam. Maka ideologi kritis radikal
menginginkan dunia pendidikan di gunakan untuk perubahan struktural secara
fundamental, baik dalam ekonomi, gender dan politik.[2]
Pembicaraan
masalah ideologi pendidikan sebenarnya merupakan kelanjutan dari ideologi
politik yang dominan disuatu wilayah, sehingga bisa dikatakan ideologi
pendidikan lahir dari induknya yaitu ideologi politik. Karena tidak bisa
dipungkiri bahwa akan ada hirarkhi
nilai yang terkait dari yang lebih tinggi ke herarkhi yang paling rendah.
Kedudukan yang lebih tinggi akan menjadi dasar rekomendasi terhadap lahirnya
nilai dibawahnya. Dan
ideologi politik suatu Negara merupakan tingkatan tertinggi dan jelas akan
mempengaruhi ideologi pendidikan yang ada di suatu negara tersebut. Karena pada
dasarnya pendidikan berada di bawah naungan suatu negara.[3]
Selanjutnya yaitu Tokoh pendidikn kritis
ialah Paulo Freire. Dimana menurutnya pendidikan Kritis itu ialah seluruh
gagasan yang pernah dirintis dan di kembangkan oleh Paulo Freire.[4] Freire menciptakan model teori pendidikan yang
benar-benar mengaitkan antara teori kritis-radikal dengan tuntutan perjuangan
yang juga radikal. Tuntutan ini disebut dengan radikal karena komitmen ini
perjuangan nya yang tinggi untuk melawan suatu dominasi. Dengan menjelaskan
pengalamannya selama tinggal di Amerika Latin, dia menggulirkan sebuah wacana
yang akan memperdalam pemahaman kita mengenai dinamika dan kompleksitas dominan
tersebut. Melihat kasus yang dicontohkannya, pendapat Freire dapat dibenarkan
bahwa dominasi tersebut tidak dapat disederhanakan hanya menjadi dominasi kelas
yang eklusif. Perbedaan kelas itu alamiah dan menjadi tugas teoritikus untuk
menjelaskannya.[5]
Paulo
Freire adalah tokoh pendidikan yang anti terhadap segala bentuk imperialisme
maupun eksploitasi. Segala bentuk penindasan baginya tidak bisa di tolerir
begitu saja. Sebab penindasan itu menurutnya tidak sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan. Dalam pemikirannya Freire banyak mengadopsi pemikiran Karl Marx
untuk membaca ketimpangan yang terjadi. Freire lebih mengadopsi teori konflik
untuk membaca gejala sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat. Menurut Freire
pendidikan memiliki tiga unsur fundamental, ketiganya meliputi pengajar,
peserta didik, dan realitas dunia. Selain hal itu Freire lebih mnghendaki bahwa
hubungan antara guru dan murid seperti halnya seorang teman atau partnership. Dengan model seperti itu
memungkinkan proses pendidikan berjalan secara dialogis dan partisipatoris.
menurut
Freire juga menempatkan
hubungan antara guru dan murid sebagai partnership dalam belajar untuk
menghindari antagonisme dalam pembelajaran.[6] Dan selanjutnya Paulo Freire
menempatkan posisi realitas sebagai medium pembelajaran bagi manusia. Dari
realitas itulah seluruh manusia belajar. Pada dasarnya manusia memiliki
kebebasan dalam memilih dan berbuat bahkan dalam menentukan nasibnya sendiri. [7]
pendidikan Kritis yang diperlukan disini adalah pendidikan
terhadap status quo (Benhard Adeney Risakotta 2010: 73).[8] Pendidikan
semestinya membangun kesadaran anak didik untuk berani bersikap kritis dan
kritis terhadap status quo ini sangat penting agar jangan sampai manusia yang
satu ditindas oleh manusia yang lainnya, jangan sampai kelompok yang satu
mengebiri kemerdekaan kelompok yang lainnya. Pendidikan tidak boleh membiarkan
penindasan terjadi , apalagi mendukung keberadaannya. Nah... disinilah
pentingnya membangun kesadaran anak didik untuk berani bersikap dan kritis
karena pendidikan berkewajiban membawa kehidupan manusia untuk senantiasa
sejalan dengan hakikat kemanusiaannya.[9]
Pendidikan Paulo Freire manusia ditempatkan sebagai aktor
kunci dalam dinamika yang terjadi di dunia ini. Dengan daya cipta yang ia
miliki. Ia menegaskan memanusiakan manusia secara sederhana berarti mengisi
dunia dengan kehadiran manusia yang sengaja dan berdaya cipta menanamkannya
dengan karya manusia.
B.
Tingkat Kesadaran Pendidikan Kritis
Kesadaran sebenarnya dapat dikenali dari berbagai
tinjauan sehingga kesadaran ini bersifat sangat plural.[10] Seperti
konsientisasi dimana konsientisasi ini merupakan proses manusia melalui
kesadaran yang ia miliki. Terwujudnya manusia sebagai mahluk yang mempunyai
daya cipta harus dimulai dengan proses berkesadaran. Konsientisasi harus
dimulai dengan proses kesadaran dialektis dengan melibatkan kesadaran kritis,
mengingat ia bukan hanya teori , melainkan sekaligus tindakan dan refleksi.
Paulo menegaskan proses kemanusiaan sebagai mahluk yang sadar, manusia bukan
hanya hidup didunia, namun juga bersama dengan dunia. Bukan hanya menempatkan
dirinya dalam dunia dalam keadaan kosong, melainkan keberadaannya menyimpan
kemampuan untuk menyinergikan kesadaran diri dalam berdialektika dengan
realitas alam semesta.
Dengan kata lain langkah awal yang paling menentukan
dalam upaya pendidikan pembebasan dalam Paulo Freire adalah upaya terus
menerus. Maka, proses penyadaran merupakan proses yang sehati dalam keseluruhan
dalam proses pendidikan itu sendiri. Proses penyadaran merupakan inti atau
hakikat dari proses pendidikan.[11]
Freire menggolongkan kesadaran manusia menjadi kesadaran
magis(magical consciousness), kesadaran naif(naival consciousness), kesadaran
kritis(critical consciousness). Penggolongan ini tentu ditinjau dari perspektif
tertentu. Tampaknya fFreire menggolongkan kesadaran melihat kondisi sosial
politik sosial yang berkembang di masyarakat brazil pada khususnya. Pada tempat
lain Freire menyebut adanya kesadaran lain seperti kesadaran semiintransitif,
semitransitif, kesadaran penuh dan kesadaran revolusioner.[12]
Akan tetapi yang lebih dominan yang dipakai oleh Paulo
freire sebagai dasar pada konsepsinya tentang kesadaran manusia yang
diklasifikasikan hanya tingkat tiga kesadaran yaitu :
Ø Kesadaran magis
Yaitu kesadaran masyarakat yang tidak mampu mengetahui
kaitan antar satu faktor dengan faktor lainnya. Misalnya ketidakberdayaan
seringkali faktor yang dilihat adalah faktor diluar manusia sebagai penyebab
ketidakberdayaan.[13] Kesadaran
magis ini ditandai dengan dua orientasi dasar, yakni menyerahkan fakta-fakta
kepada penguasa unuk menjelaskan mengapa segalanya seperti ini dan pandangan
yang sederhana tentang hubungan kausalitas.[14]
Ø Kesadaran naif
Yaitu kesadaran yang melihat aspek manusia sebagai
penyebab masalah. Pendidikan tidak mempertanyakan struktur dan sistem. Struktur
dan sistem yang sudah dianggap sudah baik dan benar, dan merupakan faktor
pemberian serta oleh sebab itu tidak perlu dipertanyakan.[15] Dalam
kesadaran ini individu dianggap sebagai yang tertindas yang ingin memperbarui
sistem yang telah dirusak oleh orang jahat yang melanggar norma dan aturan.
Perbedaan kesadaran magis dan Kesadaran naif menjadi jelas karena adanya
gerakan massa akibat transformasi struktural dalam masyarakat. [16]
Ø Kesadaran kritis
Dalam kesadaran ini Freire menciptakan kesadaran kritis
dikalangan orang-orang yang terpinggirkan, terzalimi, dan terkorbankan.
Kesadaran kritis tersebut dapat ditumbuhkan melalui saluran pendidikan.[17]Kesadaran tahap
ini juga melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan
struktur menghindari sistem dan lebih mengalah secara kritis untuk menjadi
sistem dan struktur sosial, politik,ekonomi, dan budaya serta akibatnya pada
masyarakat.[18]
kesadaran kritis ini menurut Freire untuk melawan
penindasan akibat sistem dan struktur sosial yang tidak adil dan mewujudkan
pembebasan bagi kaum tertindas. Kesadaran kritis sebagai hasil pendidikan telah
ditarik memasuki medan perjuangan hasil pendidikan politik yang memiliki nilai
yang sangat mulia bagi kaum tertindas dan kalangan yang memiliki kepedulian.
Kesadaran ini lebih bergerak menyalahkan orang lain dan ciri kesadarn kritis
ini yang khas adalah hubungan yang diciptakan diantara kaum tertindas itu sendiri[19]
berbicara masalah kesadaran sebenarnya tingkat kesadaran
dari paulo freire ini banyak sekali akan tetapi yang paling di terapkan oleh
Paulo hanya tiga kesadaran. Menurut William A Smith dalam bukunya yang menjadi
distorsi antara kesadaran naif dan kesadaran kritis adalah kesadaran fanatik .walaupun kesadaran fanatik ini tidak
termasuk dalam tiga tingkat kesadaran diatas akan tetapi Freire mengingatkan
akan bahaya yang akan ditimbulkannya. Kesadaran fanatik ini bisa jadi merupakan
salah satu dari beberapa sub kesadaran penting yang terletak diantara tiga
tingkat kesadaran pokok yang didefinisikan Freire.[20]
C.
Paradigma dalam ideologi pendidikan kritis -Radikal
Sejalan dengan penjelasan Paulo Freire mengenai tiga
tingkat kesadaran diatas,Faqih, sebagaimana ia mengutip pandangan Henry Giroux,
melihat sebagai tanpak pengadopsian tiga paradigma pendidikan yaitu Konservatif,liberal,
dan kritis. Ia melanjutkan pendidikan indonesia masih tergolong konservatif
meskipun dalam main stream liberal.
Penjelasan dari ketiga paradigma adalah sebagai berikut.
Menurut
Henry Giroux dan Aronowitz, pradigma ideologi pendidikan dapat dibagi menjadi
tiga yaitu :
1.
Paradigma
Konservatif
Menurut
para penganut paradigma ini
berangkat dari asumsi bahwa ketidak sederajatan masyarakat merupakan suatu
keharusan alami, mustahil bisa dihindari,hanya Tuhanlah yang
dapat merencanakan keadaan masyarakat dan hanya Tuhan yang mengetahui makna
dibalik itu.
Dengan
pandangan seperti itu , kaum konservatif tidak menganggap rakyat memiliki
kekuatan dan kekuasaan untuk mengubah kondisi mereka. Mereka yang menderita
kaum miskin, buta huruf, kaum tertindas dan mereka yang di penjara akibat
kesalahannya sendiri. Kaum konservatif
hanya melihat pentingnya harmoni dalam
masyarakat dan menghindari konflik dan kontradiksi dan bertujuan untuk
mempertahankan status.[21]
Paradigma konservatif memang terisolasi dari persoalan
kelas, gender, atauun persoalan ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat.
Kurikulum sekolah bagi kaum konservatif secara jelas juga tidak berkaitan
dengan sistem dan struksur sosial diluar sekolah.
2.
Paradigma Liberal
Pendidikan dala paradigma liberal ini memang ada masalah
dalam masyarakat akan tetapi, pendidikan steril dari persoalan politik dan
ekonomi masyarakat. Tugas pendidikan hanya menyiapkan murid masuk kedalam
sistem yang ada. Dan menurut mereka tugas pendidikan menyesuaikan
pendidikan dengan kondisi politik dan ekonomi di luar dunia pendidikan dengan
jalan memecahkan berbagai politik
Pendidikan dalam perspektif liberal ini menjadi sarana
sosialisasi dan reproduksi nilai tata susila keyakinan dan nilai dasar agar
stabil dan berfungsi secara baik dalam masyarakat. Oleh karena itu masalah
perbaikan dalam dunia pendidikan hanya sebatas usaha reformasi belaka. Seperti
perlunya membangun gedung baru. Hal itu terisolasi dengan struktur kelas dan
gender dalam masyarakat. Akar dari semacam itu dapat ditelusuri dari pijakan
filosofinya yakni paham liberalisme suatu pandangan yang menekankan pada
kemampuan, melindungi hak dan kebebsan. [22]
3.
Paradigma
Kritis
Paradigma
Kritis merupakan paradigma pendidikan yang dijadikan sebagai arena perjuangan
politik dan ekonomi. Berbeda dengan paradigma konservatif yang bertujuan untuk
mempertahankan status Quo, dan paradigma liberal untuk perubahan secara
struktur. Maka paradigma kritis menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam politik dan ekonomi
melalui pendidikan.[23]
Perspektif ini mempunyai beberapa syarat. Baik guru
maupun peserta didik, semestinya berada pada posisi yang egaliter dan tidak
saling menyubordinat. Masing-masing pihak harus berangkat dari pemahaman bahwa
masing-masing mempunyai pengalaman dan pengetahuan sehingga perlu dilakukan
dialog-saling menawarkan apa yang dia mengerti dan bukan menghafal.
Tujuan pendidikan paradigma kritis adalah menciptakan
ruang dan keselamatan agar peserta didik terlibat dalam suatu proses penciptaan
struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik.[24]
Tiga paradigma diatas masing masing membawa dampak bagi
karakter kesadaran manusia. Terutama paradigma kritis dalam pendidikannya
melatih murid untuk mampu mengidentifikasi dalam ketidak adilan sistem dan
struktur yang ada. Kemudian mampu menganalisis bagaimana sistem dan struktur
itu bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya.[25]
Bukan
hanya dalam dunia ke-negaraan saja ideologi pendidikan kritis ini diterapkan, dalam
dunia agama-pun ideologi seperti ini diterapkan. Seperti pembentukan
wadah-wadah organisasi keturunan Nabi yang disebut Habib atau organisasi Islam
puritan lainnya. Seoalah-olah apa yang di kehendakinya itu selalu benar karena
sudah berlandaskan dengan teks-teks al-qur’an.
Mereka
ingin memaksakan ajaranya kepada semua umat dan menyatukan ajaran yang akan
berpusat pada dunia Arab, tanpa melihat faktor sosiologi dan geografi
masyarakat sekitar. Coba bayangkan masyarakat Indonesia akan disamakan dengan
masyarakat Arab, tentu tidak akan cocok karena sangat berbeda.
Arab
menjadi dominan karena para Nabi kebetulan di lahirkan di ranah Arab, coba
bayangkan, seumpama Islam diturunkan di Indonesia pasti pakaian yang digunakan
kebanyakan orang adalah Kemben bagi yang putri dan yang putra pakainya seperti
dipakai oleh para pejabat kerajaan dulu. [26]
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari
pembahasan diatas bahwa:
Ideologi
sebagai seperangkat nilai dan aturan tentang kebenaran yang dianggap alamiah, universal dan menjadi rujukan bagi
tingkah laku manusia.
ideologi
pendidikan sebenarnya merupakan kelanjutan dari ideologi politik yang dominan
disuatu wilayah, sehingga bisa dikatakan ideologi pendidikan lahir dari
induknya yaitu ideologi politik.Freire
menciptakan model teori pendidikan yang benar-benar mengaitkan antara teori
kritis-radikal dengan tuntutan perjuangan yang juga radikal. Tuntutan ini
disebut dengan radikal karena komitmen ini perjuangannya yang tinggi untuk
melawan suatu dominasi.
Setelah membahas maslah pengertian idiologi pendidikan
kritis radikal kita membahas kesaran pendidikan kritis dimana pendidikan kritis
disini menurut Freire menggolongkan kesadaran manusia menjadi kesadaran
magis(magical consciousness), kesadaran naif(naival consciousness), kesadaran
kritis(critical consciousness). Penggolongan ini tentu ditinjau dari perspektif
tertentu. Kesadaran magis yaitu kesadaran masyarakat yang tidak mampu
mengetahui kaitan antar satu faktor dengan faktor lainnya. Kesadaran naif yaitu
kesadaran yang melihat aspek manusia sebagai penyebab masalah. Sedangkan yang
terakhir adalah kesadaran kritis Kesadaran tahap ini juga melihat aspek sistem
dan struktur sebagai sumber masalah.
Paradigma dalam pendidikan kritis radikala ada 3 macam
yaitu paradigma konservatif,paradigma liberal, dan yang terakhir paradigma
kritis. Paradigma konservatif Menurut para penganut paradigma ini berangkat dari asumsi bahwa ketidak sederajatan
masyarakat merupakan suatu keharusan alami, mustahil bisa dihindari,hanya
Tuhanlah yang dapat merencanakan keadaan masyarakat dan hanya Tuhan yang
mengetahui makna dibalik itu.
Paradigma liberal Pendidikan dalam perspektif liberal ini menjadi sarana
sosialisasi dan reproduksi nilaitata susila keyakinan dan nilai dasar agar
stabil dan berfungsi secara baik dalam masyarakat. Dan terakhir Paradigma
Kritis merupakan paradigma pendidikan yang dijadikan sebagai arena perjuangan
politik dan ekonomi. paradigma kritis menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam politik dan ekonomi
melalui pendidikan.
2.
Saran
Dari makalah
yang kita uraikan di atas, mungkin masih banyak masalah yang kita perlu kita
perbaiki, dan masih banyak kekurangan
dalam tugas kami untuk membuat makalah ini dan masih perlu bimbingan kepada
bapak dosen. Kami
membuat makalah ini dengan penuh kerja sama dan penuh musyawarah, semoga
makalah kami bisa bermanfaat bagi teman – teman dan juga kepada bapak dosen.
DAFTAR
PUSTAKA
Azzet,
Akhmad Muhaimin. Pendidikan yang
Membebaskan.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Djalil,Maman Abd. Filsafat Pendidikan.Bandung: Pustaka
Setia, 2002.
Freire, Paulo. Politik
Pendidikan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007.
Mu’Arif. Liberalisasi Pendidikan. Yogyakarta:
Pinus Book Publisher, 2008.
Karim,Muhammad. Pendidikan
Kritis Transformatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media,
2009.
Maslikhah.
Quovadis, Pendidikan Multikultur. Jawa Tengah: Stain Salatiga
Press Jawa Tengah, 2007.
O’neil,William
F. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Qomar,Mujamil. Kesadaran Pendidikan. Jogjakarta: Ar-ruzz
Media, 2012
Smith,William A. Conscientizacao Tujuan Pendidikan Paulo
Freire.Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2001
Zamroni & Miarso. Pendidikan Pembebasan dalam Perspektif Barat dan
Timur. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2011
[1] WIiliam f.o’neil, Idiologi-Idiologi
Pendidikan,trj Mansoer Fakih (Yogyakarta:
Pustaka Belajar,2002,)hlm.31
[2] Maman Abd.Jalil,. Filsafat Pendidikan(Bandung:
Pustaka Setia,2002),hlm.15
[7] Ibid.hlm.82
[14] William A.
Smith, Conscientizazao tujuan pendidikan
Paulo Freire, , trj.Agung prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)hlm. 63
[16] Paulo Freire, Politik Pendidikan, trj.Agung
prihantoro(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007),hlm. 138
[20]William A. Smith, Conscientizazao tujuan pendidikan Paulo Freire, trj.Agung
prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)hlm.91
No comments:
Post a Comment